Saat aku diajak oleh temanku untuk menjadi panitia dalam
pernikahan sepupunya, aku sedang mengambil makanan tiba tiba handphonku
berbunyi salah seorang temanku menelponku.
Hallo say kamu makan kok gak ngajak ngajak aku sih
“Lho emangnya kamu tau kalau aku sedang makan dari mana say”
“lha sekarang aku dibelakangmu nih, hehehe”
Aku menoleh dan Mbak Ayu melambaikan tangan. Mbak Ayu memakai
kebaya dan rambutnya yang sebahu dibiarkan tergerai dengan model shaggy.
“Apa kabar Mbak.?” sambil mencium pipinya.
“Aku baik Vi, kamu ngapain disini?” Mbak Ayu menggandeng
tanganku dan menarik aku kesudut ruangan.
“Sepupu teman kawin, terus aku dimintain tolong jadi panitia.
Mbak Ayu ngapain disini? sendirian?”
“Undangannya buat suamiku tapi dia lagi ke luar negeri, jadi
aku wakilin dia deh. Aku nggak sendirian, kan ada kamu,” sambil tersenyum manis
dan menyalakan rokoknya.
“Yee. Naik apa Mbak?”
“Naik mobil dong, masa naik becak.”
“He.. he.. aku juga tahu kalau itu.”
“Kamu pulang sama siapa Vi?”
“Aku pulang sendiri aja, habis makan aku ganti baju terus
pulang kali. Capek banget dari siang aku sudah disini.”
“Kamu balik bareng aku aja ya Vi. Nanti kalau sudah selesai
ganti baju, aku tunggu di mobil ya.”
Aku mengangguk lalu berganti baju memakai celana pendek,
t-shirt dan sepatu kets sementara celana panjang dan lainnya aku letakkan di
ranselku. Aku menuju tempat parkir dan masuk ke mobil Mbak Ayu. Aku duduk di
sebelah kiri, Mbak Ayu mengemudikan mobilnya keluar dari gedung.
Mbak Ayu mengemudikan mobil menuju ke arah rumahnya di
bilangan Permata Hijau, dan memasukkan mobilnya langsung ke dalam garasi
rumahnya.
“Katanya mau anterin aku pulang, kok aku diculik ke sini
sih?”
“Kamu temanin aku ya malem ini, aku bete nih sendirian di
rumah”
“Terserah Mbak aja deh.”
“Nah gitu dong, masuk yuk Vi.”
Mbak Ayu mengajak aku masuk dan mempersilahkan duduk diruang
keluarga. Di ruang itu terdapat sofa besar dan TV berukuran besar lengkap
dengan sound systemnya. Mbak Ayu memanggil Bi Inah pembantunya dan menyuruhnya
untuk membuatkan minum. Aku memang sudah mengenal semua anggota rumah Mbak Ayu
termasuk supir dan pembantunya, karena mantan pacarku dulu pernah bekerja
menjadi asisten pribadi Mbak Ayu.
“Makasih ya Bi, apa kabar?”
“Baik Den Ovi, silahkan minum lho.”
“Minum gih, aku ganti baju dulu ya vi.”
“Oke Mbak.”
Aku menyalakan TV dan menonton film sex and the city di Trans
TV, Mbak Ayu menganti bajunya dengan celana pendek dan kaos lengan dan
rambutnya diikat pony tail. Mbak Ayu duduk disebelahku dan menyalakan rokok.
Aku terus memperhatikan Mbak Ayu.
“Kenapa sih kamu koq lihatin aku terus?”
“Mbak cakep sih.”
“Ngerayu nih atau ngeledek?” sambil mencubit pahaku.
“He.. he.. he.. Dua duanya donk.” sambil kupeluk pundaknya.
Mbak Ayu menggeser posisi duduknya sehingga tubuhnya
bersandar di tubuhku sementara tanganku memeluk pinggangnya dari belakang.
Sesekali aku meraba payudaranya dan mencium lehernya. Aku terus mencium leher
dan telinganya.
“Sss.. Mmm.. Vi.. Mmm.. Mph.. Mph..” sambil aku terus meraba
dan meremas payudaranya.
Mbak Ayu mematikan rokok lalu memutar tubuhnya dan aku
mencium Bibirnya. Aku dan Mbak Ayu berciuman dan saling memainkan lidah. Mbak
Ayu mulai mengelus penisku dan memasukkan tangannya ke dalam celanaku. Aku
membuka bajunya dan meremas remas payudaranya.
“Ouh.. Vi.. Remes tetekku say.. Remes sayang.. Ovi buka
celana kamu dong.” sambil tangannya mengocok dan mengelus batang penisku.
“Mmmpphh.. Ssshh.. Ouh.. Ouh.. Mbak aja deh yang buka.”
Mbak Ayu kemudian menarik turun celana pendek dan celana
dalamku, Mbak Ayu menunduk dan menjilati serta menghisap batang penisku yang
sudah tegang.
“Aahh.. Mbak.. Isep penisku Mbak.. Ssshh.. Ouh enak banget..
Ouh mmpphh.. Mmpphh.. Yes.. Ouh.. Uh. Aahh..”
Mbak Ayu terus menjilati batang penisku dan memainkan
lidahnya diseluruh batang penisku juga urat dibalik kepala penisku. Aku membuka
baju serta BH dan menarik turun celananya berikut celana dalamnya. Aku meraba
vaginanya dan menusukan jariku ke dalam vaginanya.
“Oouuhh.. Vi.. Yes.. terus say. terus. Ouh ouh.. Yess. Yess.
Fuck me.. Fuck me.. Cepet say.. Gerakin jari kamu yang cepet.. Yes.. Ouh. Ouh..
Yeess..”
Aku semakin cepat mengocok dan memainkan jariku didalam
vaginanya, tak lama kemudian tanganku terasa basah dan vagina Mbak Ayu terasa
menjepit dan tangannya mencengkeram pahaku serta Mbak Ayu mencium dan menggigit
Bibirku.
“Mmmpphh.. Mmpphh.. Yyyeess.. Aku keluar sayangg.. Yyeess”
Mbak Ayu setengah menjerit tertahan.
Mbak Ayu melanjutkan aksi mulutnya di penisku yang sempat
tertunda sebentar, tangannya terus mengocok dan memijat naik turun batang
penisku.
“Aaahh.. Mbaakk.. Euh euh.. Yess.. Euh.. Ahh.. Aku mau
keluar..” tubuhku menegang dan air maniku tumpah didalam mulut Mbak Ayu dan
belepotan di tangannya, Mbak Ayu terus menjilati dan menghisap sisa sisa air
maniku yang masih menetes dari penisku.
Aku memeluk Mbak Ayu dan mencium Bibirnya lalu kurebahkan
Mbak Ayu diatas sofa langsung saja aku menjilati vaginanya dan menghisap
klitorisnya.
“Oouuhh.. Vi. Yes.. Jilat terus say.. Jilat vaginaku. Aahh.
Ouh ouh.. Yes. Masukin vi.. Masukin sayang.. Aku sudah nggak tahan nih..”
Mbak Ayu memintaku untuk duduk di sofa, Mbak Ayu membuka
kakiku dan menjilati batang penisku hingga basah dengan air liurnya. Setelah
beberapa saat, Mbak Ayu mengangkangi pinggangku dan menuntun masuk penisku
menuju vaginanya. Penisku perlahan tapi pasti hilang ditelan vagina Mbak Ayu,
Mbak Ayu menaik turunkan tubuhnya dan sesekali memutar pantatnya dan aku
menghisap, meremas remas kedua payudaranya.
“Ouuhh.. Vi.. Enak banget sayang.. Yess.. Yess.. Vi.. Dorong
sayang.. Dorong yang kenceng..” desah Mbak Ayu setengah menjerit tertahan
sewaktu aku mengocok penisku di vaginanya dengan cepat dan keras.
Mbak Ayu terus memompa tubuhnya naik turun dan sesekali
memutar pantatnya, payudaranya bergoyang tak menentu, tubuhnya bertumpu pada
tangannya yang mencengkeram pahaku. Rambutnya yang panjang sesekali menggelitik
dadaku pada saat Mbak Ayu menundukkan kepala dan menggelitik pahaku waktu Mbak
Ayu menengadahkan kepalanya kebelakang. Aku menggendong Mbak Ayu dan
merebahkannya diatas karpet dan kupompa tubuhnya dengan cepat.
“Ouhh.. Vii.. Yes yes.. Ouh.. Mmpphh.. Mmpphh.. Yess..
Kenceng sayang yang kenceng say.. Aku sudah mau.. Keluarr..” Mbak Ayu mendesah
panjang, tubuhnya menegang dan bergetar dan penisku terasa dibasahi oleh cairan
kehangatan Mbak Ayu.
Hal ini membuatku semakin terangsang dan terus memompa tubuh
Mbak Ayu. Setelah beberapa lama aku berdiri dan menarik Mbak Ayu agar berlutut,
kukocok penisku dihadapannya sementara Mbak Ayu memegang pahaku dan sesekali
menjilati terkadang menghisap kepala penisku.
Aku terus mengocok di hadapan wajahnya dan tanpa sengaja aku
melihat pintu dapur yang sedikit terbuka dan tampak Bi Inah sedang berdiri
dibalik pintu mengintip perbuatanku dengan majikannya. Aku terus mengocok dan
memasukan penisku ke mulut Mbak Ayu minta dijilat atau dihisap.
“Ouuhh.. Mbaakk.. Yes.. terus Mbak.. Isep terus.. Yess..
Ouh.. Bentar lagi Mbak.. Bentar lagi.. Aku mauu.. ahh..” desahku panjang
bersamaan dengan keluarnya airmaniku dan mengenai wajah Mbak Ayu serta sebagian
menetes ke payudaranya.
Mbak Ayu menjilat dan menghisap sisa sisa air maniku. Aku dan
Mbak Ayu berciuman. Kami berdua membereskan pakaian yang berantakan di ruang TV
dan menuju kamar. Aku langsung tertidur sambil memeluk Mbak Ayu. Esok harinya
Mbak Ayu membangunkan aku dan berpesan agar aku jangan pulang dulu sebelum Mbak
Ayu pulang.
“Jangan pulang dulu ya Vi, sebelum aku dateng.”
“Memang Mbak mau kemana?”
“Aku mau ke bank dulu terus mau studio dulu ada yang mau aku
urus, kalau mau sarapan minta siapin Bi Inah aja ya.”
Mbak Ayu mencium Bibirku dan pergi meninggalkan kamar.
Terdengar suara Mbak Ayu meminta Bi Inah agar menyiapkan sarapan buatku. Tak
lama kemudian terdengar suara mobil Mbak Ayu meninggalkan rumah.
Aku bangun dan berjalan keluar kamar dan mencari Bi Inah dan
ternyata Bi Inah sedang mandi. Kamar mandi Bi Inah terletak di belakang rumah
dan diatasnya terdapat lubang angin yang cukup besar.
Aku mengambil kursi dan mengintip Bi Inah yang sedang mandi.
Bi Inah umurnya hampir sama dengan Mbak Ayu sekitar 39 tahun. Tubuh Bi Inah
lebih kurus dibanding dengan majikannya tingginya sekitar 165cm, kulitnya sawo
matang, wajahnya biasa tapi manis tipikal orang Jawa Tengah.
Aku mengintip melalui lubang angin diatas pintu tampak Bi
Inah sedang menyabuni tubuhnya dan meremas remas payudaranya yang berukuran 34
secara bergantian, tampak bulu bulu lebat di vaginanya. Penisku kembali tegang
melihat pemandangan itu.
Ketika Bi Inah mengambil handuk, aku langsung buru buru masuk
ke dalam rumah dan duduk menonton acara TV. Tak lama kemudian Bi Inah masuk
dengan rok terusan panjang semata kaki berwarna biru muda memetakan bentuk
tubuhnya dan rambutnya yang panjang sebatas pinggang dibiarkan tergerai lepas.
“Eh Den Ovi sudah bangun, mau sarapan Den?”
“Mau dong.. Laper nih, masak apa Bi? Habis mandi ya Bi Inah?”
Bi Inah mengangguk, aku berdiri menuju meja makan, sementara penisku yang
berdiri tegang tampak jelas tercetak dibalik celana pendekku karena aku memang
sengaja tidak mengenakan celana dalam.
“Bibi masak nasi goreng sama telor ceplok setengah mateng
nih.”
Aku sengaja berdiri disamping Bi Inah dan melihat makanan apa
yang disediakan olehnya sehingga tanpa sengaja penisku menyenggol pinggulnya.
Bi Inah hanya diam dan tak bereaksi lalu kusengaja kugesekan penisku di
pinggulnya terdengar nafasnya mulai tak beraturan. Lalu aku duduk dan mulai
makan. Tak lama kemudian Bi Inah datang membawa minuman.
“Ini minumnya, sama tadi ibu suruh Bibi untuk kasih vitamin
ini.” sambil memberikan vitaminnya kepadaku.
“Makasih ya, Bi Inah nanti pijitin aku ya, pegel nih
badanku.”
“Baik Den, nanti kalau sudah selesai makan panggil Bibi aja
ya.”
“Ehh.. Bibi nggak usah kemana mana, temanin aku ngobrol aja
disini, kan nggak enak makan sendirian.”
Aku dan Bi Inah banyak mengobrol, Bi Inah bercerita bahwa
suaminya bekerja di perkebunan daerah Sumatra dan pulang hanya dua tahun
sekali.
Selesai makan Bi Inah membereskan meja makan dan sekalian membersihkan
ruangan. Aku menyalakan TV dan memutar film yang ada di rak dvd yang ada
disamping TV. Film yang aku putar tergolong kategori X2 sehingga banyak
menampilkan adegan adegan panas yang tidak terlalu vulgar seperti dalam film
kategori X3.
Aku menonton film sambil berbaring disofa dan penisku yang
tegang akibat melihat adegan panas di film mencetak bentuk penisku di celana
bicycle pants yang aku pakai. Bi Inah membersihkan karpet diruangan itu sambil
sesekali melihat adegan di film dan melirik ke arah penisku. Setelah selesai
membersihkan rumah, Bi Inah menanyakan apakah aku jadi dipijat atau tidak. Aku
mengangguk mengiyakan.
“Bentar ya Den Ovi, Bibi mau cuci tangan dulu ama ambil cream
pijitnya ibu.”
“Ya Bi.. Disini aja sambil nonton TV.”
“Ya Den, disofa saja, Ibu juga kalau dipijit suka disofa
koq.”
Bi Inah masuk kekamar Mbak Ayu dan mengambil sebotol cream
juga selembar sprei untuk melapisi kain sofa dan selembar handuk. Aku membuka
bajuku dan Bi Inah mulai memijat punggungku, setelah selesai memijat punggungku
Bi Inah mulai memijat kakiku.
“Den Ovi celana pendeknya dibuka aja ya, biar nggak kena
cream, soalnya kalau kena cream, susah hilangnya kalau dicuci.”
“Nggak ah. Malu kan.”
“Ndak pa pa koq, kan nanti ditutupin pake handuk.”
“Iya deh.” sambil melepas celana pendekku dan mengenakan
handuk yang diberikan oleh Bi Inah, lalu aku langsung kembali tengkurap di
sofa.
Bi Inah mulai memijat telapak kedua kakiku. Setelah telapak
kaki dan betisku Bi Inah mulai memijat paha kananku dan sesekali jari jarinya
menyerempet buah zakarku, selesai dengan yang kanan Bi Inah mulai memijat paha
sebelah kiri.
“Balik badan dong Den ovi, sekarang dadanya Bibi pijitin ya.”
Aku membalikkan tubuh terlentang, handuk di pinggangku
sedikit terbuka. Bi Inah menggeser tanganku diatas pangkuannya agar dia lebih
leluasa memijat dadaku. Bi Inah memijat dadaku sementara aku mengelus elus
punggung Bi Inah dan Bi Inah tidak bereaksi hanya tersenyum manis.
“Bi.. Kakiku pijit lagi ya, masih pegel nih.”
“Sebentar ya Den ovi, dikit lagi nih tinggal perutnya.”
sambil memijat perutku sesekali tangannya menyenggol penisku yang sudah tegang
dari tadi.
Selesai memijat perutku Bi Inah mulai memijat pahaku lagi dan
kubiarkan handukku terbuka sehingga memperlihatkan penisku yang sudah tegang.
Aku pura pura tidur, kuintip Bi Inah yang sesekali melihat penisku.
Selesai dengan kakiku Bi Inah menarik tangan kiriku untuk
dipijat, waktu Bi Inah memijat tanganku posisi telapakku persis di depan
payudaranya dan dengan sengaja kugerakkan tanganku sehingga menyenggol
payudaranya. Demikian juga pada saat Bi Inah memijat tangan kananku.
Kuberanikan meraba payudaranya dan mengelusnya dari luar
pakaiannya.
“Den Ovi, jangan dong.” setengah menolak tapi tidak berusaha
menyingkirkan tanganku dari payudaranya. Aku terus memberanikan diri meremas
remas kedua payudaranya.
“Ssshh.. Den Oovvii.. Mmm..” dia mendesah, aku duduk dan
menarik tangannya ke arah penisku. Bi Inah hanya meremas remas penisku.
“Bi Inah, jangan diremes gitu dong kan sakit.”
“Maaf Den, abis Bibi gemes sih.” Bi Inah merubah remasan
tangannya menjadi kocokan yang lembut di batang penisku. Aku mencium Bibirnya
dan Bi Inah membalas ciumanku, aku mulai meraba pahanya dan mengangkat roknya.
“Ouuhh.. Denn Ovii.. Mmm.. Sss..” desahnya pelan.
Aku meraba celana dalamnya yang sudah basah karena sudah
terangsang dan kuselipkan jariku ke dalamnya. Kumasukan jariku ke dalam
vaginanya dan kukocok vaginanya dengan jariku. Aku merebahkan Bi Inah disofa,
aku berlutut disampingnya sambil meremas remas payudaranya dan berciuman
dengannya.
“Euh.. Euh Den.. Den ovi.. Bibi mau pipis Den.. Ah.. Den
Ovii.. Ahh..” desahnya panjang, vaginanya terasa berdenyut dan kakinya menegang
serta tangannya memegang erat tubuhku.
“Bi Inah lega?” tanyaku sambil terus memainkan jariku didalam
vaginanya sementara tangan Bi Inah kembali mengelus dan mengocok batang
penisku. Kusodorkan penisku ke arah mulutnya.
“Isep Bi, jilat penisku.. Ouh.. Yes.. Euh.. Euh..” desahku
ketika Bi Inah mulai memasukan batang penisku ke dalam mulutnya dan lidahnya
menjilati batangnya.
“Den ovi gede amat sih penisnya, bibi sudah lama nggak
ngerasain ini.” sambil kembali menghisap dan menjilati batang penisku. Bi Inah
menghisap sambil mengocok penisku dengan tangannya.
“Ouh.. Bi Inah.. terus Bi.. Ahh. Enak Bi.. Lagi Bi Inah..
Isep.. Kocok Bi.. Enakk.. Ahh”
Desahku menikmati hisapan, permainan lidah serta tangannya di
batang penisku. Kepalanya bergoyang tak beraturan kekiri kekanan, rambutnya
yang panjang bergoyang tak beraturan.
“Ouh.. Bi Inahh.. terus Bi.. Enak Bi.. Aaahh..” desahku
panjang dan muncratlah air maniku didalam mulut Bi Inah. Bi Inah membuka
mulutnya sehingga air maniku bertumpahan diatas kain penutup sofa.
“Den Ovi koq enggak ngomong sih kalau mau keluar, jadi
ketelen sedikit deh pejunya.”
“Maaf Bi, aku nggak sengaja, habis Bi Inah enak sih ngisep
penisku.”
Bi Inah mengambil tissue diatas meja dan membersihkan sisa
air maniku. Aku mencium bibir Bi Inah dan membuka rok terusan yang dipakainya
dan selanjutnya BH dan celana dalamnya. Bi Inah sudah telanjang dihadapanku.
Payudaranya masih kencang dan putingnya berwarna coklat tua
menantang untuk dihisap. Bi Inah duduk disampingku dan mulai mengocok penisku,
kuremas remas payudaranya dan kuhisap putingnya, Bi Inah mendesah tak karuan
sementara tangannya terus mengocok penisku yang sudah tegang kembali.
Kutarik kepala Bi Inah agar menghisap lagi penisku, setelah
Bi Inah membuat basah penisku kurebahkan Bi Inah diatas karpet lalu
kurentangkan kedua kakinya dan kugesekan penisku di vaginanya sambil kumainkan
klitorisnya dengan ibu jariku.
“Uuuhh.. Den Ovii.. Masukin penisnya.. Masukin Den.. Bibi
sudah nggak tahan nih..” desahnya dan tangannya mencoba menarik penisku agar
dimasukkan ke dalam vaginanya tapi tidak kubiarkan dia memegang penisku.
Kubiarkan dirinya memohon dan memintaku agar segera memasukan penisku ke liang
kehangatannya.
“Den.. Masukin dong.. Ooohh.. Masukin ke vaginaku dong..
Jangan digesek terus.. Den Ovii..” Bi Inah setengah berteriak ketika aku
mendorong masuk penisku dengan tiba tiba. Aku terus mengocok vaginanya dengan
penisku, setelah beberapa lama.
“Ohh.. Denn.. Aahh.. terus Den.. Bibi mau dapet lagi.. Iyaa..
Ohh.. Den kocok yang keras.. Bibi mau dapet lagi.. Ahh.. Aahh.. Bibi dapet
Den.. ahh..” desah Bi Inah dan vaginanya terasa lebih basah karena cairan
kenikmatannya membanjiri vaginanya. Aku terus menggenjot tubuhnya lalu kuputar
tubuhnya sehingga posisi tubuh Bi Inah tengkurap dan aku menindih tubuhnya dari
belakang.
“Den ovi.. Ouh ouh.. Enak Den.. Enakk.. Euh euh.. terus Den..
Den ovi.. Mpphh.. Den ovvii.. Bibi mau dapet lagi.. ahh..” Bi Inah mendesah
panjang dan terasa vaginanya berdenyut kencang. Hal ini membuat penisku terasa
lebih dijepit, aku terus memompa vagina Bi Inah.
“Ouh.. Ouh Den.. terus Den.. Enak banget.. Dorong Den.. Yang
dalem Den.. Ouh.. Denn”
“Ouh Bi Inah.. Aku mau keluar Bi.. Mau keluar..”
“Bareng Den.. Den Ovi.. Bareng Den.. Bibi juga sudah mau
lagi..”
“Iya Bi.. Kita keluar bareng ya.. Bi Innaahh.. Aahh.. Ouhh..
Ouhh..”
“Tahan Bi.. Bi Inah tahan.. Bentar lagi Bi.. Aku sudah mau
keluar..” aku terus memompa tubuhnya sementara Bi Inah mencengkeram kaki meja
dengan kencang dan kepala bergoyang tak beraturan.
“Den Ovi.. Bibi sudah nggak kuat.. ahh.. Ayo Den.. keluar
bareng Den Ovi..”
“Bi aku mau keluar.. Sekarang Bi..”
“Ouh Den.. Enak Den.. Bibi enak Den.. Keluarin Den.. Keluarin
pejunya di vagina bibi Den.. Ouh.. Anget Den.. Peju Den ovi anget.. Jangan
dicabut dulu Den penisnya.. Ouh ouh.. Den ovii.. Enak Den..”
Lalu kucabut penisku dan dilapnya penisku oleh Bi Inah. Bi
Inah mencium penisku dan menghisapnya sebentar dan membiarkanku istirahat.
“Makasih ya Bi Inah, vagina bibi enak banget.”
“Sama Ibu enak mana?” aku hanya tersenyum.
“Sama enaknya koq Bi.. Tadi malam Bibi ngintip ya?”
“Lho koq Den ovi tahu?” wajahnya menunjukan keterkejutannya.
“Aku liat koq Bi Inah ngintip dari pintu dapur.”
“iya Den.. Maaf ya.. Abis tadi malem bibi nggak bisa tidur..
Pas mau nonton TV, eh liat Den Ovi lagi diisepin ama Ibu.”
“Jadi bibi lama dong ngintip aku ama ibu lagi ‘main’?”
“Iya.. Makanya bibi jadi nafsu banget tadi malem, apalagi
waktu Den Ovi ngocok depan muka ibu..”
Bi Inah memakaikan celanaku dan membereskan pakaiannya lalu
dia berjalan ke belakang. Terdengar suara air dibelakang, rupanya Bi Inah
sedang membersihkan badan. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Selesai mandi
Bi Inah sudah mengenakan pakaiannya kembali, rambutnya yang panjang digelung ke
atas dan sedang menyiapkan makan siang.
“Makasih ya Bi Inah.” sambil kupeluk dari belakang dan
kuremas peyudaranya dan kucium lehernya.
“Iya Den, sama sama. Bibi sudah lama nggak kayak tadi, jangan
bilang Ibu ya, nanti Ibu marah sama saya.” sambil menggelendot manja padaku.
Aku mengangguk dan menciumnya sekali lagi. Tubuhnya wangi
sabun dan rambutnya digelung ke atas sehingga menampakan lehernya yang bersih.
Bi Inah memang selalu merawat tubuhnya. Hanya nasib yang membedakan Bi Inah
dengan Mbak Ayu.
Menurutku jika Bi Inah dandan dan mengenakan baju mahal, dia
tidak tampak seperti pelayan. Menjelang sore Mbak Ayu datang dan membangunkan
aku yag tertidur di depan TV. Aku segera mandi dan keluar kamar mandi hanya
mengenakan handuk.
Mbak Ayu hanya mengenakan daster pendek dan sedang
membereskan lemari pakaiannya. Kupeluk Mbak Ayu dari belakang dan kuciumi
lehernya yang putih sambil kuremas remas kedua payudaranya yang tidak
mengenakan bra.
“Ouuhh.. Vvii.. Sshh.. Mmm.. Terus.. Say.. Ouh.. Sshh..
Mmpphh..”
Tangan Mbak Ayu menarik handukku, memegang penisku dan
mengelus elus penisku yang sudah tegang. Kudorong tubuhnya menghadap tembok
lalu kuangkat dasternya dan kuciumi serta kujilati pantatnya sambil kutarik
turun CD-nya.
MbakAyu membalik tubuhnya, kujilati serta kuciumi bulu tipis
dibawah perutnya sementara ibu jariku memainkan klitorisnya dan jari tengahku
bermain didalam vaginanya. Mbak Ayu mendesah tak karuan dan mendorong kepalaku
agar menjilati vaginanya.
Setelah kujilati beberapa lama tubuhnya menegang, tangannya
menekan kepalaku dan Mbak Ayu mendesah sedikit berteriak menikmati orgasmenya.
Aku duduk disofa dan Mbak Ayu menghisap penisku tiba tiba Bi Inah membuka pintu
dan masuk membawa pakaian Mbak Ayu, tampak kaget dan menjatuhkan pakaiannya
kelantai.
“I.. Ibu?” dengan nada terkejut.
“Sini Bi..”
Bi Inah duduk disamping Mbak Ayu.
“Maaf bu, saya ndak tahu kalau ibu..” sambil menundukan kepala.
“Ya sudah ndak pa pa koq Bi. Tapi lain kali ketok pintu dulu
ya.”
Mbak Ayu memegang dan membimbing tangan Bi Inah ke penisku.
Bi Inah tampak malu.
“Sudah Bi, ndak usah malu. Ayo sini.” Mbak Ayu sambil menarik
Bi Inah menggantikan posisinya dihadapanku. Tangan Bi Inah mengelus penisku dan
Mbak Ayu memeluknya dari belakang. Bi Inah tersenyum melihatku dan mulai
mengocok penisku, Mbak Ayu membuka baju Bi Inah. Bi Inah hanya mengenakan bra
dan CD saja, Mbak Ayu memegang penisku dan tangannya yang satu lagi menarik
kepala Bi Inah agar menghisap penisku.
“Ouh. Bi. Oh. Yeess.. Jilat Bi.. Ouh. Ouh. Aahh.” Bi Inah
menjilati dan mengulum penisku, Mbak Ayu meremas remas payudara Bi Inah dan
membuka bra-nya.
“Terus jilat penis ovi Bi, isep Bi.” Bi Inah mengikuti semua
perkataan majikannya. Bi Inah mengulum penisku, Mbak Ayu meremas payudara Bi
Inah, menciumi tubuhnya dan menelanjanginya. Bi Inah dan Mbak Ayu bergantian
menghisap dan menjilati penisku.
Kuraih tubuh Bi Inah, kududukan dia diatas sofa, kucium
bibirnya, lehernya, kuremas payudaranya dan kuhisap putingnya bergantian. Mbak
Ayu disebelahnya juga meremas payudara Bi Inah dan memainkan klitoris dan
vaginanya sendiri.
Aku lalu menjilati vagina Bi Inah dan Mbak Ayu bergantian.
Kedua tanganku memainkan vagina mereka. Terkadang kuhisap puting payudara Mbak
Ayu dan Bi Inah bergantian.
“Ouh Vii. Yes. Isep say.. Isep putingku.. Ouh..”
“Denn.. Kocok vagina bibi.. Aahh.. Enak Den.. Uh uhh..”
Mereka mendesah tak karuan dan Bi Inah menarik kepalaku agar
menjilati vaginanya.
“Oh oh.. Denn.. Jilat Den. Jilat vagina bibi.. Bibi mau
dapet.. Ah..” tubuhnya menegang dan vaginanya berdenyut, Bi Inah mencapai
orgasmenya yag pertama lalu aku menjilati vagina Mbak Ayu.
“Ouh Vii.. Mphh.. Mmpphh. Jilat say.. Jilat klentitku. Isep
say.. Aah.. Vii.” tubuh Mbak Ayu menegang dan bergetar, kedua kakinya menjepit
kepalaku, tak berapa lama jepitannya mengendur.
“Ayo Vii.. Entot aku sayang. Aku sudah nggak tahan nih..”
“Iya Den.. Bibi juga mau rasain penis Den ovi..”
Aku merebahkan mereka berdua diatas kasur, kugesekan penisku
divagina Mbak Ayu. Bi Inah meremas payudara Mbak Ayu dan sesekali menghisap
putingnya.
“Uh.. uh.. Vii. Masukin sayang.. Ouh.. Ouh. Isep Bi.. Isep
tetekku.. Vii..” tubuh Mbak Ayu melengkung ketika aku memasukan penisku hingga
mentok ke dinding rahimnya.
“Vii.. Ahh terus sayang.. Yang kenceng. Ahh. Aahh.. Bii
Inaahh.. Isep..”
Mbak Ayu mendesah tak karuan, tangannya memegang kepala Bi
Inah di payudaranya dan tangannya satu lagi memainkan klitorisnya sendiri. Aku
terus memompa Mbak Ayu sambil memainkan vagina Bi Inah dengan dua jariku. Aku
kocok vaginanya dan ibu jariku memainkan klitorisnya.
“Ouh denn.. Enak Den.. Mmpphh mmpphh.. Terus Den..” Bi Inah
mendesah dan rambutnya yang disanggul ditarik lepas oleh Mbak Ayu.
“Ouh Mbak. Yess.. Aku mau keluar Mbak.. Aku mau keluar.. Mbak
Ayu.. Ouh.. Yess..”
“Vii.. Bareng Vi.. Aku sudah diujung nih.. Bi isep terus..
Ouhh.. Yess.. Aahh.” tubuh Mbak Ayu bergetar, kakinya menjepit pinggulku,
vaginanya terasa berdenyut dan membasahi vaginanya. Penisku terasa lebih
dijepit vaginanya.
Terus kugenjot tubuh Mbak Ayu dan kuputar tubuhnya sehingga
membuat posisi doggy style, kutarik tubuh Bi Inah dan kucium bibirnya sambil
terus kugenjot tubuh Mbak Ayu.
“Terus Vii.. Keras Vi.. Lebih kenceng say.. Aku mau keluar
lagi.. Yeess.” desahnya dan tangannya mencengkeram sprei, kepalanya bergerak
tak beraturan. Aku terus berciuman dengan Bi Inah dan tangan Bi Inah memijat
buah zakarku menambah kenikmatanku.
Aku rebahkan Mbak Ayu dan kakinya kuletakan dipundakku,
kupompa tubuh Mbak Ayu dengan keras.
“Ouhh.. Vii.. Terus say.. Aahh.. Aku mau dapett.. Ovii..
terus say.. terus vi.. Ahh ahh.. Ouhh ouuhh.. Yeess..”
“Uh uh Mbak Ammyy.. AaARRGGHH.. AH AAHhh.” aku mendesah
panjang berbarengan dengan Mbak Ayu juga tumpahnya air maniku di vagina Mbak
Ayu.
Aku merebahkan diri disampingnya. Kucium bibirnya lembut. Aku
menarik tubuh Bi Inah agar mengangkangi mukaku dan kujilat vaginanya serta
kuhisap hisap klitorisnya. Bi Inah mendesah dan mengerang keenakan, rambutku
dijambaknya agar terus menjilati vaginanya.
“Jilat Den.. Isep klitoris bibi.. Ouh uh denn.. Bibi mau
dapet..”
Bi Inah menggoyang pantatnya, vaginanya terasa basah dan
kuhisap cairan yang menetes dari vaginanya. Kurebahkan Bi Inah disamping Mbak
Ayu dan kumasukan penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah.
“Ouhh Den Ovii.. Enak Den.. terus Den.. Ouh ah ah ah.. Denn
ovii.” aku terus menggenjot vaginanya dan kuputar pinggulku. Aku miringkan
tubuhnya dan kuangkat kakinya satu kepundakku. Setelah beberapa lama kuputar
tubuhnya dan kuangkat pantatnya sehingga Bi Inah dalam posisi tengkurap dan
pantatnya menungging lalu kumasukan panisku ketubuhnya.
“Ouh Denn.. Enak Den.. Enak banget.. Oh oh.. Bibi mau dapet
denn.. Bibi mau dapet lagi.. Ayo Den keluar bareng.. Ouh ouh..”
Bi Inah mencengkeram pinggir tempat tidur, Mbak Ayu terus
meremas remas payudara Bi Inah dan sesekali mencium bibirnya.
“Ayoo Den.. Bibi sudah nggak kuatt.. Aahh aahh.. Denn..
Cepett.. Bibi sudah nggak tahann..” desahnya berbarengan dengan denyut
vaginanya dan terasa basah, rupanya Bi Inah mencapai orgasmenya lebih dulu. Aku
terus memompa vaginanya.
“Bibii.. Aahh aahh.. Aku mau keluar.. Bi Inahh.. Aahh..” aku
cabut penisku dan kukocok penisku, Mbak Ayu memutar tubuh Bi Inah agar
terlentang dan mencium bibirnya serta meremas payudaranya dan aku menyaksikan
adegan ciuman antara Bi Inah dan Mbak Ayu. Aku genjot kembali tubuh Bi Inah.
“Bi Inahh.. Oouuhh..” desahku dan tumpahlah air maniku
didalam vagina Bi Inah, kucabut penisku lalu Mbak Ayu dan Bi Inah bergantian
mengulum penisku membersihkan mengharapkan sisa sisa air maniku. Aku mencium
Mbak Ayu dan merebahkan diriku diatas tubuh Bi Inah.
“Makasih ya Bi, vagina bibi enak banget.”
“Iya Den, penis Den Ovi gede pas di vagina bibi.” lalu aku
memeluk Mbak Ayu dan mencium lembut bibirnya.
“Makasih ya Mbak.”
“Iya vii sama sama, kamu sudah ngasih Mbak kepuasan.” sambil
memelukku dan mencium keningku.
Aku sempat melakukannya sekali lagi dengan Mbak Ayu dikamar
mandi. Kemudian aku memesan taksi dan berpamitan untuk pulang. Demikianlah
kisahku yang lain dengan Mbak Ayu.
No comments:
Post a Comment