Sebelumnya kuperkenalkan dulu siapa diriku. Namaku Nunu,
mahasiswa semester pertama di universitas JS di kota P dan nama pacarku Rirrie
semester I di kampus yang sama di kota P juga. Wajahnya cantik walaupun tidak
secantik bintang sinetron, manis tepatnya.
Punya alis mata yang hitam tebal yang sangat kontras dengan
kulitnya yang putih. Dengan hidung yang mungil lucu plus bibir “dower” yang
selalu merah dan dihiasi dengan gigi yang sedikit tidak teratur tetapi justru
giginya itu yang menjadi daya tariutamanya.
Tingginya sekitar 155 cm, berat 47 kg. Badannya mungil tapi
montok. Bahu yang datar dan badan yang tegap dihiasi dengan sepasang payudara
indah berukuran 32B yang proporsional sekali dengan tubuhnya. Pantat yang
terbentuk rapi disertai sepasang kaki yangindah, terutama betisnya.
Pinggang yang ramping, perut yang datar dan pinggul yang
tidak terlalu besar. Tapi sungguh, dengan keadaan tubuh seperti itu, tidak ada
pria yang bisa menahan napsunya jika melihatnya sedang telanjang bulat.
Aku barus saja menjemputnya pulang sekolah jam setengah dua
siang. Biasanya sich dia bawa motor sendiri, cuman hari itu entah kenapa dia
berangkat sekolah naik becak. Jadinya saat pulang sekolah dia menelponku minta
dijemput. Panas sekali hari itu.
Saat sampai di rumahnya aku tidak langsung pulang. Aku mampir
sejenak buat sekedar menghilangkan rasa haus. Aku duduk di ruang tamu, di sofa
yang panjang, sementara dia mengganti baju sekolahnya dengan gaun santai. Entah
model apa bajunya, yang jelas dia memakai kaos dengan celana pendek yang
berbahan kaos juga. Dia tampak seksi sekali dengan dandanan seperti itu.
Dia balik sambil membawa segelas sirup dingindan kemudian
tiduran di sofa dengan posisi kepalanya di pangkuanku. Kami pun berbasa-basi,
saling menanyakan kabar masing-masing. Karena memang kita sudah lama tidak
ketemu.
Aku barusan pulang dari Jogja, tinggal di sana beberapa hari.
Dia orangnya memang gampang sekali kangen sama pacarnya. Ditinggal beberapa
hari saja sudah sepertisebulan hebohnya. Dan kalau dia sedang kangen, rugi aku
kalau tidak ada di sisinya.
Tau maksudnya kan? Lalu kami mulai bercerita tentang kegiatan
kami masing-masing selama ini sambil sesekali saling mencumbu, berciuman dan
berpagutan mesra. Saling memainkan lidah. Kubiarkan mulutnya melumat bibirku.
Kubiarkan giginya menggigit lembut bibirku. Kurasakan
lidahnya menari-nari di dalam mulutku. Napasnya yang lembut mendera wajahku. Oh
ya, aku paling suka “kissing” dengannya saat dia sedang makan coklat. Rasanya
jadi tambah enak. Dan seperti biasa kalau kami sedang berasyik masyuk, kedua
belah tanganku selalu menari-nari di tubuhnya. Selalu! Orang dianya sendiri
yang minta buat dijamah.
“Pokoknya kalau kamu sedang mencumbuku, sekalian dech tangan
kamu ngerjain tubuhku. Biar tidak nanggung. Tapi harus di bagian yang sensitif.
Seperti di daerah sini, sini dan di sini!” katanya kepadaku suatu waktu sambil
tangannya menunjuk leher, dada dan bawah perutnya.
Enak katanya. Akunya sich oke-oke aja. Siapa yang bakal
menolak ditawarin kerjaan seperti itu. Mulailah pekerjaanku. Kudekatkan
kepalaku ke lehernya, kukecup perlahan leher itu kemudian kugigit perlahan. Dia
mendongakkan kepalanya tanda dia merasa kegelian. Kucium daerah telinganya dan
kukulum bagian telinga yang menggelambir.
Dia mendesah perlahan dan kemudian melingkarkan kedua
tangannya ke leherku. Tangan kananku pun berusaha menopang punggungnya agar
tubuhnya sedikit tegak dan tangan kiriku segera kumasukkan ke balik bajunya,
mengakibatkan kaosnya terangkat sampai ke perut.
Tanganku menyentuh kulitnya yang halus. Menyusup ke
punggungnya untuk melepas tali BH-nya. Dan mulailah tanganku menjelajahi bukit
barisan itu. Kuremas payudaranya, terasa lembut sekali, diapun merintih.
Kupilin putingnya, dia mengerang. Kutarik puting itu dan
diapun mendesah. “Ahh..!” Kuputar-putar jariku di sekitar puting itu “Sshhh..!”
Dia mengerang merasakan kenikmatan itu. Kuremas-remas buah dada itu
berulangkali, kucubit bukit itu.
Rasanya kenyal sekali. Nggak bakalan bosan walaupun tiap hari
aku disuruh menyentuhnya. Lalu tanganku pun turun menyusuri perutnya, menuju
hutan tropis. Masuk ke dalam celana dalamnya yang terbuat dari kain satin
dengan sedikit renda pada bagian vaginanya.
Kutemukan tumpukan kecil daging yang ditumbuhi rambut-rambut
halus. Kugunakan jari telunjuk dan jari manisku untuk membelah labianya yang
masih terasa liat sementara jari tengahku kumasukan sedikit ke dalam liang
senggamanya.
“Mmhhh…” Dia kegelian. Kedua kakinya nampak terjulur lurus,
sedikit menegang. Kucari seonggok daging kecil diantaranya. Bagian yang mampu
mengantarkan seorang wanita merasakan apa arti hidup yang sesungguhnya.
Setelah kutemukan mulai tanganku memainkannya. Kusentuh
klitoris itu lembut sekali, namun akibatnya sungguh luar biasa. Tubuhnya
menggelinjang hebat dengan kedua kaki terangkat ke atas menggapai-gapai di
udara.
Dia melenguh dengan mata terpejam dan lidah yang menjilati
bibirnya. Langsung kulumat mulutnya. Dia pun membalas dengan ganas. “Uuhhhh…”
Lalu tangan kiriku berusaha menarik klitorisnya, kupencet, kusentil, kupetik,
kugesek dengan jari tengahku.
Dia memang paling suka disentuh klitorisnya. Dan kalau sudah
disentuh, bisanya seperti orang sakau. Mendesah, mengerang, dan menggigil.
Pernah suatu ketika aku ditelpon supaya datang ke rumahnya
cuma untuk “memainkan” klitorisnya. Ya, ampuun… setelah puas bermain api, kami
pun mencari air untuk menyiramnya. Ehh.. sorry, ngelantur. Tak lama kemudian
dia mengajakku ke lantai dua.
“Mas, naik ke atas yuk?”
“Mo ngapain?” tanyaku.
“Ke kamarnya Mbak Dian, di sini panas. Ada AC di sana.”
“Boleh!” aku setuju. Kami pun naik ke lantai dua. Satu
persatu anak tangga itu kami lewati dan kami pun masuk ke kamar Mbak Dian.
Aku langsung tiduran di tempat tidur, sementara dia
menyalakan AC-nya. Lalu dia rebah di sampingku. Kami bercerita lagi dan
bercumbu lagi. Kali ini kulepas kaosnya, setumpuk daging segar menggunung di
dadanya yang tertutup BH semi transparan seolah ingin melompat keluar. Waw,
menantang sekali dan kemudian dengan kasar kusentakkan BH itu hingga terlepas,
lalu terhamparlah pemandangan alam.
Nampak 2 gunung kembar yang berjejer rapi. Bergelanyut manja
di dadanya. Putingnya yang berwarna coklat kemerahan kokoh tegak ke atas
mengerling ke arahku menantang untuk kunikmati.
Payudaranya betul-betul indah bentuknya, terbungkus kulit
kuning langsat tanpa cacat sedikitpun, yang tampak membias jika terkena cahaya,
yang menandakan payudara itu masih sangat kencang. Maklum payudara perawan yang
rajin merawat tubuh.
Namun dengan payudara seperti itu, jangankan menyentuh, cuma
dengan memandangnya saja kita akan segera tahu kalau payudara itu diremas akan
terasasangat lembut di tangan. Kudekatkan wajahku ke dadanya.
Mulutku kubuka untuk menikmati kedua payudaranya. Bau harum
khas tubuhnya semerbak merasuk ke dalam hidungku. Kuhisap salah satu putingnya,
kugigit-gigit kecil. Lidahku bergerak memutar di sekitar puting susunya.
Dia mengejang kegelian. Menjambak rambutku dan ditekankan
kepalaku ke dadanya. Wajahku terbenam di sana. Kugigit sedikit bagian dari
bukit itu dan kusedot agak keras. Nampaklah tanda merah di sana. Puas kunikmati
dadanya, mulailah ada hasrat yang menuntut untuk berbuat lebih.
Tampak juga di wajah Rirrie. Matanya menatapku sayu. Wajahnya
memerah dan napasnya memburu. Kalau dia dalam keadaan seperti ini, dapat
dipastikan diasedang terangsang berat. Dan aku yakin kemaluannya pasti sudah
basah. Aku bertanya padanya, “Rie, sekali-kali kita ngewek yuk!” “Ah, tidak mau
ah!” dia menolak.
“Kenapa?” tanyaku. “Aku malu,” jawabnya. “Malu sama siapa?”
tanyaku lagi. “Aku malu diliat bugil. Aku malu kamu liat anuku.” terangnya.
“Lho, kamu ini aneh. Masa hampir tiap hari kupegang memek kamu,
cuma ngeliat malah tidak boleh?” tanyaku keheranan.
“He..” dia tertawa manja. Otakku bekerja mencari akal. “Atau
gini aja, kamu ambil selimut buat nutupin tubuh kamu. Ntar kita cari gaya yang
bikin memek kamu nggak keliatan,” usulku sembarangan, nggak taunya dia setuju.
“Iya dech Mas” Aku girang setengah mati. Lalu dia pun turun
ke bawah mengambil selimut. Tak lama kemudian dia sudah ada di hadapanku lagi
dengan sebuah selimut batik di tangannya. Lalu selimut itu diserahkannya
kepadaku.
“Nah, sekarang kamu lepas semua pakain kamu!” perintahku. Dia
pun segera melepas semua pakaiannya. Sungguh anggun cara dia melepas pakaian.
Perlahan namun pasti.
Apalagi saat dia mengangkat kedua tangannya untuk melepas
penjepit rambut yang menyebabkan rambutnya terurai indah menutupi sebagian
pundaknya. Oh, cantik sekali dia. Berdiri telanjang tanpa sehelai benang pun
menutupi tubuhnya.
Layaknya seorang bidadari. Dengan payudara yang kencang
mengantung indah, dengan bulu halus yang tertata rapi menghiasi bagian bawah
perutnya. Dan ketika sadar dirinya telanjang bulat, secepat kilat dia merampas
selimut yang ada di tanganku dan digunakanya untuk menutupi tubuhnya.
Kusuruh dia untuk naik ke atas tempat tidur dalam posisi
merangkak membelakangiku. Aku segera melepas seluruh pakaianku. Dia menengok ke
belakang dan tak sengaja menatap penisku yang sudah tegang berat dan langsung
memalingkan wajah. Jengah. Sambil merajuk manja.
“Ihhh…” Walaupun kami sering bercumbu tapi kami belum pernah
saling mempertontonkan alat vital masing-masing. Kalau saling pegang atau
sekedar nyentuh sich sering. Makanya jangan heran kalau dia jengah waktu
melihat penisku.
Dan lagi dia itu orangnya pasif. Penginnya “dikerjain”
melulu, tapi kalau disuruh “ngerjain” suka ogah- ogahan. Padahal sebenarnya dia
senang sekali kalau disuruh memegang penisku. Tapi itulah dia, dia yang seorang
Rirrie yang penuh dengan tanda tanya.
Yang aku pun masih suka bingung untuk mengikuti jalan
pikirannya. Aku pun segera mendekat membawa seluruh amunisi yang kupunya. Siap
dalam duel berdarah. Kuangkat sedikit selimut yang menutupi pantatnya dan harum
birahi yang amat kusukai dari vaginanya menyebar.
Tanganku pun masuk ke balik selimut itu. Mencari daerah
jajahan yang harus dikuasai. Meraba-raba sampai akhirnya kutemukan gundukan
itu. Terasa benar bulu kemaluannya di jariku.
“Aowww… iiihhh! Mas nakal!” Dia protes ketika aku berusaha
mencabut beberapa helai bulu kemaluannya. Sebelumnya buat para pembaca, aku
melakukan ini semua tanpa melihat ke arah vaginanya. Bayangkan, bagaimana
sulitnya.
Soalnya aku belum pernah menatap langsung vagina sekarang
ini. Mulai kupusatkan perhatianku di daerah selangkangannya. Vaginanya terasa
basah. Pasti dia sudah sangat terangsang. Dan kucari letak lubangnya dengan
jariku.
“Ah, geli Mas!” dia tersentak ketika tak sengaja tanganku
menyentuh klitorisnya. “Hore ketemu…!!!” aku teriak kegirangan. Akhirnya
kutemukan lubang itu. Kumasukkan seperempat jari telunjukku ke dalam vaginanya.
Sebentar kuputar-putar disana.
Pinggulnya bergerak-gerak tanda dia kegelian. Lalu kutarik
kembali dan kini pelan-pelan kusorongkan rudalku untuk mencoba menembus dimensi
itu. Saat pertama penisku menyentuh vaginanya, secara refleks dia mengatupkan
kedua kakinya.
“Dasar perawan..” kataku di dalam hati. Lalu perlahan kucoba
merenggangkan kakinya. Terasa ada penolakan halus disana.
“Ayo dong sayang, direngganging sedikit kakinya. Katanya
pengen di entotin.” Dia nurut, perlahan dia mulai mengangkangkan kedua kakinya.
Rudalku pun kembali mencari sasarannya. Mulai menempel di bibir vaginanya.
Terasa hangat di situ.
“Aduh Mas, aku deg-degan nich” “Udah kamu tenang aja dech!”
Perlahan tanganku mencoba untuk membuka tabir itu. Kugunakan jemari tanganku
untuk menguak vagina itu. Sedikit terbuka. Dan kucoba memasukkan penisku.
“Bless!” Kepala rudalku mulai masuk, membuat Rirrie mengerang
kesakitan, membuatnya sedikit tidak nyaman.
“Aduh, Mas, sakit nich!” dia merintih. Kepalanya mendongak ke
atas dengan mimik menahan rasa sakit.
“Tahan sebentar ya sayang! Sakitnya paling cuma sebentar
kok.” Kasihan juga sich melihat dia begitu. Tapi demi kenikmatan itu apa boleh
buat. Namun saat kepala rudalku mulai menguak masuk vaginanya, terasa ada
energi yang sangat kuat dari dalam vaginanya mencoba untuk menyedot penisku
agar masuk ke dalam vagina itu. Sampai pinggulku tertarik maju membuat seluruh
penisku melesak ke dalam lubang itu. “Sleep…” “Ah, Mas sakit nich!” “Tapi kok
enak ya Mas?”
“Makanya kalo pengen lebih enak jangan ribut terus!” kataku.
“Enak tapi kok aneh ya Mas? Kayak ada yang ngganjel,” dia ngomong sekenanya.
Aku pun tertawa. “Kamu santai aja dong, jangan tegang gitu.”
Dia menuruti perintahku. Dan sensasi yang belum pernah kami rasakan mulai
meresap di diri kami. Penisku rasanya seperti diremas-remas lembut sekali oleh
suatu benda asing yang hangat dan basah tak dikenal, disedot-sedot oleh vaginanya.
Duh.. nikmatnya luar biasa. Mataku sampai nanar menahan
kenikmatan itu. Lembab namun terasa sangat nyaman.
Mulai kugerakkan maju mundur pinggangku, kugenjot penisku
perlahan dan kemudian sedikit demi sedikit kupercepat genjotanku, kadang-kadang
kupelankan sambil kubenamkan sedalam- dalamnya ke lubang vaginanya sampai dia
menjerit, “Mas.. Mas aduh yang ini sich enak banget.. tusuk lagi dong yang
keras Mas!” Rirrie memohon.
Langsung saja kuturuti permintaannya. penisku bergesekan
dengan dinding vaginanya yang membuahkan kenikmatan tersendiri bagi kami.
Mengakibatkan bunyi berdecak yang mengiringiku menuju sejuta kenikmatan.
Tidak lama kemudian Ririe mendesah hebat sambil badannya
bergerak ke sana-kemari, cepat sekali, badannya meliuk-liuk, tangannya meremas-
remas sprei tempat tidur hingga acak-acakan.
“Uuuhh.. enak sekali Mas.. pelanin dong nyodoknya,” rintih
Rirrie. Kuturuti kemauanya. “Uh!” nikmat sekali rasanya.
Kupompa perlahan-lahan sambil kunikmati kenikmatan yang
menjalar ke seluruh tubuhku. Sebentar-sebentar dia menggoyangkan pinggulnya,
seolah-olah ingin agar penisku juga merasakan kenikmatan itu. Kedua belah
tanganku bergerak kesana kemari menjelajahi bagian belakang tubuhnya. Kujambak
rambutnya dan kudongakkan kepalanya.
Kubungkukan badanku lalu kuciumi punggungnya. Kujilati leher
itu. Kutampar perlahan pantat Rirrie. Dia menjerit kecil. Tanganku pun mengarah
ke depan menyambar payudaranya yang menggelantung tak berdaya. Manggut- manggut
mengikuti gerakan badannya. Membuatku semakin horny.
Payudaranya terasa lebih keras dari biasanya. Mungkin karena
dia sedang dalam kondisi terangsang puncak. Kuremas-remas dengan kasar.
Kupilin-pilin putingnya dan, “Plop…” ya ampun puting itu
terlepas. Rambutnya yang panjang melambai-lambai mengikuti irama genjotanku.
Matanya terlihat amat sayu dan sebentar- sebentar terpejam. Hingga akhirnya…
“Adduuhh.. Rirrie tidak kuat lagi Mas..” “Rirrie pengen
pipis..” “Masss.. aaakhh..” Kurasakan dia menekan vaginanya sedalam mungkin
sambil menggoyang- goyangkan pinggulnya dan mengatupkan kedua kakinya yang
membuat penisku semakin keras terjepit. Namun sungguh, tindakannya justru makin
menambah nikmat gesekan yang kurasakan.
Tubuhnya tersentak dan berdiri tegak membelakangiku.
Kepalanya disandarkan di bahuku. “Masss.. enak sekalii.. Hmmm..” Lalu kulihat
kepalanya mendongak ke atas dan kedua bola matanya membalik seperti orang
kesurupan.
Tangannya bergerak ke belakang memeluk tubuhku. Dan menekan
kuat tubuhku seolah ingin menyatukan dengan tubuhnya. Intensitas denyutan vaginanya
semakin tinggi dan kekuatan menyedotnya pun bertambah besar. Yang menyebabkan
penisku terasa semakin tertarik di liang senggamanya. Kupercepat lagi
genjotanku. Dan akhirnya…
“Ohhh… aaakhhh.. ouch… Mas enak!” Teriakannya keluar seiring
orgasme yang dicapainya. “Seerrr…” cairan bening pun keluar membasahi liang
senggamanya. Banjir. Kurasakan suhu di sekitar situ bertambah panas.
Sekian lama berlalu tapi Rirrie masih terus memejamkan
matanya dan menekan kuat pinggulnya. Menggerak-gerakannya kekiri dan kekanan.
Mencoba untuk menyerap segala kenikmatan yang baru pernah dirasakanya.
Dia meracau tak karuan. Saat orgasme yang dialaminya
berakhir, dia pun terkulai lemas. Menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur
dengan mata terpejam. Dalam posisi nungging. penisku terlepas dari vaginanya.
Tubuhnya bermandikan keringat. Semakin menambah pesona kecantikan tubuhnya.
Tak sengaja aku melihat daerah selangkangannya. Ternyata
bentuk vaginanya bagus sekali. Vaginanya yang berwarna merah jambu nampak
merekah sedikit monyong dan labia minora-nya nampak sedikit menjorok keluar.
Mungkin karena tadi rudalku berkali-kali membombardir
pertahanannya. Vagina itu berdenyut-denyut dan berkilat terkena cahaya. Sedikit
darah keluar dari dalam vaginanya perlahan turun mengalir ke pahanya.
Ternyata dia masih benar-benar perawan. Kubiarkan dia untuk
mengatur detak jantungnya. Agar mampu menghimpun kembali energi yang secara
mendadak dikeluarkannya. Sepertinya dia agak shock. Maklum, pengalaman pertama.
“Mas… yang barusan itu enak sekali.” Dia berbisik sambil
menatapku dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Senyum penuh kepuasan.
Lalu kurebahkan tubuhnya sehingga dia dalam posisi tengkurap
tidur, aku pun merebahkan tubuhku menindih punggungnya. Tanganku bergerak
kembali ke arah selangkangannya. Becek sekali di sana. Kucari kembali letak
liang senggama itu.
“Ayo sayang buka kembali surga kamu,” pintaku.
Perlahan dia mengangkangkan kembali kedua kakinya. Dan kini
giliranku untuk memetik kemenangan itu. Begitu melihat Rirrie membuka sedikit saja
selangkangannya, semangatku langsung membara lagi. Kuambil ancang-ancang untuk
memasukkan kembali penisku.
Satu.. dua.. tiga.. dan, “Bleess…” dengan mudahnya penisku
menembus vaginanya. Tanpa permisi dan karena sudah tidak sabar langsung
kugenjot dengan kecepatan tinggi. Tak lama kemudia kurasakan seluruh urat
nadiku menegang dan darah mengalir ke satu titik. Aku akan mencapai orgasme.
“Rie, Mas mau keluar nich..” “Gantian Ya?” “Iya Mas,
dienak-enakin lho!” Rirrie berkata sambil kembali mengatupkan kedua kakinya.
Terasa dia sedikit mengejan untuk memberi kekuatan di daerah
perutnya yang mengakibatkan otot-otot di sekitar vaginanya kembali mencengkeram
kuat. Semakin kupacu genjotanku dan akhirnya pada saat akan terjadi titik
kulminasi kuangkat tubuhku dan kutarik penisku keluar dari vaginanya dan
langsung kubalikan tubuh Rirrie dan kuraih tangan kanannya lalu kusuruh dia
mengocok penisku.
Kutarik kepalanya mendekati penisku. Penisku seperti dipompa
sampai bocor. Air maniku pun menyembur kencang dalam genggaman tangannya.
Mengenai wajahnya. Aku melenguh. Kulihat air maniku menetes di sprei tempat
tidur.
Air maniku sepertinya tidak mau berhenti. Tanganya yang
lembut terus mengurut penisku dengan cepat, mengusap-usap kepala rudalku dengan
ibu jarinya. Sampai air mani terakhir menetes di tangannya. Aku merasakan
kenikmatan yang luar biasa. Sampai terasa ke tulang sumsum. “Enak Mas?” tanya
Rirrie. Aku mengangguk.
“Belum pernah aku merasakan yang se.pertii.. ini,” jawabku
terbata- bata.
Aku merasa tubuhku lelah sekali. Lemas tak berdaya. Rirrie
mendekatkan wajahnya ke rudalku, dan dengan sangat-sangat lembut dikecupnya
kepala rudalku berkali-kali sambil berkata, “Kamu benda kecil tapi bisa bikin
orang gede kepayahan.”
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Rirrie memandangku dengan
mesra sambil menebarkan senyum penuh pesona. Aku langsung roboh di atas
tubuhnya. Menindih tubuhnya. Kugigit perlahan lehernya. Kujilat dagunya.
Kukecup lembut bibirnya. Rirrie memeluk aku sambil mengecup lembut pundakku.
“Mas kapan-kapan kita ngewek lagi ya Mas?” pintanya. “Iya
sayang. Suatu saat kita bakal ngewe lagi..
Kita cari gaya yang lainnya,” jawabku perlahan.
“Sekarang Mas pengen bobo dulu.
“Mas kecapean nich,” aku memohon.
“Iya dech Mas,” balasnya.
“Mas.. Rirrie tambah sayang dech sama Mas.”
Dan aku pun mendapatkan ciuman paling hangat di bibir dalam
sejarahku bersamanya. Lalu tangannya turun ke bawah memegang penisku yang sudah
lembek dan meremas-remasnya dengan lembut sampai dia terlelap.
Kemudian kupeluk tubuhnya, kukecup keningnya lembut dengan
berjuta perasaan yang ada. Dengan sisa kekuatan yang ada, kuangkat badanku dan
balik posisi badanku hingga kepalaku berada di antara selangkangannya.
Kukecup lembut vagina itu. Kujilat sedikit lendir yang
membasahinya. Kunikmati sebentar pesona vaginanya dengan mulutku. Lalu akupun
memejamkan mata. Kami pun tertidur meninggalkan senyum kepuasan di bibir kami.
No comments:
Post a Comment