Gadis keturunan yang pada umumnya wajahnya tidak terlalu
cantik dia berkacamata orangnya cerdas, rajin tidak ada istemewanya tubuh Ratih
ini tubuhnya yang biasa bisa kitakan krempeng seperti tapi orangnya baik dan
supel, dia ngekost di rumah ci Hana, dia menyewakan kamar satunya untuk Ratih.
Penampilan ci Hana berbeda sekali dengan Ratih: di usianya
yang hampir 30, ci Hana boleh dibilang sangat pandai merawat tubuhnya kulit
putih halus dengan ukuran toket sedang: 34. Parasnya cantik, rambut panjang
bergelombang.
Rupanya, ci Hana yang sudah lama tidak merasakan belaian pria
menyimpan; lebih tepatnya menimbun libido yang secara perlahan lahan telah
menggerogoti moralnya (walaupun belum sampai mengenai akal sehatnya). Selama
ditinggalkan kekasihnya sejak 7 tahun yang lalu, ia sering merasa kesepian tak
jarang ia berusaha memuaskan dirinya sendiri dengan berbagai peralatan dan VCD
yang disewanya / dibeli melalui pembantunya, karena ia sendiri sebenarnya malu
kalau harus terang terangan membeli atau menyewa benda benda seperti itu.
Demikian pula untuk bermain dengan pria yang tidak dikenal,
ci Hana menganggap mereka tidak bersih sehingga ia takut untuk berhubungan
badan dengan mereka. Namun demikian, ini tidak mengurangi fantasi ci Hana dalam
membayangkan bentuk seks yang diinginkannya.
Bahkan sejak 2 tahun yang lalu, ia juga mulai tertarik untuk
melakukan hubungan seks dengan sesamanya. Ini dapat dilihat dari reaksinya
terhadap Ratih sehari hari, tak jarang ia menelan air ludah dan menjilati kedua
bibirnya apabila melihat Ratih mengenakan kaos ketat apabila ia ke kampus. Padahal,
bentuk tubuh Ratih begitu biasa apalagi apabila dibandingkan dengan dirinya
sendiri yg jauh lebih seksi.
Apa yang dilihat pada diri Ratih adalah dirinya sendiri 10
tahun silam; ketika ia masih berada di awal awal usia 20 tahun: alim dan rajin
namun begitu naif. Ci Hana sendiri bertekad untuk memberinya ‘pelajaran’ suatu
saat.
Namun sesudah agak lama tinggal bersama Ratih, barulah Ci
Hana mengetahui bahwa ia sudah tidak perawan lagi: ketika ia masih SMP dulu
pacarnya sendiri memperkosanya dan sejak saat itu, Ratih begitu minder dan
seringkali menhindar dari pergaulan sekitarnya, hingga saat ia kuliah.
Ci Hana mengetahui hal ini dari Ratih sendiri yang memandang
Ci Hana sebagai wanita yang sabar, bijaksana dan dewasa.
Pucuk dicinta ulam tiba, seminggu yang lalu adik ci Hana yang
laki laki tiba dan hendak menginap untuk satu bulan karena suatu urusan.
‘Sekali tepuk 2 lalat’ inilah yang ada dalam pikiran ci Hana melihat adiknya
sendiri dan Ratih.
Suatu sore sejak 3 hari kedatangan adiknya Ci Hana sudah
mempersiapkan rencana yang baik: pertama adiknya, kemudian Ratih. Biasanya,
Ratih tiba di kos pukul 19:00 dan ia hendak memulai rencananya itu pukul 18:30
dengan melakukan ‘pemanasan’ terhadap adiknya.
Pukul 18:30, Hana memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya.
Tanpa berprasangka apa apa, adiknya masuk ke kamarnya. Dilihatnya Ci Hana yang
mengenakan celana pendek jins ketat dan kaos tanpa lengan yang ketat pula ia
sedang menghadap ke cermin dan mengikat rambutnya yang bergelombang halus itu.
Melihat bayangan adiknya di cermin, Ci Hana tersenyum dan
berkata: “Masuk saja, cici cuman sebentar koq.” Diam 2, adiknya memperhatikan
cicinya dan berpikir: “Cantik juga, walaupun sudah kepala tiga. Badannya juga
begitu padat dan seksi..”
Ci Hana yang mengerti bahwa dirinya sedang diperhatikan
adiknya sendiri hanya tersenyum simpul tiba2 ia berdiri, mendekati adiknya dan
menggandeng tangannya. Adiknya kaget sekali namun ia tidak berkata apa2. Ci
Hana membimbing adiknya menuju sebuah pintu sambil sesekali melirik ke belakang
dan tersenyum simpul ke arah adiknya.
Ci Hana membuka pintu kamar tersebut dan menyalakan lampunya.
Ternyata, apa yang dilihat adiknya adalah sesuatu yang menakjubkan namun juga
membuatnya sedikit shock: sebuah kamar yang cukup luas dengan seluruh dinding
ditutupi bahan kedap suara berwarna pink.
Ranjang yang terletak di tengah ruangan, sebuah TV lengkap
dengan stereo setnya yang mewah: juga 3 teve hitam putih kecil yang menampakkan
situasi di ruang tamu, kamar Ratih dan kamarnya sendiri.
Namun yang membuatnya begitu kaget dan sedikit takut adalah
koleksi VCD, video dan DVD porno yang berserakan di lantai. Berbagai alat bantu
seksual, dan sebuah manekin lengkap dengan penis palsunya segala.
Tahulah ia apa yang diinginkan dari cicinya tanpa
disadarinya, Ci Hana sudah mengunci pintu kamar dan mulai melepaskan pakaiannya
satu persatu. Namun ia berhenti sampai pakaian dalam saja. Jadilah Ci Hana
hanya mengenakan bra dan celana dalam warna hitam, ia berdiri begitu seksi dan
menggoda dengan rambutnya terikat (untuk memudahkannya saat permainan nanti,
begitulah yang ada di pikiran Ci Hana). “Sudahlah, kamu menurut saja toh kamu
disini hanya sebulan. Masa kamu tidak kasihan sama cici yg sudah lama tidak
merasakan hangatnya tubuh pria ?”
Adiknya masih ragu. Ci Hana tahu ini dan tanpa membuang
banyak waktu, ia segera maju ke depan membuka celana pendek adiknya dengan
mudah (entah bagaimana, adiknya tidak mampu melawan cicinya sendiri).
Mulailah ia mengoral batang kemaluan adiknya itu. Ci Hana
mempercepat gerakan mengocoknya dengan tangan kanan, dia menengadah dan menatap
wajah adiknya dengan tatapan tajam penuh birahi ia mendesis sambil berkata:
“Sss…. awas kalau kamu berani keluar sebelum aku. Lebih baik kamu cari kos lain
saja, meskipun kamu adikku !”
Sesudah berkata demikian, ci Hana memasukkan seluruh batang
kemaluan adiknya ke dalam mulutnya. Ia menggerakkan kepalanya maju mundur
membuat batang kemaluan adiknya keluar masuk dengan sangat cepat. Adik ci Hana
hanya dapat mengerang nikmat mendapat perlakuan seperti itu dari cicinya yang
ternyata sangat berpengalaman dalam hal memuaskan pasangan mainnya, ia berusaha
sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan cicinya.
Di tengah tengah permainan, Ci Hana melepaskan branya dengan
tangan kirinya yang masih bebas. Diliriknya teve hitam putih yg secara rahasia
memonitor kamar Ratih. Ternyata ia baru saja datang, dan waktu menunjukan pukul
18:55. Tepatlah perhitungannya: adiknya yang nafsunya sedang menanjak pasti
akan mau diajaknya berkompromi.
Ci Hana menghentikan oralnya, dan tahulah ia bahwa adiknya
agak kecewa. “Tunggu sebentar aku ada tugas buat kamu: bawalah Ratih ke kamar
ini.” Adiknya mengerti apa yang diinginkan ci Hana. Sementara adiknya pergi
memanggil Ratih ia segera mematikan monitor2 nya, melepas celana dalamnya yang
sedikit basah dan bersembunyi di sebelah pintu.
Begitu adiknya masuk bersama Ratih ia segera mengunci
kamarnya lagi dan mendorong Ratih hingga jatuh ke ranjang. Ratih yang bertubuh
kurus dan lelah sehabis kuliah tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti
terhadap perlakuan Ci Hana yang begitu tiba2 tersebut. Ci Hana melucuti kaos
ketat yang dikenakan Ratih dengan buas.
“Kyaaaaa…..!!!” Ratih menjerit, namun percuma karena ruangan
tersebut kedap suara. Adik Ci Hana hanya diam saja karena shock melihat
keganasan cicinya apalagi dengan sesama jenis ! Ci Hana telah sampai pada
branya.
Dengan kasar, ia merenggut bra Ratih dan melemparkannya ke
lantai. Ci Hana melihat sepasang toket Ratih yang kecil. “Seharusnya kamu tidak
usah pakai bra sama sekali. Toh tidak memberi perbedaan yang berarti…” Ci Hana
melanjutkan dengan melepas kancing celana jins Ratih dan membuka ritsluitngnya
dan melepaskannya.
“Pahamu putih dan mulus juga yah…” Terakhir, Ci Hana
menurunkan celana dalam Ratih. Ratih tak dapat berbuat apa apa terhadap Ci Hana
yang terus menggerayangi tubuhnya dan sesekali menciuminya.
Tiba tiba Ci Hana berdiri dan berjalan menuju lemari.
Diambilnya sebuah penis palsu (dildo) dan semacam lotion. Ia mengolesi dildonya
dengan lotion tersebut dan memberikannya kepada adiknya, “Kamu pakai juga. Aku
tidak mau dia berteriak teriak kesakitan.” Adik Ci Hana menurut ia melepas
seluruh pakaiannya dan mulai mengolesi batang kemaluannya dengan lotion yang
diberikan cicinya.
“Jangan ci… saya takut.” Ratih yang sudah lemas berkata
dengan penuh kekuatiran, melihat ci Hana mengenakan penis palsu (dildo)
bergerigi dengan ukuran yang cukup mengerikan seperti mengenakan celana dalam.
Ci Hana dengan cepat bergerak ke arah Ratih. “Diam. Mana
lotionnya.” Sesudah mendapatkan lotion, ia mulai mengolesi dinding vagina Ratih
sambil berkata: “Kamu jangan takut, percaya sama cici saja. Sesudah itu, ia
membalikkan tubuh Ratih dan melumasi lubang pantatnya pula.
“Ayo kamu lubang yang satunya !!” ci Hana memerintahkan
adiknya untuk mengentot Ratih yang malang di lubang anusnya. Adiknya menurut,
ia berpindah duduk di atas ranjang. Ci Hana memapah tubuh Ratih dengan lembut
dan menempatkannya di atas adiknya. Ratih yang tidak berdaya hanya dapat
memandang sorot mata penuh nafsu ci Hana yang sedari tadi sibuk mengatur posisi
dan membantu adiknya memasukkan batang kemaluannya ke dalam lubang anus Ratih.
Bles ! Batang kemaluan adik ci Hana akhirnya berhasil masuk ke dalam anus Ratih
yang sudah tidak keruan bentuknya karena sedari tadi diobok obok oleh ci Hana.
Rasa sakit bercampur nikmat membuat Ratih membelalakkan
matanya, ia membuka mulutnya dan merintih “Aaa…” Ci Hana membaringkan Ratih
dari posisi terduduk menjadi terlentang dengan adiknya di bawahnya (dan batang
kemaluannya yang sudah menancap ke dalam lubang anus Ratih). “Ratih, aku yakin
kamu akan menyukai ini dan pasti ketagihan sesudah ini.” Ci Hana memasukkan
dildo nya ke dalam lubang kemaluan Ratih.
Ratih yang berada di tengah dengan keadaan tak berdaya,
berusaha menahan nikmat bercampur nyeri di lubang kemaluan yang sudah dihujami
dildo dari ci Hana serta batang kemaluan adik ci Hana yang menancap di lubang
anusnya.
Mulailah ranjang bergoyang… mulanya perlahan, namun semakin
lama semakin cepat… demikian pula dengan rintihan rintihan Ratih… “Aaa… aaa…”
Ratih masih mengenakan kaca mata minusnya ketika permainan ini dimulai.
Ci Hana tertawa melihat Ratih berusaha bertahan: “Jangan
ditahan dan jangan dilawan Ratih nikmati saja, sayang !!” Perlahan lahan
rintihan Ratih mulai berubah menjadi jeritan nikmat penuh birahi… “Ah… ah..
yesss… mmmhh… MMMM… AAAHHH….” Kenikmatan disetubuhi di kedua lubangnya secara
bersamaan membuat Ratih kehilangan kendali.
Ratih yang sopan dan alim perlahan larut… perlahan berubah
menjadi Ratih yang liar, sifat liar yang seakan ditularkan dari ci Hana
meracuni pikiran Ratih yang semula begitu bersih dan polos. “Yah… teruskan !!
LEBIH CEPAT LAGI CI HANA… !! AA… AAAAA…. MMMHHH… MMM…”
Ratih menggenggam seprei ranjang dengan sangat kuat, keringat
meluncur deras dari sekujur tubuhnya membuat kulitnya tampak mengkilat di bawah
cahaya lampu. Hal ini membuat Ci Hana semakin bernafsu mempercepat gerakan
pinggulnya. Ratih semakin menikmatinya ia memejamkan matanya sambil memegang
rambut ci Hana.
“AGH…. Enak sekali… Ci… aa… aku.. belum pernah…. uuuh….
senikmat ini…” Adik Ci Hana menganal lubang pantat Ratih sambil meremas remas
kedua toket Ratih dari belakang, walaupun ukuran toket Ratih relatif kecil
namun ini tidak mengurangi rangsangan demi rangsangan yg diterimanya.
“Auuh… ah..” mulut Ratih menganga dan mengeluarkan teriakan
teriakan yg semakin tdk jelas. Tubuhnya pun mulai menegang; tahulah Ci Hana
bahwa “anak didiknya” saat ini hampir mencapai puncak kenikmatan.
Ci Hana mengurangi kecepatan bermainnya dan mengubah gerakan
maju mundurnya menjadi gerakan mengaduk dengan menggoyangkan pinggulnya. Ratih
secara alami mengikuti gerakan Ci Hana dengan menyesuaikan gerakan pinggulnya.
Hal ini justru menambah kenikmatan bagi Ratih. Sampai
akhirnya tubuh Ratih benar benar menegang dan Ratih melepaskan teriakan yang
cukup panjang dan memenuhi seluruh ruangan kedap suara tersebut.
Sesudah itu, teriakan berhenti dan seluruh ruangan menjadi
sepi. Ci Hana mencabut dildo dari lubang vagina Ratih, ternyata dildo tersebut
sudah ditutupi cairan kental dan bahkan saat Ci Hana menariknya keluar ada
sebagian dari cairan tersebut menetes dan adapula yang masih merekat antara
dinding vagina Ratih dengan dildo Ci Hana.
Adik Ci Hana juga mencabut dildonya dari lubang anus Ratih
dan merebahkan Ratih yang sudah lemas di ranjang. Ratih masih memejamkan kedua
matanya Ci Hana melepas kacamata Ratih yang masih dikenakannya dan
meletakkannya di meja yg terletak di tepi ranjang.
“Lain kali, kalau mau main jangan lupa lepas dulu kacamatanya…”
Ci Hana tersenyum dan mencium Ratih, kemudian ia melepaskan dildonya dan
menggelatakannya begitu saja di lantai. Ia memandang adiknya dan berkata:
“Kamu jangan bengong saja, kamu masih punya tugas satu lagi.”
Sesudah berkata demikian, ia duduk di lantai melebarkan kedua pahanya:
mengarahkan lubang vaginanya yang sudah basah ke arah adiknya.
Kemudian ia menunjuk ke arah vaginanya: “Ayo: gunakan
lidahmu.” Adiknya mengerti apa yg harus dilakukan. Ia menjilat jilat lubang
kemaluan ci Hana dengan hati hati. Keenakan,c ci Hana memejamkan matanya
nafasnya tak beraturan: desahan desahan nikmat meluncur keluar tak terkontrol
dari mulutnya. Ia menjambak rambut adiknya dan menekan nekan wajah adiknya itu
ke lubang vaginanya:
“Errghh…. aaaghh… niiikkkmmaaatt sekkaallii… ssss….!!” Ci
Hana benar benar menikmati setiap hisapan dan jilatan yang diberikan adiknya ke
liang kewanitaannya, namun di tengah ambang sadar dan tidak Hana ingat bahwa ia
tidak ingin mencapai orgasme dengan cara seperti ini. “Aah… tunggu say bee…
berhentii duluu.. mmmh… sekarang giliran… cici ngerjain punya kamuuu…”
Adik Ci Hana menurut dan berhenti. Ci Hana bergerak kemudian
berjongkok membelakangi adiknya, sekarang ia dalam keadaan berjongkok menghadap
pantat adiknya. Adiknya agak kebingungan dengan tingkah laku cicinya.
Namun Hana cuek saja: tangan kirinya ia lewatkan di antara
kaki adiknya, dan dengan tangannya itu ia mencengkeram buah pelir adiknya
dengan halus dan mulai memijat mijatnya.
“Tenang saja, sayang – kujamin kamu akan suka sekali…” Ci
Hana tersenyum penuh nafsu, dan dengan tangan kiri masih memegang buah pelir
adiknya ia mengangkat telapak tangannya, menghadapkannya ke arah wajahnya dan
meludahi tangannya sendiri kemudian mengerut ngerutkan tangannya.
Kemudian ia melingkarkan tangan kanannya dari pinggang
sebelah kanan adiknya langsung menuju ke arah kontol adiknya. Dan mulailah ia
mengocok ngocoknya batang kemaluan adiknya itu dengan tangan kanannya yang
sudah dilumasi air ludahnya sendiri.
“Aaaghh… duh, enak sekali ci…” Ci Hana meneruskan gerakan
tangannya sampai ia merasa batang kemaluan adiknya sudah cukup keras. Sesudah
itu, ia membalikan badannya dan mengambil posisi nungging di lantai.
Tahulah adik ci Hana apa yang diinginkan cicinya ini. Ia juga
mengatur posisi di belakang cicinya: “Awas ya pokoknya aku nggak mau anal.
Maenin lubangku yang biasa aja.” Adiknya menurut, dan permainan dimulai.
Adik ci Hana memulai gerakannya dengan perlahan, “Mmm… masih
kurang, lagi dong !” Gerakan dipercepat, Ci Hana memejamkan matanya keenakan.
Ia menambah kenikmatan dengan menggesek gesek klit nya sendiri, dengan
sebelumnya membasahi jari jarinya dengan cara mengulumnya sendiri.
“Uuuaah…. enaaakk sayaang… Mmmh…” Permainan ini berlangsung
agak lama sampai ci Hana minta ganti posisi lagi. Kali ini ia ingin disetubuhi
dengan posisi tubuh menyamping. Ci Hana menyampingkan tubuhnya yang seksi dan
sudah mandi keringat tadi ke arah kanan, sementara adik Ci Hana mengangkat paha
mulus cicinya sebelah kanan dan menyandarkannya ke bahu sebelah kirinya.
Dengan demikian, ia dengan leluasa dapat memasukkan batang
kemaluannya ke lubang ci Hana. Ia mulai bergerak maju mundur, “Aaahh… mmm….”
Untuk sekedar menambah kenikmatan, ia mengarahkan tangan kanannya ke arah
pantatnya sendiri dan menggerakan jari tengahnya keluar masuk lubang pantatnya.
“Kyyaaaaaahh…. uuuuhhhh……” Tubuh ci Hana terus bergoyang
goyang toketnya pun bergerak naik turun tak beraturan mengkuti irama tubuhnya.
Adik ci Hana yg sedari tadi bergitu terangsang dengan gerakan toket cicinya
sendiri itu sudah tak tahan lagi, ia memajukan tangan kanannya guna meremas
toket kanan cicinya itu.
“Oh susumu begitu empuk ci…” Ci Hana hanya tersenyum, ia
mencabut tangannya dari lubang pantatnya dan ikut meremas toketnya bersama sama
dengan tangan adiknya itu. Permainan terus berlangsung, Ci Hana merasakan
tubuhnya sendiri mulai menegang ia sendiri sudah tidak mampu berpikir jernih
lagi.
Hanya kenikmatan yang dirasakan sekujur tubuhnya sekarang.
“AAAAHHH….. AAAAKKUUUU…. MMMH…” Keluarlah Ci Hana, mencapai orgasme yang diidam
idamkannya dalam posisi menyamping. Tercapailah segala keinginannya selama ini.
Demikian pula adik ci Hana, ia segera berdiri karena sudah
tidak tahan lagi, dan ci Hana mengetahui hal ini karena ia sudah berhasil
meraih orgasme, maka ia berniat membantu adiknya untuk mengeluarkan seluruh
peju yang sangat ia inginkan itu.
Ci Hana berjongkok, tersenyum menggoda ke arah adiknya dan
mulai mengocok batak kemaluan adiknya “Nah, sekarang cici ingin merasakan
nikmatnya cairan kejantananmu. Ayo sayang… keluarkan jangan ragu… ayo !” Ci
Hana memainkan batang kemaluan adiknya naik turun dengan gerakan memutar sambil
sesekali menjilat pangkal kemaluan adiknya.
“Aih… masih belum keluar juga… sebentar..” Sambil mengocok
batang kemaluan adiknya dengan menggunakan tangan kanannya, ci Hana memijat
buah pelir adiknya. “Ah… ci.. aku mau keluar nih.. !!” Ci Hana langsung
mengarahkan ujung batang kemaluan adiknya ke arah mulutnya, menyambut cairan
peju yang segera muncrat masuk ke dalam mulutnya.
Ratih yang sedari tadi tergeletak lemas berusaha bangkit dan
merangkak menuju ci Hana dan adiknya. “Ci Hana… saya juga mau…”, kata Ratih
sambil menunjuk ke arah mulutnya sendiri. Tetes peju terakhir sudah habis
meluncur turun ke dalam mulut ci Hana yang seksi. Ci Hana menelan sedikit peju
adiknya dan menahan sisanya di dalam mulutnya.
Ia tersenyum dengan mulut belepotan peju adiknya, membelai
Ratih, kemudian membaringkannya, dan meletakkan kepala Ratih di pangkuannya.
Ratih yang sudah lemas hanya menurut seperti anak kecil. Dengan gerakan yang
lembut, ci Hana menyentuh bibir Ratih dan menggerakannya ke bawah dengan jari
telunjuknya.
Ratih mengerti apa yang dimaksud ci Hana, ia membuka
mulutnya. Bibirnya bergetar. Ci Hana kembali tersenyum ia mengarahkan mulutnya
tepat di atas bibir Ratih yang sudah merekah, kemudian membuka dan memuntahkan
peju lengket yang sudah bercampur dengan air liur ci Hana, turun memasuki mulut
Ratih.
Peju dalam mulut ci Hana sudah habis dipindahkan ke dalam
mulut Ratih. Ci Hana tersenyum lebar dengan sedikit sisa peju bercampur liur
pekat yang menetes dari ujung bibirnya.
Kembali, dengan gerakan lembut ci Hana memberi isyarat kepada
Ratih untuk menutup mulutnya. Ratih menuruti dan tersenyum bersamaan dengan ci
Hana. “Nah, aku tidak pernah pelit kepada gadis manis seperti kamu. Ambillah
bagianmu dan nikmatilah.” Ratih menelan peju yang sudah diberikan ci Hana
kepadanya.
“Terima kasih ci..” Kemudian ia bangkit dan duduk Ratih
menyentuh wajah ci Hana dengan lembut. Ratih kembali membuka mulutnya, bergerak
maju ke arah bibir ci Hana sambil menjulurkan lidahnya. Ci Hana yang mengerti
maksud Ratih segera menyambut ciuman Ratih dengan menjulurkan lidahnya pula.
Mereka berciuman sampai lama dan saling menjilati sisa sisa peju hingga bersih.
Sejak saat itu, kehidupan ci Hana dan Ratih selalui dipenuhi
dengan petualangan: hampir setiap bulan Ratih ‘menjebak’ teman kuliahnya entah
itu pria atau wanita. Mungkin dalam kesempatan lain, Ratih dapat membagi kisah
petualangannya disini…
No comments:
Post a Comment