Perawakan Nina kurang lebih tinggi 165 cm, 50 kg dengan kulit
putih, rambut hitam lurus sebahu, sama-sama keturunan cina sepertiku juga dan
berumur 20 tahun merupakan mahasiswa di sebuah universitas swasta di Bandung,
ukuran payudaranya 34B dibalut dengan kaos ketat sungguh ideal.
Kami pun mulai mengobrol panjang di kafe tersebut dan pendek
kata kami pun mulai serius tentang hubungan kami yg mungkin lain dari biasanya,
yaitu kegiatan BDSM. Kuketahui juga Nina sudah tdk perawan karena pernah ML
dengan cowonya yg sekarang tdk tahu ada dimana.
Nina terlihat sedikit nakal dan sesuai harapanku yg sedang
mendalami bidang ini. Nina menganjurkan di tempat kosnya, karena katanya dalam
2-3 hari ke depan tdk ada orang lain karena pada mudik liburan. Aku pun setuju
dan berjanji besok aku akan langsung datang ke tempat kosnya.
Hari yg telah ditentukan telah datang, aku pergi menuju 711,
swalayan dekat kampusku, di sana aku membeli beberapa gulung tali pramuka,
jepitan jemuran 1 pack, lilin merah besar yg biasa ada di kuil-kuil 2 buah, dan
beberapa minuman. Siaplah aku menuju cafe yg telah ditentukan, aku dengan
perlengkapan aku di tas sudah lengkap plus belanjaan tadi.
Meluncurlah aku dengan menggunakan motor bebekku ke tempat
kos Nina. Aku mulai memperlahan laju motorku dan melihat alamat yg tertera di
HP-ku, setelah beberapa lama kutemukan sebuah rumah tinggal yg dijadikan tempat
kos. Aku langsung menelepon Nina agar keluar dari tempat kosnya.
Lalu aku melihat Nina keluar dengan pakaian senam yg masih
basah keringat hingga membuatnya makin aduhai.
“Sori gue baru beres joging nih, masuk.., masuk”, kata Nina
sambil membukakan gerbang.
Akupun mulai masuk dan celengak-celinguk melihat kos-an yg
berisi 4 kamar layaknya rumah tinggal biasa.
“Beneran kaga ada sapa-sapa neh?”, tanyaku.
“Kaga ada, pembokat dah pulang dari tadi, now cuma ada lo ama
gue, kapan neh mulainya?”, Jawab Nina.
Aku langsung mengeluarkan tasku dan Nina langsung ikut
melihat barang yg kubawa.
“Hehe.. kok gituan aja seh, disini juga ada kaga usah
repot-repot”, kata Nina sambil mengeluarkan kotak di kamarnya.
“Pake semua yg lu mau ke gue” jawabnya sambil memberikan
kotak tersebut padaku.
“Wahh.., gila lo dapat dari mana semua alat ini?”, tanyaku
karena baru kali ini aku melihat alat-alat penyiksaan yg biasanya hanya aku
liat di internet.
“Jangan rewel, cepetan donk gue dah ga sabar lu bisa apa
aja”, jawabnya.
Tanpa menjawab karena aku masih keasyikan melihat
“barang-barang” yg sebagian masih tdk kuketahui fungsinya.
“OK., siplah ayo kita mulai”, jawabku.
Permainan dimulai, Nina hanya duduk melihatku meninjau tempat
yg ingin aku gunakan.
“Sini lo, gue dapat tempat yg enak buat nyiksa lo”, kataku
sambil tersenyum melihat lapangan basket dengan 1 tiang dengan luas 4×5 meter
di ruangan tertutup belakang kos.
Aku mulai mengambil bambu bulat berukuran 1 1/2 meter dengan
diameter 10 cm dan mengikat tangan Nina bersama bambu tersebut. Hasilnya tangan
Nina terentang ke arah berlawanan seperti orang yg disalib. Belum puas dengan
itu aku mengikat “shibari”, sehingga payudaranya tampak menonjol.
Nina merasa kesakitan terlihat dari wajahnya yg mulai merah,
tapi saat kutanyakan Nina menjawab
“Lanjutin aja gue nikmatin kok, jangan sungkan-sungkan gue
kaga marah gue hepi kok” sambil tersenyum.
Akupun tdk tanggung-tanggung lagi langsung mengambil sepatu
hak tinggi merahnya sekitar 10 cm, penjepit yg telah kubeli, ball gag di kotak
Nina, dan sun block untuk kuoleskan pada kulit Nina karena rencanaku akan
kujemur Nina di lapangan tersebut dalam waktu cukup lama, matahari masih cukup
terik meskipun jam sudah menunjukan pukul 4 sore.
Setelah kuoleskan pada sekujur tubuhnya, aku memasangkan ball
gag ke mulutnya.
Aku yakin Nina tdk akan bisa bersuara lagi. Kemudian sepatu
tingginya untuk memberikan efek pegal dan kejang, aku mulai membuat simpul di
bambu yg menempel di punggung Nina untuk digantung di tiang ring. Akhirnya Nina
hanya menapak pada hak sepatu yg kecil dengan badan tergantung tanpa daya.
Terakhir aku memasangkan penjepit di kedua belah puting, di ketiak, di paha, di
perut, di bagian kemaluannya.
“Erghh. Hh.. Hh..”, kudengar erangan Nina tapi tdk
kuhiraukan.
“Ok gue tinggal dulu, gue laper mo makan”, kataku dengan
senyuman sambil memasangkan 2 jepitan tersisa di daun telinganya, langsung
terlihat Nina berusaha melepasnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya tapi
percuma karena jepitannya cukup kuat.
Maka tinggalah Nina sendirian, karena aku sudah pergi untuk
melihat-lihat “lokasi” berikutnya, lalu aku benar-benar pergi membeli makan tak
jauh dari situ ada tempat makan nasi campur yg sudah jadi langgananku meskipun
aku tdk kuliah di daerah tersebut.
Tak terasa aku sudah makan dan nonton TV, serasa pemilik
rumah tersebut hingga sudah 1 jam lebih aku meninggalkan Nina. Sebenarnya aku
bisa saja berbuat jahat, tapi jika aku hanya ingin kesenangan materi, aku sudah
berkecukupan .
Kutengok Nina yg sudah bersimbah keringat semua baju senamnya
sudah basah. Pertama kulepaas jepitan-jepitan yg terpasang.
“Aarrgg.. Hh..”, desah Nina karena aliran darahnya berjalan
lagi.
Nina terlihat pucat, lemah sekali kehabisan tenaga karena
“upacara” tadi. Kulepaskan juga ikatan pada bambu tapi tali shibari yg
mengelilingi tubuhnya tak kulepas malah kutekukkan pergelangan tangan Nina ke
bagian belakang dan kuikat, dadanya makin menonjol.
Sebenarnya aku cukup prihatin karena walau tak kuikatpun Nina
sudah pasrah dan tdk akan kabur.
Aku tanya padanya,
“Lo masih kuat gak?”, sambil kulepas ball gag yg menyisakan
garis merah di pipinya.
“Gak papa kok gue cuma cape aja”, jawabnya sambil tersenyum
kecil.
Kemudian kupapah dirinya ke kamarnya lalu kusuapi makan dan
minum dengan kondisi tangan masih terikat.
“Sudah siap untuk selanjutnya?”, tanyaku setelah memberinya
waktu istirahat setengah jam yg Nina lewatkan untuk rebahan di tempat tidurnya.
“Ok”, jawabnya lemah.
Lalu akupun mulai membuka semua ikatan yg ada di tubuh Nina.
Meskipun aku sudah tdk tahan ingin ML dengan Nina aku masih kasihan melihat
keadannya. Akupun memandikannya sambil meraba-raba sekujur tubuhnya dan
membincangkan apa yg diinginkan Nina untuk permainan berikutnya.
Jam telah menunjukkan pukul 7 malam saat aku mengajak Nina
makan keluar, Ninapun menyetujuinya dan Nina tdk kuperbolehkan memakai pakaian
dalam baik bra ataupun CD, sebelum Nina menjawab, aku sudah memainkan lidahku
di puting susunya yg mulai menegak dan terdengar desahan Nina.
“Lo boleh ikut tapi kukenakan ini ya”, kataku sambil
mengambil rantai kecil dengan jepitan berskrup di kotak peralatan BDSM Nina.
Kukenakan di sebelah putingnya yg telah menonjol lama, lalu
kukencangkan skrupnya sehingga aku yakin tdk akan lepas, tdk hanya itu, aku
juga mulai foreplay di selangkangan Nina dengan lidah hingga cukup membuat Nina
terangsang dan hampir orgasme karena kumainkan jemariku juga di kemaluannya.
Aku berhenti tapi Nina merengek dan kukatakan agar bersabar, sambil tersenyum
dan mengambil dildo berbentuk kapsul yg biasa ada di film jepang dengan
kekuatan 2 batere kecil.
“Gue pakein ini juga OK”, ujarku sambil memasukkan dildo itu
dalam memeknya yg sudah basah sehingga mudah dimasuki.
Terakhir kuambil tali dan merapatkan Nina dan mengikat paha
atasnya sehingga mainanku akan tetap berada di dalam kemaluan Nina. Aku lalu
mengambil rok hitam ketat sebatas lutut untuk menutupi badan bawah Nina, aku
tertawa kecil ketika aku menyuruh Nina berjalan bak artis melenggok di cat
walk, karena Nina harus menyilangkan kakinya akibat ikatan tadi.
“Sip.. Deh OK kita pergi”, ajakku sambil kukenakan jaket bulu
untuk menutupi badan Nina yg hanya dihiasi rantai.
Kami keluar dengan motorku. Sebelum berjalan, aku menyalakan
switch on pada mainan yg “tertanam” tadi sehingga bergetar dan membuat Nina
kehilangan tenaga. Di sepanjang jalan Nina memelukku dengan tangan yg tdk
berhenti meremas-remas jaket aku.
“Dah mulai basah ya? Ga tahan ya?”, godaku. Nina tdk
menjawab.
Tak lama kemudian kami berhenti di tukang jagung bakar di
daerah Dago dan memesan makanan dan minuman. Kulihat Nina agak salah tingkah
dan seperti maling takut ketahuan polisi, banyak gerakannya yg tdk lazim dan
aku mengingatkannya sambil memeluknya.
“Anter gue beli pulsa ya di BEC”, suatu tempat elektronik di
Bandung, pintaku.
Nina hanya mengiyakan dan aku sengaja membawa jalan-jalan
karena aku tahu bahwa semakin banyak gerakan maka Nina makin terangsang
jadinya. Nina berusaha bertindak sebiasa mungkin. Perlu diketahui pacarku masih
pulang kampung dan aku sudah biasa jalan dengan cewe-cewe sehingga tdk takut
kalau kepergok teman. Ninapun karena baru masuk kuliah dia belum punya banyak
teman dan dia bukan asli orang Bandung.
Pendek cerita kami berdua sudah sampai di tempat kos Nina
lagi dan aku segera membuka jepitan di putingnya dan mengeluarkan dildo yg
sudah basah. Kami berdua tdk tahan lagi hingga langsung saja kami melakukan ML
dan setelah setengah jam aku mengeluarkan sperma di kondom, Kemudian dilepasnya
kondom tersebut dan kusuruh Nina yg sudah terkulai lemas mengisap-isap
kemaluanku.
“Aarrgg.. ngghh”, erangku keenakan karena baru pertama kali
mengalaminya, biasanya hanya “ngocok” di kamar .
Aku menggapai tasku dan kuambil lilin yg tadi kubeli, dan
menanyakan..
“Pake ini kuat gak?”
“Boleh dicoba tuch”, jawabnya dengan nada menantang hingga
cukup membuatku bersemangat kembali.
Tanpa ragu aku kembali dengan membawa tambang berwarna merah,
dan mulai dengan mengikat kedua tangan Nina di belakang punggungnya hingga ke
siku, terus ke depan tubuh hingga membentuk “breast-bondage” yg ketat. Lalu
kurebahkan Nina menungging di lantai, dan siksaan dimulai dengan mencambuki
Nina dengan cambuk kulit, tapi tdk terlalu keras dan hanya bertujuan
merangsangnya. Kemudian tubuhnya kubalik telentang. Pergelangan kaki kirinya
diikat menyatu dengan pangkal paha, yg kemudian ditambatkan ke pinggir ruangan,
sedangkan ikatan pada pergelangan kaki kanan ditambatkan ke atas, sehingga
bagai sedang memamerkan memeknya.
Kembali kucambuki tubuhnya dalam posisi begini. Nina
mengerang keras dan meronta-ronta tapi ikatanku cukup kuat untuk dilawan
seorang cewe hingga akhirnya Nina hanya bisa pasrah. Selanjutnya tubuh Nina
kuikat dengan model “shibari”, di atas bondage-bra, sehingga payudaranya tampak
menonjol. Dengan kedua tangannya yg terikat ke belakang, dia hanya bisa pasrah
menerima cambukan bertubi-tubi pada kedua payudaranya.
Begitu juga ketika kedua tonjolan itu masing-masing kujepit
dengan penjepit jemuran berukuran besar. Kembali ujung-ujung cambuk mendarat ke
arah perut dan payudaranya. Nina menjerit-jerit kesakitan, namun aku tetap tdk
peduli dan terus mengayunkan cambuk, karena aku yakin dia juga menikmatinya
walau sulit dijelaskan dari wajahnya di balik rasa sakitnya.
Kini pada ronde berikutnya aku membaringkan Nina di tengah
ruangan, lalu aku berjalan mengitarinya dan mengambil semacam minyak untuk
dioleskan ke sepasang payudaranya. Kemudian tetesan-tetesan lilin panas jatuh
menimpa puting dan seluruh daerah payudaranya. Tubuhnya meronta-ronta
berkelojotan menahan panas dan rasa nyeri. Setelah itu lapisan lilin itu
kukelupas sehingga menghasilkan bentuk gundukan menyerupai payudaranya.
Tak tahan mendengar rintihan dan erangan Nina ditambah
melihat gerakan Nina, “adik”-ku bangkit kembali dan kulepaskan ikatan tangan
dan kaki Nina lalu kuambil dildo berbentuk kemaluan pria berukuran sedang dan
kembali kusuruh Nina untuk menghisap ko0ntol (blow-job) aku.
Sebelumnya aku sudah memasangkan dildo ke anusnya dan
kemudian meneteskan lilin panas ke pinggulnya. Rangsangan dildo dan panasnya
lilin membuat Nina kian agresif melakukan blow-job nya.
Akhirnya aku mengeluarkan “lahar panas”-ku untuk kedua
kalinya. Aku merebahkan Nina di ranjangnya dan tak terasa kami tertidur pulas
karena kecapean, untung saja pada saat pulang dari BEC tadi kami sudah mengunci
rapat semua pintu dan jendela.
Jam telah menunjukan pukul 5 dini hari. Nina masih tertidur
pulas. Aku mengingat kejadian semalam sambil menyiapkan mie instant untuk
sarapan pagi lalu setelah siap kubangunkan Nina, lalu kami makan sambil
mengobrol di ruang makan.
“Gimana semalem?”, tanyaku.
“Gila lo puting gue masih sakit gara-gara lilin, tanggung
jawab lo”, jawabnya sambil tersenyum.
Dari air mukanya aku tahu bahwa Nina menikmatinya. Tak terasa
jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, lalu aku mengajak Nina mandi bersama tapi
tentu saja tak lepas dari aktifitas BDSM kesukaan kami berdua.
Nina mulai kuikat bersujud di kamar mandi dan lalu kusuntikkan
cairan ke dalam anusnya dengan menggunakan suntikan besar. Tdk puas dengan
suntikan, aku memasukkannya dengan menggunakan selang infus.
Setelah 1 liter air di tabung habis, tabung kembali kuisi
penuh dan terus dialirkan memasuki anusnya. Nina menggeliat tanpa daya menahan
rasa mual akibat air yg menyesakkan tersebut.
Setelah berliter-liter air memasuki tubuhnya, selang kulepas.
Karena sudah penuh, maka air itu memancur kembali keluar dari anusnya. Demikian
kulakukan terus berulang-ulang, hingga akhirnya yg keluar bukan lagi hanya air
bening, namun sudah bercampur dengan kotorannya. Aku sedikit merasa jijik tapi
segera kubersihkan dan kutaruh badan Nina yg masih terikat di dalam bath-tub
dan mulai merendamnya. Selama itu aku mandi dan menyiapkan diriku sendiri untuk
acara selanjutnya. Setelah selesai, Nina kulepaskan ikatannya dan kusuruh untuk
bersiap-siap juga.
Nina keluar dari kamar mandi dengan handuknya dan akan menuju
kamarnya untuk berpakaian, tapi aku melarangnya dan langsung berkata bahwa aku
akan pergi dan aku ingin memajang dirinya dalam posisi bondage yg lain. Nina
bertanya aku akan pergi kemana, karena dia takut kalau aku kabur, tapi aku
memberi jaminan dan janji bahwa aku akan balik lagi, maka Nina pun pasrah mau
menerima siksaan berikutnya.
Kini Nina terbaring di lantai. Kedua tangannya kuikat
terpisah masing-masing ke arah bawah, sedangkan kedua kakinya juga kuikat
terpisah, namun masing-masing ke atas kepala, sehingga tubuhnya tertekuk
sedemikian rupa dengan pinggul di udara, dan kedua lutut mengapit kepalanya.
Dalam posisi seperti ini, dia bagaikan sedang memamerkan lubang duburnya yg
menengadah ke udara. Tentu saja kondisi ini menimbulkan rasa pegal yg luar
biasa.
Tak lupa aku memasangkan ball gag di mulutnya dan kutaruh
mangkuk untuk menampung air liur yg keluar dari mulutnya. Pergilah aku dan
kukunci pintu kamarnya dan rumah kos itu untuk beberapa saat. Aku cukup
khawatir meninggalkan Nina sendirian dengan posisi tersebut, untung saja teman
yg berjanji akan menemuiku membatalkan dan aku langsung meluncur ke tempat kos
Nina kembali dan itu juga sudah hampir 1 jam sejak kutinggalkan Nina.
No comments:
Post a Comment