Bagi saya, ini adalah aib yg seharusnya tdk dibeberkan kepada
orang lain. Aib yg sangat berpengaruh pada kehidupan saya jika ini terbongkar.
Namun Cerita terbaru ini perselingkuhan dengan isitri temanku berani saya
ungkapkan disini, karena kerahasiaan bisa terjaga.
Nama saya Bimo, usia saya kini 29 tahun. Istri saya (yg saya
nikahi 3 tahun yg lalu) bernama Dina. Kami bertemu saat kuliah, dia lebih muda
dua tahun dari saya. Manis menurut saya dengan tinggi 160 cm. Saya sangat
mencintai istri saya karena sangat pengertian.
Kami sudah mempunyai anak (laki-laki) berumur 1,5 tahun,
lucunya anak saya ini, saya bisa tahan bermain dengannya sampai berjam-jam.
Itulah sebabnya saya sering berkata kepada teman-teman saya bahwa kebahagiaan
abadi adalah jika kamu pulang dari kantor kemudian bermain bersama anakmu.
Namanya Jason, sengaja saya namakan demikian karena saya
sangat suka dengan point guard Phoenix Sun yaitu Jason Kidd. Untungnya dia juga
sudah mulai suka memantul-mantulkan bola ke tanah, sebuah dasar permainan
basket.
Saya bekerja disebuah perusahaan multinasional yg bermarkas
di Jerman. Penghasilan saya lumayan, lebih dari cukup malah, sehingga saya bisa
tinggal di perumahan elite di pinggir kota Jakarta. Namun saya lebih suka hidup
sederhana, mobilpun hanya punya satu.
Saya punya sobat kental yg bernama Doni. Persahabatan saya
dengan Doni sudah terbina sejak kami masih sama-sama TK. Usianya sama dengan
saya, kami hanya berbeda satu bulan (saya lebih tua). Perkenalan saya dengan
Doni terjadi karena kami saling berebut kue ulang tahun yg dibawa oleh teman
kami. Saat itu, seperti layaknya anak kecil kami bertengkar yg kemudian
berkembang menjadi perkelahian ala anak kecil.
Doni sempat terjengkang saat itu, demikian juga saya yg
terjatuh karena kaki saya ditendangnya setelah ia terjatuh kena pukulan saya.
Dilerai oleh guru, kamipun akhirnya berkenalan. Hukuman yg diberikan Ibu Yanti
adalah selama satu bulan selama di sekolah, kami harus bersama terus. Ternyata
hukuman seperti ini sangat efektif karena sejak saat itu pula kami selalu
bersama. (Hukuman dari Ibu Yanti ini sepertinya bisa dicontoh oleh guru-guru
lain…..).
Kebersamaan kami tdk hanya di TK. Ketika masuk SD, kami ingin
sekali untuk tetap bersama. Kebetulan niat kami ini menjadi kenyataan. Kami
masuk ke sebuah SD swasta yg terkenal amat disiplin. Seingat saya, kami hanya
sekali terpisah selama SD, SMP dan SMA, yaitu kelas empat SD. Sisanya kami
selalu sekelas. Hingga SMA kami selalu mempunyai prestasi di sekolah yg hampir
sama. Jika Doni dapat ranking tiga maka saya dipastikan akan berada di
peringkat dua atau empat. Terhitung saya unggul lima kali dan Doni tujuh kali.
Kedekatan saya dengan Doni juga mengimbas ke kedua orangtua
kami. Saya sudah seperti anak sendiri di depan orangtuanya demikian pula
sebaliknya. Ketika kecil, kami sering bergantian menginap. Ini memang
memudahkan kedua orangtua kami untuk mengontrol kami. Kalau saya menginap di
rumah Doni, maka ibunya segera menelepon ibu saya dan mengatakan bahwa saya
menginap dirumahnya. Hal serupa juga terjadi pada Doni.
Satu-satunya yg berbeda pada kami hanya sifat. Saya orang yg
mudah sekali bergaul. Setiap ada pertemuan, hampir dapat dipastikan saya
menjadi centre of attention karena kemampuan saya untuk berbicara. Doni
sebetulnya bukannya tdk baik berkomunikasi, ia hanya lebih pendiam, itu pula yg
membuatnya tampak lebih berwibawa dibanding saya.
Hobi kamipun sama yaitu main sepakbola dan basket. Jika main
sepakbola, Doni biasa menempati posisi wingback kanan, sedang saya gelandang
bertahan. Karena wibawanyalah, Doni selalu menjadi kapten saat bermain
sepakbola. Di basket, posisi yg sering di tempatinya adalah posisi small
forward. Saya sendiri biasa diposisi shooting guard.
Kami memang ditakdirkan untuk bersahabat. Selain hobi dan
tetek bengek lain yg sama, kami sama-sama bungsu dari empat bersaudara. Jumlah
kakak perempuan dan laki-laki pun sama, hanya berbeda urutan. Keluarga Doni,
laki-laki-perempuan -perempuan- laki-laki sedang saya, perempuan-laki-
laki-perempuan- laki-laki.
Tinggi kami berdua tdk berbeda jauh yaitu sekitar 180 cm,
hanya saja Doni lebih tinggi dari saya sekitar satu cm. Penampilan fisik kami,
kalau boleh saya sedikit sombong, sangat OK. Banyak teman-teman wanita kami yg
tertarik kepada kami.
Ketika kuliah (tempatnya juga sama di sebuah perguruan tinggi
swasta di Bandung, jurusan manajemen), kami tetap satu kost. Tapi karena
namanya juga kost-kostan, kami tdk bisa memilih untuk bersebelahan kamar. Doni
mendapat kamar di lantai dua sedang saya dilantai satu.
Prestasi kami saat kuliah juga hampir mirip dengan prestasi
kami di TK-SD-SMP-SMA, hanya saja kali ini karena kuliah kami tdk mungkin
sekelas terus. IP kami yg selalu mirip, kisarannya sekitar 2,7-2,8. Yg ajaib,
saat sebelum sidang sarjana, IPK kami sama persis yaitu 2,76. Karena malam
sebelum sidang (kami sidang berbarengan) saya sibuk menjadi mentor bagi Doni,
akhirnya saat sidang sesungguhnya saya hanya mendapat nilai B dan Doni justru
A. Akan tetapi, hal ini bukanlah masalah bagi saya.
Dua tahun terakhir sebelum lulus, Doni tertarik dengan gadis
sekampus kami yg berada di angkatan dua tahun lebih muda. Nama gadis tersebut
Nadia. Rupanya sangat cantik, berhidung mancung, berkulit putih mulus, berdarah
bule sedikit (ayahnya indo-belanda) . Tingginya sekitar 175 cm dengan berat
badan yg sangat proporsional. Yg kurang proporsional menurut saya hanyalah
dadanya yg sedikit kebesaran. Singkat kata Nadia sangat seksi. Jujur saja, saya
sempat suka dengannya.
Awal-awal pendekatan, Doni selalu mengajak saya bila apel ke
rumah Nadia. Alasannya singkat saja
“Loe khan pinter ngomong…”. Karena saat itu saya juga belum
punya pacar, kami sering sekali jalan bertiga.
Tak heran jika Nadia kemudian dekat juga dengan saya.
Kedekatan saya dengan Nadia bahkan sudah melebihi kedekatannya dengan Doni. Ini
saya anggap sudah sangat berbahaya, jadi akhirnya saya memutuskan untuk tdk
lagi menemani Doni.
Pendekatan Doni untuk mencairkan hati Nadia berlangsung cukup
lama, kurang lebih 1,5 tahun. Malah akhirnya saya yg lebih dahulu mendapat
pacar, yaitu Dina yg saya dekati selama kurang lebih enam bulan. Dan tak lama
(kurang lebih satu bulan) setelah saya dan Dina resmi pacaran, merekapun
menyusul resmi berpacaran. Bahagianya hati kami saat itu.
Nadia juga yg mempunyai usul agar kami mengontrak rumah
bersama (maksudnya saya dan Doni). Dan usulan ini kami anggap sangat bagus dan
enam bulan sebelum lulus, kami pindah kerumah kontrakan kecil berkamar dua.
Nadia dan Dina sering datang dan mengurusi segala kebutuhan kami, dari mulai
makan hingga keperluan kami sehari-hari. Saat itu kami merasa sebagai dua cowoq
paling beruntung di dunia.
Kebiasaan kami untuk menjaga keamanan adalah sistem bawa
kunci sendiri-sendiri. Setiap saat pagar rumah di gembok dan pintu rumah
dikunci, ada atau tdk ada orang. Kebiasaan Doni jika pulang kerumah adalah
teriakannya yg khas
“Permisi…! “, saya tdk mempunyai kebiasaan itu. Ini pula
akhirnya yg menjadi tanda siapa yg pulang.
Setelah lulus, kami sibuk mencari kerja kesana kemari. Doni
lah yg paling beruntung diantara kami. Baru sebulan lulus, dia sudah menerima
panggilan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, sedang saya juga sudah sering
terima surat balasan, tapi isinya kerap berisi penolakan.
Sebulan setelah dipanggil, Doni dinyatakan diterima di
perusahaan tersebut. Inilah yg membuatnya menjadi sering bolak balik
Jakarta-Bandung. Saya menjadi sering sendirian di rumah, walaupun Dina masih
sering datang dan menemani saya. Saya dan Doni walaupun mempunyai pacar yg
sering berkunjung ke rumah, sangat menjaga pergaulan. Saya dan Dina kerap hanya
berciuman dan berpelukan jika dirumah, demikian pula dengan Doni dan Nadia.
Kami juga menjunjung sopan santun yg menjadi dasar budaya suku kami.
Suatu hari, saat saya sedang sendirian dirumah, Nadia
menelepon. Saya katakan bahwa Doni belum pulang dari Jakarta. Namun, rupanya
Nadia justru ingin berbicara dengan saya. Mulanya saya pikir hanya akan
berbicara di telepon, paling nanya soal Doni, pikir saya. Rupanya Nadia ingin
berbicara langsung dengan saya dan meminta ijin untuk datang. Saya ijinkan,
kebetulan Dina kuliah sampai malam dan baru besok datang ke rumah kontrakan
ini.
Kira-kira pukul satu, dengan mukanya yg ceria Nadia datang.
Setelah mengunci pagar dan pintu kami duduk di ruang tamu (kebetulan, ruangan
dirumah ini selain dua kamar tidur, hanya ruang tamu ini). Nadia saat itu
mengenakan pakaian yg sudah menjadi ciri khasnya, jeans ketat, kaus juga ketat
dengan rompi diluarnya.
Kami berbincang-bincang dan bercanda cukup lama. Kami memang
sangat nyambung jika ngobrol, jadi obrolan seakan mengalir tanpa diatur. Sampai
tiba-tiba Nadia menundukan kepalanya dan ketika kepalanya terangkat lagi, saya
llihat butiran airmata mengambang disudut matanya.
“Nad, kenapa…?” aku segera bertanya sambil berjalan
mendekatinya.
Dengan mata merah dan airmata yg siap meleleh, Nadia berkata
bahwa suasana seperti ini sudah lama ia harapkan. Saya jadi bingung akan
maksudnya berkata seperti itu.
“Gue sangat mengharapkan bisa ngobrol berdua sama loe sudah
sejak lama Bim,” ucap Nadia sambil menyeka airmatanya.
Saya berlutut didepannya sambil bertanya lagi maksudnya apa.
Ia mengulangi perkataannya dan menambahkan bahwa maksudnya adalah ngobrol
berdua dengan saya.
Saya masih kebingungan dan tak bisa berbicara ketika dari
mulut Nadia keluar pernyataan yg mengagetkan,
“Gue sebetulnya suka sama loe, Bim”. Hah? Saya terlonjak
kaget dan tetap tak mampu berkata-kata.
Kemudian Nadia menambahkan bahwa dirinya sangat terpukul
ketika tahu bahwa saya dan Dina resmi pacaran. Harapannya musnah, impiannya
melayg, angannya terbang yg berakibat ia akhir luluh didepan Doni. Bersedianya
ia menjadi pacar Doni rupanya terdorong rasa kecewanya gagal mendapatkan saya.
Atas dasar itu juga Nadia memberikan usul agar saya dan Doni tinggal dirumah
kontrakan ini, maksudnya agar ia bisa setiap hari melihat saya, sekedar melihat
saya.
Semakin lama berpacaran dengan Doni, hatinya justru semakin
kuat melekat pada diri saya. Ia tahan berada di rumah ini hanya untuk melihat
segala aktivitas saya seharian, walaupun itu dilakukannya dalam pelukan dan belaian
Doni. Tak dipungkirinya, Doni sangat ia sayangi, tapi cintanya tetaplah pada
saya. Ia membutuhkan orang yg mampu menjadi tempat bertanya, Doni tdk memiliki
itu. Sifat dasar kamilah yg akhirnya menjadi penentu bagi Nadia.
“Bim, maukah kamu peluk Nadia?” Saya terdiam sejenak, sungguh
tak mampu berkata-kata.
Memeluk Nadia? Bagi laki-laki lain kesempatan ini tdk akan
dibiarkan hilang, tapi bagi saya, memeluk Nadia dengan kehangatan cinta adalah
pengkhianatan terhadap Dina dan Doni. Akhirnya segala perdebatan di kepala saya
perlahan-perlahan saya singkirkan. seksigo
Pelan-pelan tangan saya mencari pinggang Nadia dan
mendekatkan tubuh saya kepadanya. Sejenak saya merasakan dada saya menabrak
segumpal benda kenyal di dada Nadia. Tangan Nadia kemudian melingkar dipundak
saya dan segera menarik saya agar lebih menempel pada tubuhnya. Seketika saya
merasakan himpitan kekenyalan dadanya di dada saya. Nadia memeluk saya dengan
kuat dan mulai mencium leher saya sambil berkata pelan dikuping saya,
”Thanks Bim, I love you,”.
Saya hanya tercenung mendengar ucapannya. Kemudian sambil
tetap berpelukan ia mengatakan bahwa jika ia menjadi istri Doni, mungkin ia tdk
akan pernah merasakan keindahan seperti ini. Seumur hidup ia mencari cowoq
ideal buatnya dan baru kali ini menemukannya dalam diri saya. Nadia memang baru
sekali pacaran yaitu dengan Doni. Sangatlah menyesal jika apa yg menjadi
impiannya harus lepas walaupun sudah berada di depan mata. Mendengar
penuturannya, saya hanya berkata bahwa saya juga amat sayang dengannya, tapi
kata-kata saya terhenti oleh sebab yg hingga saat ini saya tdk tahu apa, dan
dengan lembut saya mencium pipinya.
Nadia tertunduk dipundakku sambil tersenyum dan membalas
ciuman itu pada pipi kiriku. Mungkin karena terbawa suasana, Nadia dengan gerak
refleksnya langsung mencium bibir saya dan menahannya lama. Ketika
dilepaskannya ciuman itu, ia tertunduk malu atas kelakuannya, tapi wajahnya
terlihat tersenyum.
“Maaf Bim, mudah-mudahan kamu ngga marah,” ujarnya singkat.
Saya hanya diam dan baru sadar ketika Nadia menarik tubuh
saya dan tubuhnya direbahkan di karpet. Saya merasakan desiran hangat di
sekitar kemaluan saya dan menyadari bahwa milik saya itu sudah menegang menekan
perut bagian bawah Nadia.
Tanpa pikir panjang, saya mencium bibir Nadia dan dibalas
dengan sangat panas olehnya. Sambil terus berciuman, saya melepaskan pelukan
dan mulai meraba tubuh Nadia yg putih mulus itu. Tdk ada dalam pikiran saya
untuk berbuat lebih. Jemarinya juga tdk tinggal diam mulai menjelajahi dan
mengusap-usap punggung saya.
Lama kami bergumul dikarpet ruang tamu itu, berciuman,
menciumi leher masing-masing dan menjilatinya. Kurang lebih sekitar 45 menit
kami bercumbu sampai akhirnya saya berinisiatif menghentikannya. Dengan nafas
tersengal-sengal, Nadia memandangi saya dengan wajah sedikit kesal.
“Kenapa Bim?” tanya Nadia.
“Jangan Nad, nanti keterusan,” jawab saya.
Saya duduk di sofa dan sesaat kemudian Nadia duduk disebelah
saya dengan merapatkan tubuh dan menggelendot manja. Kata-kata terimakasih
mengalir dari bibir ranum yg baru saja saya kulum itu. Ia merebahkan kepalanya
di dada saya dan memeluk saya erat.
Sejak itu, selama sebulan, kami mengulangi perbuatan yg sama
setiap Doni harus ke Jakarta. Jadwal kuliah Dina bisa dengan mudah diketahui
Nadia karena mereka sekampus dan setiap hari Nadia dan Dina kebagian jadwal yg
berbeda.
Sikap kami didepan Doni juga tdk berubah. Sehari-hari kami
berusaha menjaga kewajaran. Semua ini dengan tujuan agar tdk diketahui oleh
masing-masing pasangan kami. Didepan saya, Nadia tetap manja dengan Doni dan
saya tetap mesra didepan Dina.
Dan kami mengulang lagi apa yg sudah sering kami lakukan saat
Doni ke Jakarta. Dina sudah pulang saat Nadia datang. Karena saya ingin mandi
dahulu, tdk saya ketahui ketika Nadia sudah bertukar pakaian. Yg saya ketahui,
ia sudah mengenakan bicycle pant pendek dan kaus oblong putih saat saya selesai
mandi. Darah saya mendesir ketika Nadia menghampiri saya. Ia tampak sangat
seksi dengan lekuk tubuh yg terbayang di kausnya.
Langsung ia memeluk saya dan kami mulai lagi bercumbu. Saat
itu saya juga hanya bercelana pendek. Desiran hangat mengalir deras di sekitar
kemaluan saya ketika saya menindih Nadia. Tangan saya mengusap-usap punggungnya
juga tangannya melakukan hal yg sama. lehernya habis saya ciumi dan saya jilati.
Desahnya semakin menderu.
Entah setan apa yg lewat, saya kali memberanikan diri
memasukan tangan saya ke dalam kausnya. Saya raba perutnya yg indah dan
perlahan-lahan mulai naik ke arah dada. Tak saya kira sebelumnya, Nadia
bukannya melarang malah membimbing tangan saya menuju dadanya. Seumur hidup,
baru sekali ini saya merasakan gumpalan kenyal didada ceweq, bahkan milik Dina
pun saya tak berani.
Tangan saya terdiam diatas dadanya dan kemudian tangannya
diletakan diatas tangan saya dan mulai meremas. Tangan saya jadi ikut meremas
dadanya. Wow, saya sungguh baru sekali ini merasakan lembutnya gumpalan kenyal
milik ceweq. Semakin keras saya remas, Nadia semakin keras mendesah.
Tiba-tiba saya merasakan ada yg meraba kemaluan saya. Saya
lihat, jemari Nadia mulai meraba dan juga meremas-remas milik saya yg sudah
mengeras itu. Tangannya kemudian mulai menyelusup ke dalam celana saya dan juga
menyelusup kedalam celana dalam yg saya pakai. Seketika aliran darah disekitar
kemaluan saya bertambah deras. Tak mau kalah, saya langsung membuka kaitan bra
yg dipakai Nadia dan segera kembali meremas buah dadanya (Saya gambarkan
sedikit, buah dada Nadia mempunyai ukuran yg besar bagi ukuran ceweq indonesia.
Mungkin karena perawatan yg baik, buah dadanya masih kencang).
Semakin panas permainan kami ini sampai akhirnya kami membuka
seluruh pakaian kami dan saling memberikan senyuman. Tak habis-habisnya saya
memandangi tubuh telanjang Nadia dengan sebentuk tubuh yg seksi dan indah. Tdk
mungkin cowoq tdk terangsang jika melihat tubuh indah seperti yg dimiliki
Nadia.
Kali ini giliran Nadia yg menciumi dan menjilati seluruh
tubuh saya. Milik saya sudah mengacung tegang dan jilatan berikut ciuman Nadia
makin turun kebawah. Saya rasa saya sudah tdk tahan lagi. Saya langsung bangun
dan merebahkan Nadia diranjang. Nadia malah mendekap saya ketika saya bergerak
akan menindihnya. Milik saya yg sudah menegang itu menempel keras di
kemaluannya yg berbulu lembut disekitarnya.
Desahnya makin terdengar ketika gesekan terjadi. Nafsu sudah
menguasai kita berdua dan semakin mengkungkung kami saat ujung kemaluan saya
menyentuh mulut kemaluannya. Kakinya berusaha menahan badan saya agar tdk
mendorong tubuhnya lebih dalam. Rintihan kesakitan terdengar saat saya mulai
kembali menekan tubuhnya. Saya sama sekali tdk ingin memasukan milik saya
kedalam kemaluannya, bagaimanapun itu adalah hak suaminya kelak.
Tiba-tiba tangannya meraih milik saya dan menggesek-gesekan
ujung milik saya itu dimulut kemaluannya. Badan terlonjak-lonjak, sayapun
merasakan sensasi yg luar biasa. Kenikmatan yg tdk ada bandingannya. Tubuh saya
bergetar menahan nafsu yg semakin memuncak. Tiba-tiba tubuh Nadia menegang dan
terlonjak amat keras ke kasur. Saya dengar desahnya sempat sangat keras dan
perlahan mereda.
“Sayangku, aku udah ngga tahan lagi,” ujarnya setengah
membisikiku.
Kebimbangan segera hinggap dikepalaku. Wajahnya memancarkan
kehangatan yg berbeda dan saya menjadi tdk berakal. Pelan-pelan saya dorong
tubuh saya dan milik saya perlahan-lahan masuk ke mulut kemaluannya. Wajahnya
meringis menahan sakit sambil terus mendorong tubuh bagian bawah saya agar
perlahan terus masuk.
Mulut kemaluannya terasa sangat sempit. Saya lepas kembali
dan perlahan-lahan saya masukan lagi. Begitu berulang-ulang sampai akhirnya
saya sudah tdk tahan lagi dan seketika menerobos mulut kemaluannya dengan
ganas. Ia terlonjak kaget dan saya lihat airmatanya meleleh tapi wajahnya
tersenyum,
“Ohh…sayangku. ..,” desahnya sambil memelukku erat.
Tubuh saya mulai bergerak naik turun dan saya merasakan
desiran hangat di seluruh kemaluan saya. Terasa ada yg memijit-mijit seluruh
permukaan milik saya itu. Walaupun sambil menahan sakit, Nadia terlihat sangat
menikmati permainan kami tersebut. Permainan yg sama-sama baru kita rasakan
sekarang.
Tak sampai sepuluh menit, mungkin karena masih sama-sama
baru, saya merasakan nikmatnya muncratan cairan hangat dari kemaluan saya
didalam rongga kemaluan Nadia. Kemaluannya seketika menjadi hangat dan dipenuhi
oleh cairan kental dari kemaluan saya.
Nadia memeluk saya dengan sangat erat, ia sesegukan menahan
tangisnya, bibirnya bergumam menyebutkan bahwa ini adalah yg pertama baginya.
Kami berpandang-pandanga n dan saya kemudian bertanya apakah ia menyesal?
Kaget saya dibuatnya ketika dengan cepat ia menggeleng dan
berkata,
”Nadia melakukannya dengan orang yg memang menjadi idaman
Nadia dari dulu, Nadia tdk menyesal…, ” tuturnya diiringi senyuman di bibirnya.
Mungkin karena gemas, ia mencium bibir saya lagi dan
memainkan lidahnya didalam mulut saya.
Sejak peristiwa “the first time” yg kami alami itu, kami
menjadi semakin terobsesi untuk mengulang kejadian itu dan mereguk kenikmatan
yg tdk pernah kami rasakan sebelumnya.
Semua tingka laku kami memang tetap biasa, tdk ada yg
berubah. Saya tdk ingin hubungan saya dengan Dina berantakan karena kegiatan
Nadia dan saya tercium, terlebih lagi terhadap Doni, sobat kental saya yg sudah
saya anggap sebagai saudara kembar itu. Tetapi semua itu akan segera berubah
menjadi nafsu terpendam ketika Doni dan Dina tdk ada. Kami melakukan lagi dan
lagi dan lagi…..seperti tdk ada lagi hari esok dengan makin panas dan bernafsu.
Saya dan Nadia tetap melakukan persetubuhan kami ini sampai
saat menjelang mereka menikah. Bisakah anda bayangkan? Tiga hari sebelum
menikah, kami masih sempat melakukan persetubuhan itu. Ditengah waktu yg sempit
kami melakukannya di dalam kamar kakak Nadia yg memang kosong. Letak kamar
tersebut di paviliun rumah Nadia. Itu kami lakukan ditengah-tengah kesibukan
orang-orang mempersiapkan rumah untuk upacara perkawinan Doni dan Nadia.
Selama sebulan setelah pernikahan mereka (Saya dan Dina
menikah sebulan lebih dulu dari mereka), saya dan Nadia menghentikan perbuatan
biadab tersebut. Sampai suatu hari Doni menelepon saya dan memberitahu bahwa ia
akan tugas ke Eropa selama seminggu sambil menanyakan titipan apa yg saya mau.
Saya menjawab sekenanya karena bayangan saya segera lari ke tubuh indah Nadia
yg sudah sering saya reguk tersebut. Dan benar saja, sepuluh menit setelah itu,
Nadia gantian menelepon saya dan mengajak saya bertemu di sebuah hotel di
daerah Jakarta Selatan.
Kami akhirnya melakukan perbuatan laknat itu lagi dari siang
hingga sore hari seakan kerinduan selama sebulan terobati dengan tiga kali
hubungan badan yg kami lakukan.
Itulah perbuatan kami yg pertama setelah Nadia dan Doni
menikah. Sebulan kemudian, saya mendengar dua kabar baik bahwa Dina dan Nadia
tengah hamil. Saya dan Doni terlonjak kegirangan karena Dina dan Nadia
sama-sama hamil satu bulan.
Kini, Jason dan Grant (anak Doni dan Nadia, diberi nama itu
karena Doni sangat mengidolakan Grant Hill, power forward Detroit Piston) sudah
berumur 1,5 tahun. Keduanya lincah dan cerdas. Hobi mereka sama. Karena saya
dan Doni memang membeli rumah yg bersebelahan, otomatis Jason dan Grant menjadi
dua sahabat kecil selalu rukun.
Grant dan Jason terlihat persis seperti saya dan Doni. Saya
sering mendengar Doni memuji Grant dengan bangga sampai saya sempat kaget
ketika sambil dengan muka ceria Doni berkata,
“Mukanya mirip banget sama elo Bim, liat aja tuh, ngga salah
gue punya sobat kayak elo,” seketika saya melihat Grant dan memang benar,
ciri-ciri fisiknya sama dengan saya sehingga Grant dan Jason selintas seperti
adik kakak.
Kemudian dengan cepat pula mata saya memandang Nadia yg
tersenyum dan begitu bertemu muka dengan saya, ia mengangguk pelan sambil
tersenyum ke arah saya…..
Itulah kisah saya yg panjang dan njelimet, mudah-mudahan tdk
bosan. Saya hanya ingin cerita ini dibaca lengkap agar pembaca bisa memahami
posisi saya dengan baik. Melalui forum ini pula saya ingin meminta maaf kepada
sahabat saya, Doni atas perbuatan kami. MAAFKAN AKU, SOBAT.
Hubungan intim saya dengan Nadia memang tdk sesering dulu
lagi, tapi bagaimanapun saya adalah yg pertama untuknya dan ia adalah yg
pertama bagi saya. Sulit untuk melupakan yg pertama, sebisa mungkin kami
mencoba untuk mengulanginya dan merasakan keindahannya lagi.