Profesiku sebagai dokter dan dimana aku pernah bekerja
praktek di daerah kecil, disituloah aku mempunyai skandal antara perawat atau
bawahanku sendiri, saat itu aku berusia 28 tahun yang mana wajah dan tubuhku
masih gagah dan keren, dan saat itu aku juga sudah berkeluarga, dan perawatku
juga demikian dia sudah mempunyai suami.
Ada saat pertama kali datang melihat puskesmas tempat aku
akan berdinas selama 5 tahun yang terletak di suatu kecamatan yang lumayan jauh
dari kota kabupaten, aku datang sendirian. Di sana aku ditemui oleh seorang
perawat wanita yang sudah bekerja di sana selama tiga tahun semenjak puskesmas
itu selesai dibangun.
NIngsih, begitu dia memperkenalkan diri sambil menyodorkan
tangannya. Dalam hatiku, Aduh, manis betul perawat ini.
Sambil bertanya tentang berbagai hal, yang menyangkut
kunjungan pasien, tentang pelaksanaan program kesehatan yang selama ini
dikerjakan olehnya (selama ini puskesmas dipimpin olehnya yang merupakan
satu-satunya perawat dengan dibantu oleh 2 orang petugas lain), tentang keadaan
masyarakat sekitar puskesmas, dll, aku tak puas-puasnya memandangi wajahnya
yang manis itu.
Sebaliknya, si manis ini juga sering dengan berani menatapku
balik sambil senyum agak menantang. Pikirku, Gawat juga anak ini, kelihatannya
dia sangat tertarik secara seksual padaku.
Dia cerita kalau sudah menikah selama 2 tahun dan belum
berhasil hamil juga. Aku bilang dengan sedikit menggoda: Wah, jangan-jangan
suamimu kurang hebat caranya. Kapan-kapan saya ajari ya.
Ya dok, tapi jangan suami saya saja yang diajari, saya juga
dong, ujarnya.
Beberapa minggu kemudian, aku benar-benar sudah berdinas di
puskesmas ini. Aku tinggal di rumah dinas di samping kantor yang masih satu
kompleks dengan puskesmas, demikian pula NIngsih tinggal di rumah dinas pada
kompleks yang sama tetapi di sisi lainnya. Istriku dari pagi sampai menjelang
sore pergi ke kota S untuk bekerja. Jadi sesiangan rumahku nyaris kosong.
Pada hari pertama, aku mengajak NIngsih berboncengan memakai
motor ke desa-desa tempat wilayah kerjaku untuk orientasi dan berkenalan dengan
beberapa kepala desa yang kebetulan dilewati.
Perjalanan melalui jalan yang sebagian besar masih berupa
tanah yang dikeraskan, dan di beberapa tempat berupa batu makadamyang
bergelombang. Tangan NIngsih yang kubonceng di belakangku berkali-kali memegang
paha atau pinggangku karena takut terjatuh. Aku senang bukan main sambil
berdebar.
Berkali-kali pula buah dadanya yang tidak terlalu besar
tetapi kenyal itu menyenggol di punggungku. Rupanya dia juga tak sungkan-sungkan
untuk menempelkannya. Melihat sikapnya yang seperti itu, aku meramal bahwa
NIngsih suatu saat pasti bisa kuajak bergelut bugil di tempat tidur.
Tubuh NIngsih cukupan, tingginya sekitar 160 cm, badannya
langsing, kakinya mempunyai bulu-bulu yang cukup merangsang lelaki, walau pun
kulitnya sedikit gelap. Wajahnya manis mirip Tony Braxton, si penyanyi negro
itu.
Buah dada tidak besar, yah kira-kira setangkupan telapak
tanganku. Itu pun kukira-kira saja, karena di waktu dinas tubuhnya di balut
seragam dinas Pemda. Rambutnya sebahu. Yang jelas, wajahnya manis, seksi dan
senyumnya menggoda.
Dalam perjalanan berboncengan NIngsih menceritakan perjalanan
hidupnya sejak lulus sekolah dan langsung ditempatkan di puskesmas ini. Di sini
mula-mula dia tinggal bersama adik ceweknya yang sekolahnya dibiayainya.
Dia sempat berpacaran dengan seorang pemuda yang tinggal di
depan rumah dinasnya, tetapi akhirnya justru tetangga lainnya yang memintanya
untuk dijadikan menantu. Akhirnya permintaan belakangan itulah yang dipenuhinya
sehingga NIngsih dinikahi oleh seorang pemuda putra seorang tokoh masyarakat
desa (tetangga dekat tadi) dan cukup berada, tanpa melalui proses pacaran.
NIngsih rupanya selama itu menjadi bunga di desa tempat
puskesmas berada. Dia menjadi inceran banyak pemuda desa situ, juga
orangtua-orangtua yang menginginkannya menjadi menantunya.
Tanpa sengaja, ketika NIngsih sedang asyik bercerita, motor
saya melawati lubang yang cukup membuat motor bergoyang keras, dan bibir
NIngsih sempat menempel di leherku bagian belakang (aku sedikit geli, tetapi
tentu senang dong) dan krah bajuku terkena warna merah lipstiknya. Dia segera
membersihkan krah tersebut, kawatir dicurigai istriku macam-macam. Tapi aku
tenang saja, bahkan aku bilang: Nggak apa-apa koq, ditempeli sekali lagi juga
nggak apa-apa, apalagi kalau nggak cuma di krah baju. Ih, pak Wawan macam-macam
, nanti dimarahi ibu lho., katanya agak genit.
Beberapa minggu kemudian nggak ada kejadian istimewa, sampai
suatu hari NIngsih sakit diare dan nggak bisa masuk kantor. Pembantunya
menyusul ke puskesmas, dititipi pesan agar kalau saya sudah tidak terlalu sibuk
bisa menengok dirinya, mungkin bisa memberi advis mengenai pengobatannya.
Setelah pasien sepi dan tak ada pekerjaan kantor yang
berarti, aku menjenguknya ke rumahnya, dan diminta masuk kamar tidurnya. Waktu
itu suaminya nggak ada di rumah, karena sehari-hari suaminya bekerja di suatu
pabrik di kecamatan sebelah. Aku melihat dia berbaring di ranjang, walau pun
sedang sakit, tetapi kulihat wajah dan tubuhnya justru makin merangsang dibalut
baju tidur yang cukup seksi.
Kawatir aku nggak bisa menahan diri di kamarnya, aku segera
minta padanya, kalau masih bisa jalan (aku lihat sakitnya biasa saja), untuk
pergi ke rumahku setelah jam kantor minta diantar pembantu. Toh, jaraknya cukup
dekat. Sementara itu dia kuberi obat seperlunya.
Sepulang kantor, NIngsih datang ke rumah diantar pembantu,
kemudian pembantunya disuruhnya pulang duluan, sehingga aku dan dia tinggal
sendirian di rumahku. Pembantuku (suami-istri) kalau siang seusai bekerja
pulang ke rumahnya dan petangnya kembali lagi, sebab mereka adalah penduduk
desa setempat.
NIngsih kusuruh masuk ke kamar periksa, kemudian kuminta
berbaring di tempat tidur periksa. Aku memasang stetoskop, dan kuminta dia
untuk membuka sebagian kancing atasnya (NIngsih memakai pakaian rok dan kemeja
blues yang dikeluarkan).
Aku mula-mula serius memeriksa dadanya dengan stetoskop,
tetapi begitu melihat sembulan buah dadanya yang nggak besar di balik BHnya,
aku tiba-tiba berdebar dan bergetar. Aku nggak pernah bergetar bila memeriksa
pasien wanita lain, tetapi menghadapi NIngsih koq lain.
Dengan spontan tanpa meminta ijin dari empunya, buahdadanya
kuraba halus dari luar dan kuelus-elus. NIngsih tak membuat gerakan penolakan,
matanya justru terpejam sekan menikmati. Seluruh kancing bluesnya langsung
kucopoti, sehingga BH NIngsih itu terlihat bebas menantang.
Bibirnya kukulum dengan cepat, sambil tanganku masih
mengelus-elus buahdadanya dari luar BH nya yang belum kulepas. Seperti yang
sudah kuduga, kuluman bibirku disambutnya dengan ciumannya yang lembut tapi
hebat.
Lidahku kujulurkan dalam-dalam ke langit-langit mulutnya,
sebaliknya lidahnya segera membalas dengan memilin lidahku. Aku melihat NIngsih
terengah-engah menahan emosinya, sambil mengerang: Ssssh, pak Wawan, pak, ah
argghhh ssshhh.
Tanpa menunggu lama, sambil NIngsih masih tetap terbaring dan
mulutnya masih kubungkam dengan bibirku, cup BH nya kuangkat ke atas tanpa
kucopot kancingnya terlebih dulu. Susunya langsung tersembul keluar dengan
indahnya.
Benar dugaanku susunya tak besar, tetapi bagus dan kencang
dengan puting susu kemerahan yang tak terlalu menonjol. Itulah susu NIngsih
yang sudah kubayangkan beberapa lama dan ingin kukulum. Itulah sepasang buah
dada NIngsih yang masih kenyal belum sempat mengeluarkan ASI karena belum
sempat hamil.
Tangan kananku segera meraba-raba pentilnya bergantian kanan
dan kiri dengan gerakan memutar yang halus. NIngsih makin menggigil dan tambah
mengerang: Paaak, NIngsih malu paak ssshhh aargghhh ssshh . Aku terus menjilati
bibir dan wajahnya sambil berdiri, dan tanganku memijat-mijat susunya yang
ranum. Tangan NIngsih merangkul leherku, matanya berkejap-kejap, sambil
mulutnya terus mendesah di tengah-tengah kuluman lidahku.
Setelah puas menjilati wajah dan bibirnya, mulutku beralih ke
leher dan belakang telinganya. Dia makin menggelinjang sambil setengah
menegakkan kepalanya. Aku masih terus berdiri, stetoskopku sudah kulempar
jauh-jauh. Segera kemudian, mulutku sudah berada di puting susu kirinya. Aku
jilat sepuasnya. Dada NIngsih menggeliat dan sekali-kali membusung, sehingga
susunya makin terlihat indah dan menggairahkan.
Desisan NIngsih makin menghebat, Aaarggghhh, paaaak, aku
nggak tahan paaak . Tanganku pelan-pelan menelusuri pahanya yang mulus walau
pun berkulit agak sedikit gelap. Tapi warna kulit seperti ini justru sangat
merangsang diriku. kontol di balik celanaku sudah menegang sejak tadi ketika
aku mulai pertama kali melihat BH nya.
Aku mulai menelusuri pahanya pelan-pelan ke atas menuju selangkangannya
di balik rok yang masih dipakainya, sambil aku masih terus menggelomohi kedua
puting susunya. Kulirik wajah manis perawatku ini. Ah, betapa makin
merangsangnya tampakan wajahnya, yang sambil sedikit merem-melek matanya
menahan nafsu birahi, mulutnya mendesis mengerang terus menerus walau pun tidak
dengan suara yang keras,Aaarghh, paakk, aku aku nggak tahan lagi paak.
Tetapi, begitu tanganku sampai di pinggir celana dalamnya,
tiba-tiba dia tersadar dan langsung bilang, Ah, pak, jangan sekarang pak … Aku
agak kaget, Mengapa Sih? Aku sudah nggak tahan Sih, kepingin menelanjangi kamu.
NIngsih menjawab: Kapan-kapan pak untuk yang itu.
Aku tak berani nekat meneruskan, tapi wajah, bibir, dan
susunya masih terus kujilati bergantian.
Aku berciuman seperti itu sambil pakaianku masih lengkap dan
masih tetap berdiri, sedang NIngsih sudah setengah bugil sambil tetap tergolek
di ruang periksa, kurang lebih setengah jam.
Akhirnya, karena aku kawatir kalau istriku datang dari
kantor, maka perbuatan kami yang sudah kerasukan nafsu birahi yang menggelegak
itu kuhentikan, dan NIngsih kusuruh berpakaian kembali dan kuminta segera
pulang. Aku sempat berciuman sekali lagi. Mesra, seperti sepasang kekasih yang
baru dilanda asmara.
Beberapa hari kemudian, setelah kantor tutup, NIngsih yang
sudah sembuh dari diarenya, kuminta datang ke rumah. Dia datang masih memakai
seragam dinas. Demikian pula aku.
Kusuruh dia duduk di sampingku di sofa ruang tamu. Ruang
tamuku tetap kubiarkan terbuka pintunya, toh aku tetap bisa mengontrol situasi
luar rumah dari kaca besar berkorden dari dalam. Orang luar tak bisa melihat ke
dalam, sebab pencahayaan dari luar jauh lebih terang.
Melihat situasi luar yang cukup aman, dan saat itu di rumah
dinasku hanya ada aku dan NIngsih, maka kuberanikan mencoba melanjutkan apa
yang sudah kumulai beberapa hari sebelumnya.
NIngsih yang berada di samping kananku langsung kupeluk mesra,
kuelus rambutnya dan kucium bibirnya dengan rasa sayang. Namun tanpa kuduga,
dengan ganas (NIngsih sepintas kuperkirakan adalah wanita yang hiperseks, dan
di kemudian hari dia memang mengakuinya kalau dia nggak pernah puas ketika
berhubungan seksual dengan suaminya,
Walau pun menurut ukurannya suaminya mempunyai kemampuan
seksual yang sangat hebat), dia menyambut ciumanku dengan jilatan-jilatan
lidahnya yang memilin-milin lidahku. Tangannya dengan berani meraba
selangkanganku yang tertutup celana dinas dan meraba kontolku yang sudah
menegang ketika mulai berciuman tadi. Kontolku dikocoknya dari luar dengan
trampil dan membuatku keenakan (jujur saja, istriku tidak bisa seperti itu).
Secara cepat dan trengginas, karena nafsu yang sudah
berkobar-kobar, aku pun langsung membuka kancing seragam atasnya, dan dengan
lahap kukeluarkan seluruh buah dadanya yang ranum dari cup BH tanpa membuka
kancing yang terletak di belakangnya.
Susunya langsung kuremas dengan lembut, pentilnya yang imut
kupilin-pilin sampai menegang, dan aku terus menciumi bibir dan kadang menciumi
wajah dan belakang telinganya. NIngsih meregang, dan kali ini dia memanggilku
tidak lagi pak atau dok, tetapi sudah berubah menjadi `papa?, Ehmmpph, sshh
paaaaaah, aku sayang kamu paaah, NIngsih sayang papaaah aaarghh .
Aku pun berganti menjawab sekenanya dan seberaninya, Aku juga
sayang NIngsih, bener aku sayang kamu, hari ini aku ingin memasukkan kontolku
ke tubuhmu, sayang, boleh?
NIngsih langsung menjawab, Boleh yaaaang, boleh arrghhh
sshhshh cepatan ya yaaaang aaaargrhhh .
Mendengar jawaban itu, tanpa ragu, aku segera memasukkan jari
kedua tanganku ke selangkangannya yang masih tertutup seragam dinas, dan dengan
bernafsu kucari celana dalamnya, dan begitu ketemu, tanpa ba-bi-bu lagi
langsung kupelorot dan kusimpan di saku celanaku.
Demikian pula NIngsih, dengan terengah-engah, langsung dia
membuka resleting celanaku dengan sebelumnya melepaskan ikat pinggangku yang
kemudian dia lempar jauh-jauh, dan tangannya dengan cepat menyergap kontolku
yang berukuran panjang 14 cm dengan diameter yang cukup besar. Aku ikut
memelorotkan celanaku walau pun nggak sampai kulepas sama sekali.
Tangannya dengan cekatan mengelus kontolku, mengocoknya,
sembari tubuhnya menggelinjang karena jariku sudah mengelus tempik vaginanya
yang basah. Sebagian jariku pelan-pelan kumasukkan ke dalam lubang tempiknya,
dan kugeser-geser melingkari lubang sempit itu. Jempolku mencari kelentitnya,
begitu ketemu kuelus dengan permukaan dalam jempol.
Ah, paaah, aku nggak tahan paaah aggghhh, .. paaaah
..eeennaaak paaah , dia mengerang setengah berteriak, tetapi mulutnya segera
kubungkam dengan mulutku, kukulum agar suaranya tidak terdengar oleh
orang-orang yang mungkin ada di luar, kemudian kujilati bibir dan seluruh
permukaan wajahnya sampai basah terkena ludahku.
Sambil setengah bergumul, mataku selalu waspada melihat
keadaan luar rumah melalui kaca berkorden untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada
orang yang mau masuk ke rumah. Karena situasi yang tidak terlalu aman itu, aku
tidak berani melakukan adegan birahi kami ini dengan berbugil total..
Tanpa menunggu lama lagi, karena darah birahi yang sudah
sampai ke ubun-ubun, tubuh NIngsih kutarik ke depan tubuhku, sambil dia tetap
duduk menghadap ke depan membelakangiku, dan aku bersandar setengah duduk di
sofa, dengan perlahan tapi pasti, rok bawahannya kusingkap dan kuangkat,
pantatnya kupegang, selangkangannya yang sudah tak bercelana dalam
kurenggangkan lebar-lebar
Pahaku kurapatkan dengan kontol yang mengacung ke atas,
kemudian tangan kiriku memegang kontol dan kubimbing masukkan ke vagina tempik
(memek)-nya. NIngsih ikut membantu memegang kontolku dengan tangan kanannya,
dan perlahan-lahan pantatnya diturunkan ke bawah.
Vaginanya terasa sempit juga (mungkin karena belum pernah
melahirkan bayi), tetapi berkat bantuan lendir vaginanya yang sudah banyak,
tanpa kesulitan yang cukup berarti kontolku akhirnya berhasil masuk juga ke
sebagian vagina depannya.
Sebelumnya memang NIngsih mengkonsumsi yang di dapat dibeli
di toko onlie KOING, NIngsih sambil menghadap ke depan terus mengerang,
pantatnya mulai bergoyang-goyang, dinaik turunkan, agar kontolku bisa lebih
masuk ke dalam.
Aduuuh paaaaah, enaaak paaaah . Ssshhh arggh , aaduuuh paaah
erangnya. Aku juga mulai mendesis merasakan enaknya tempik perawatku yang
sangat manis dan hot ini, sambil benakku berseliweran membayangkan keberanianku
menyetubuhi istri orang.
Ah, persetan, salahnya punya istri manis disia-siakan,
sehingga masih mencari memek atasannya. Betul-betul vagina yang nikmat, nggak
salah aku ditempatkan di puskesmas ini, aku bisa menikmati sepuasnya vagina
NIngsih yang sedap. Kepunyaan istriku sendiri tidak senikmat ini.
Narsiiih, kamu memang enaak, NIngsih begitu desisku.
dalam benak ku berpikir, rasakan sekarang lo dia gak tau klo
aku abis meminum .. gumanku dalam hati…
Sambil aku juga ikut menggerakkan pantatku naik turun seirama
dengan naik turunnya pantat NIngsih, aku mengocok kelentit NIngsih yang ada di
depan dengan tangan kananku. Tangan kiriku terus meraba habis susunya yang
terasa kenyal di depan.
NIngsih makin menggelinjang seperti cacing kepanasan, karena
kocokan jariku pada kelentitnya yang makin menonjol. Pantatnya makin dia
goyangkan selain naik turun juga ke kanan kiri. Rasanya bukan main enak, tak
terkirakan. Beginilah rupanya rasa tempik NIngsihku, NIngsihku yang bisa
menggantikan tugas istriku di siang hari, NIngsihku yang mempunyai gerakan
tubuh yang hebat dan nikmat.
Siiiih, kamu sayang papa beneran nggak, aku eeennnaaaak Siiih
.!
Aaaaduuuh paaaah, NIngsih sayang paapaaaah, eennaaak juga aku
paaaah, koq bisa enaaak gini ya paaaah? Aaaargghhhh .. ssshh
arrrgggghhhhhhhhhhhhhhhh . Paaaaah
Aku makin cepatkan kocokanku naik turun, demikian pula
NIngsih, dia makin menggeliatkan tubuhnya ke sana kemari. Sayang, aku nggak
bisa melihat tubuh indahnya sambil berbugil, karena situasinya yang tak
memungkinkan.
Tiba-tiba NIngsih, setengah berteriak bergetar-getar
tubuhnya, Aaarghhh paaah, aku nggak tahaaan paaaah, aku mau orgasme paaaaah,
paaaaah . Aku sendiri hampir nggak tahan juga merasakan denyutan tempiknya yang
asyik. Sekali lagi, betul-betul tempik yang enak dan nikmat
Nggak apa-apa Siiih, kalau mau orgasme, nggak usah ditahan
Siiih, papa juga mau keluar, aarghhh .
Gerakan kontolku makin kupercepat walau pun tidak terlalu
bebas, karena posisiku yang di bawah, sambil tanganku mengocok susu dan bibir
NIngsih kucari dan kumasukkan jempolku ke mulutnya dan segera diempotnya
seperti bayi sambil terus mendesah.
Tak lama kemudian, NIngsih mengejang, Arrrggghhhhh
paaaaaaaaah . Arrrghhhhhh , badannya bergetar, rupanya NIngsih telah orgasme
hebat. Kontolku terasa dijepit berdenyut-denyut. Karena proses orgasme tubuhnya
menggeliat seksi ke belakang sehingga tampak makin menggairahkan.
Pemandangan itu, walau cukup kulihat dari belakang, membuat
aku juga sudah merasa nggak tahan lagi, geli hebat mulai terasa di ujung kontol
yang masih berada di tempik NIngsih. Goyanganku kupercepat lagi, NIngsih
kupeluk erat-erat, dan Aaaarhggggghhh aku juga keluar Siiiih eenaaaak Siiih
Pantat NIngsih kutarik keras-keras ke bawah agar seluruh
kontolku terbenam di tempiknya, dan kusemprotkan keras-keras air maniku ke
dalam vaginanya, sambil berharap agar ada spermatozoa yang bisa menyerbu
ovumnya sehingga menghasilkan pembuahan, karena mendadak hari ini aku merasa
mencintai NIngsih, tidak sekedar mencari kepuasan seksual saja.
Ooooh paaaah, aku cinta kamu paaaah , NIngsih sayang kamu
paaah. Aku kepingin anak dari kamu paaah kata NIngsih sambil terus
memutar-mutarkan dan menekan pantatnya menjadikan kontolku seperti
diperas-peras isinya, dan beberapa kali menyemprotkan mani sampai ludas.
Aku juga sayang kamu, NIngsih kapan-kapan aku ingin
mengajakmu main seks sambil betulan telanjang bulat, mau ya Siih ?
NIngsih langsung menjawab dengan manja: Tentu NIngsih mau
sekali paah, minggu depan ya paah, kita cari tempat enak untuk bikin anak yang
nikmat ya paah?
No comments:
Post a Comment