Kisah cintaku bisa dikatakan
sangat pahit, wanita yg aku sayangi selalu selingkuh dibelakangku. Tp aku tak
pernah berkecil hati aku selalu saja mencari wanita pengganti, dan aku selalu
mendapatkan yg lebih dari yg sebelum-sebelumnya. Lebih dari segala aspek, baik
wajah, bentuk tubuh, sampai hubungan seks nya, selalu mendapatkan yg lebih itu
mungkin yg membuatku tak pernah berkelana mencari wanita. Bahkan aku juga tak
menolak jika aku hanya dijadikan pelarian saja yg penting aku bisa ngeseks dulu
dgn wanitanya, kalau mau pergi setelah ngeseks ya silahkan saja.
Aku mempunyai teman yg mempunyai
hubungan dgn kekasihnya sangat romantis dan awet sekali, aku sangat iri dgn
temanku itu. Tp aku juga ikut bahagia, biarlah aku saja yg mengalami kisah
asmara yg sangat pahit ini, kalau bisa jangan merembet keteman-temanku. Yg
penting dalam hidupku masih bisa merasakan Sex aku sdh tenang.
Pada suatu malam aku sedang
nongkrong di cafe dari kejahuan aku melihat sosok temanku, dia terlihat sedang
beradu mulut dgn seorang pria, yg aku kira itu adalah pacarnya. Aku
membiarkannya saja, tp aku tetap mengawasinya saja dari kejauhan. Setelah beberapa lama mereka beradu mulut terlihat temanku Tiwi itu marah
dan keluar dari Cafe dgn sambil menangis. Aku yg sdh dari tadi mengawasinya
tanpa menunggu lama aku langsung saja menghampirinya, dan kuajak dia langsung
ke mobilku.
Perlu diketahui Tiwi ini masih
sangat muda, umurnya sekitar 20 tahunan. Tiwi yg sdh berhubungan lama dgn
kekasihnya itu mempergoki lakinya sedang bersama wanita lainnya dan Tiwi
akhirnya memutuskannnya. Bersamaan dgn itu aku yg tak sengaja melihatnya
kemudian aku langsung menghampirinya dan langsung menenagkan hatinya.
“Kenapa Wi?”
“Lagi marahan aja.”
“Duh.., gawat nih.”
“Biarin aja.”
“emang kenapa?”
“Dia ketangkap basah selingkuh
dgn temanku, tp dia tak mau mengakuinya.”-cerita mesum-
“Tempur, dong?”
“Aku marah! Eh dia malah lebih
galak.”
“Dibalas lagi dong. Jangan
didiemin aja.”
“Gimana caranya?” Tanyanya polos.
“Kamu selingkuh juga.” Jawabku
asal-asalan.
“Bener?”
“Iya. Jangan mau dibohongin,
cowok tu selalu begitu.”
“Lho, Mas sendiri cowok.”
“Makanya, aku tak percaya sama
laki-laki. Sumpah, sampai sekarang aku tak pernah pacaran sama cowok.
Hahahahahaha.” Dia ikut tertawa.
Aku mengambil rokok dari saku
depan kemejaku, menyalakannya. Tiwi meminta satu rokokku. Anak ini badung juga.
Sambil merokok, dia tampak lebih rileks, kakinya tanpa sadar telah nemplok di
dashboardku. Aku merengut, hendak marah, tp tak jadi, pahanya yg mulus
terpampang di depanku, membuat gondokku hilang.
Setelah itu aku mulai tertarik
mencuri-curi pandang. Tiwi tak sadar, dia memejamkan mata, menikmati asap rokok
yg mengepul dan keluar melalui jendela yg terbuka. Gadis ini benar-benar
cantik. Rambutnya panjang. Tubuhnya indah. Dari baju kaosnya yg pendek, dapat
kulihat putih bersih perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi. Tanpa
sadar k0ntolku bereaksi. Aku menyalakan tape mobilku. Tiwi memandangku saat
sebuah lagu romantis terdengar.
“Mas, setelah ini mau kemana
lagi?”
“Pulang. Emang mau Kemana lagi?”
“Kita ke pantai aja yuk. Aku
suntuk banget nih.” Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.
“Mau ngapain”
“Lihat laut, ngedengerin suara
ombak, ngapain aja deh. Aku males pulang jadinya. Selalu ingat Joni, kalau aku
sendirian.”
“Joni?”
“Pacarku.”
“Oh. Tp tadi katanya ngantuk?”
“Udah terbang bersama asap.”
Katanya, tubuhnya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya
menempel di pangkal tangan kiriku. Hangat.
“Okelah.” Kataku, setelah
berpikir kalau besok aku tdk harus pagi-pagi ke kantor.
Jadi setelah mengantar materi yg
kudapat kepada rekanku yg akan membuat beritanya, aku dan Tiwi menuju arah
utara. Ancol! Mana lagi pantai di Jakarta ini.
Aku parkirkan mobil Kijangku di
pinggir pantai Ancol. Di sana kami terdiam, mendengarkan ombak, begitu istilah
Tiwi tadi. Sampai setengah jam kami hanya berdiam. Namun kami duduk telah
semakin rapat, sehingga dapat kurasakan lembutnya tubuh yg ada di sampingku.
Tiba-tiba Tiwi mencium pipiku.
“Terima kasih, Mas Sigit.”
“Untuk apa?”
“Karena telah mau menemani Tiwi.”
Aku hanya diam. Menatapnya. Dia
pun menatapku. Perlahan menunduk. Kunikmati kecantikan wajahnya. Tanpa sadar
aku raih wajahnya, dgn sangat perlahan-lahan kudekatkan wajahku ke wajahnya,
aku cium bibirnya, lalu aku tarik lagi wajahku agak menjauh. Aku rasakan hatiku
tergetar, bibirku pun kurasakan bergetar, begitu juga dgn bibirnya. Aku
tersenyum, dan ia pun tersenyum. Kami berciuman kembali.
Saat hendak merebahkannya, setir
mobil menghalang gerakan kami. Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku.
Aku cium kening Tiwi terlebih dahulu, kemudian kedua matanya, hidungnya, kedua
pipinya, lalu bibirnya. Tiwi terpejam dan kudengar nafasnya mulai agak terasa
memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yg hangat membara. Tanganku memegang
dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis dan bhnya.
Sesaat kemudian kaos itu telah
kubuka. Aku arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, lalu turun ke buah
dadanya yg indah, besar, montok, kencang, dgn puting yg memerah. Tanganku
membuka kaitan BH hitamnya. Aku mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yg
mulai mengeras. Yg kiri lalu yg kanan.
“Mas Sigit, kamu tau saja
kelemahan saya, saya paling nggak tahan kalo dijilat susu saya…, aahh…”.
Aku pun sdh semakin asyik
mencumbu dan menjilati puting buah dadanya, lalu ke perutnya, pusarnya, sambil
tanganku membuka mini skirtnya. Terpampanglah jelas tubuh telanjang gadis itu.
Celana dalamnya yg berwarna hitam, menerawangkan bulu-bulu halus yg ada di
situ. Kuciumi daerah hitam itu. Aku berhenti, lalu aku bertanya kepada Tiwi.
“Tiwi kamu udah pernah dijilatin
itunya?”
“Belum…, kenapa?”.
“Mau nyoba nggak?”.
“Tiwi mengangguk perlahan”
Takut ia berubah pikiran, tanpa
menunggu lebih lama lagi langsung aku buka celana dalamnya, dan mengarahkan
mulutku ke kemaluan Tiwi yg bulunya lebat, kelentitnya yg memerah dan baunya yg
khas. Aku keluarkan ujung lidahku yg lancip lalu kujilat dgn lembut
klitorisnyana. Beberapa detik kemudian kudengar desahan panjang dari Tiwi.
“sstt… Aahh!!!” Aku terus
beroperasi di situ
“aahh…, Mas Sigit…, gila enak
banget…, Gila…, saya baru ngerasain nih nikmat yg kayak gini…, aahh…, saya
nggak tahan nih…, udah deh…”
Lalu dgn tiba-tiba ia menarik
kepalaku dan dgn tersenyum ia memandangku. Tanpa kuduga ia mendorongku untuk
bersandar ke bangku, dgn sigapnya tangannya membuka sabuk yg kupakai, lalu
membuka zipper jins hitamku. Tangannya menggapai kemaluanku yg sdh menegang dan
membesar dari tadi. Lalu ia memasukkan K0ntolku yg besar dan melengkung kedalam
mulutnya.
“aahh…” Lenguhku
Kurasakan kehangatan lidah dalam
mulutnya. Namun karena dia mungkin belum biasa, giginya beberapa kali menyakiti
k0ntolku.
“Aduh Tiwi, jangan kena gigi
dong…, Sakit. Nanti lecet…”
Kuperhatikan wajahnya, lidahnya
sibuk menjilati kepala kemaluanku yg keras, ia jilati melingkar, ke kiri, ke
kanan, lalu dgn perlahan ia tekan kepalanya ke arahku berusaha memasukkan
kemaluanku semaksimal mungkin ke dalam mulutnya. Namun hanya seperempat dari
panjang kemaluanku saja kulihat yg berhasil terbenam dalam mulutnya.
“Ohk!.., aduh Mas Sigit, cuma
bisa masuk seperempat…”
“Ya udah Tiwi, udah deh jangan
dipaksaain, nanti kamu tersedak.”
Kutarik tubuhnya, dan kurebahkan
ia di seat Kijangku. Lalu ia membuka pahanya agak lebar, terlihat samar-samar
olehku kemaluannya sdh mulai lembab dan agak basah. Lalu kupegang K0ntolku, aku
arahkan ke Meqinya. Aku rasakan kepala kemaluanku mulai masuk perlahan, kutekan
lagi agak perlahan, kurasakan sulitnya kemaluanku menembus Meqinya. Kudorong lagi
perlahan, kuperhatikan wajah Tiwi dgn matanya yg tertutup rapat, ia menggigit
bibirnya sendiri, kemudian berdesah.
“sstt…, aahh…, Mas Sigit,
pelan-pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak perih nih…”
Dan dgn perlahan tp pasti kudesak
terus K0ntolku ke dalam Meqi Tiwi, aku berupaya untuk dgn sangat hati-hati
sekali memasukkan K0ntolku ke Meqinya. Aku sdh tdk sabar, pada suatu saat aku
kelepasan, aku dorong K0ntolku agak keras. Terdengar suara aneh. Aku lihat ke
arah K0ntolku dan kemaluan Tiwi, tampak olehku K0ntolku baru setengah terbenam
kedalam Meqinya. Tiwi tersentak kaget.
“Aduh Mas Sigit, suara apaan
tuh?”
“Nggak apa-apa, sakit nggak?”
“Sedikit…”
“Tahan ya.., sebentar lagi masuk
kok…”
Dan kurasakan Meqi Tiwi sdh mulai
basah dan agak hangat. Ini menandakan bahwa lendir dalam kemaluan Tiwi sdh
mulai keluar, dan siap untuk penetrasi. Akhirnya aku desakkan K0ntolku dgn
cepat dan tiba-tiba agar Tiwi tdk sempat merasakan sakit, dan ternyata usahaku
berhasil, kulihat wajah Tiwi seperti orang yg sedang merasakan kenikmatan yg
luar biasa, matanya setengah terpejam, dan sebentar-sebentar kulihat mulutnya
terbuka dan mengeluarkan suara.
“mmmppphhhh…, sshh…”
Lidahnya terkadang keluar sedikit
membasahi bibirnya yg sensual. Aku pun merasakan nikmat yg luar biasa. Kutekan
lagi K0ntolku, kurasakan di ujung kemaluanku ada yg mengganjal, kuperhatikan
K0ntolku, ternyata sdh masuk tiga perempat kedalam Meqi Tiwi. Aku coba untuk
menekan lebih jauh lagi, ternyata sdh mentok…, kesimpulannya, K0ntolku hanya
dapat masuk tiga perempat lebih sedikit ke dalam Meqi Tiwi. Dan Tiwi pun
merasakannya.
“Aduh Mas Sigit, udah mentok,
jangan dipaksain teken lagi, perut saya udah kerasa agak negg nih, tp nikmat….,
aduh…, k0ntolmu besar banget sih Mas…”
Aku mulai memundur-majukan
pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, lalu ke kanan, memutar, lalu
kembali ke depan ke belakang, ke atas lalu ke bawah. Kurasakan betapa nikmat
rasanya kemaluan Tiwi, ternyata Meqi Tiwi masih sempit, walaupun bukan lagi
seorang perawan. Ini mungkin karena ukuran K0ntolku yg menurut Tiwi besar,
panjang dan kekar. Lama kelamaan goyanganku sdh mulai teratur, perlahan tp
pasti, dan Tiwi pun sdh dapat mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, berlawanan
arah, bila kugoyang ke kiri, Tiwi goyang ke kanan, bila kutekan pantatku Tiwi
pun menekan pantatnya.
Semua aku lakukan dgn sedikit
hati-hati, karena aku sadar betapa besar K0ntolku untuk Tiwi, aku tdk mau
membuatnya menderita kesakitan. Dan usahaku ini berjalan dgn mulus. Sesekali
kurasakan jari jemari Tiwi merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya
mendekapku dgn erat. Tubuh kami berkeringat dgn sedemikian rupa dalam ruangan
mobil yg mulai panas, namun kami tdk peduli, kami sedang merasakan nikmat yg
tiada tara pada saat itu. Aku terus menggoyang pantatku ke depan ke belakang,
keatas kebawah dgn teratur sampai pada suatu saat.
“Aahh Mas Sigit…, agak cepet lagi
sedikit goyangnya…, saya kayaknya udah mau keluar nih…”
Tiwi mengangkat kakinya tinggi,
melingkar di pinggangku, menekan pantatku dgn erat dan beberapa menit kemudian
semakin erat…, semakin erat…, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah
lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan,
lalu terdengar jeritan dan lenguhan panjang dari mulutnya memanggil namaku.
“Mas Sigit…, aahh…, mmhhaahh…,
Aahh…” Dia kelojotan.
Kurasakan Meqinya hangat,
menegang dan mengejut-ngejut menjepit K0ntolku.
“aahh…, gila…, Ini nikmat
sekali…” Teriakku.
Baru kurasakan sekali ini Meqi
bisa seperti ini. Tak lama kemudian aku tak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih
cepat lagi keatas kebawah dan, Tubuhku mengejang.
“Mas Sigit…, cabut…, keluarin di
luar…”
Dgn cepat kucabut K0ntolku lalu
sedetik kemudian kurasakan kenikmatan luar biasa, aku menjerit tertahan.
“aahh…, ahh…” Aku mengerang.
“Ngggghhhhh…, ngggghhhhh..”
Aku pegang K0ntolku sebelah
tangan dan kemudian kurasakan muncratnya air maniku dgn kencang dan banyak
sekali keluar dari K0ntolku. Creett…, Creett…, Creett…, Creett…, sebagian
menyemprot wajah Tiwi, sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terakhir ke
perut dan pusarnya. Kami terkulai lemas berdua, sambil berpelukan.
“Mas Sigit…, nikmat banget main
sama kamu, rasanya beda sama kalo saya gituan sama Joni. Enakan sama kamu. Kalau
sama Joni, saya tdk pernah orgasme, tp baru sekali disetubuhi kamu, saya bisa
sampai, barang kali karena barang kamu yg gede banget ya?” Katanya sambil
membelai batangku yg masih tegang, namun tdk sekeras tadi.
“Saya nggak bakal lupa deh sama
malam ini, saya akan inget terus malem ini, jadi kenangan manis saya”
“Iya Tiwi, saya juga, saya nggak
bakal lupa” Aku hanya tersenyum dgn lelah dan berkata.
Kami pun setelah itu menuju
kostku, kembali memadu cinta. Setelah pagi, baru aku mengantarnya pulang. Dan
berjanji untuk bertemu lagi lain waktu.
No comments:
Post a Comment