Pagi-pagi sekali Jonet mengajakku menemaninya ke polsek,
mulanya aku tdk tahu apa tujuannya. Namun dalam perjalanan, Jonet menceritakannya,
bahwa Robert semalam ditahan polisi atas tuduhan perampokan dan pemerkosaan.
Mendengar hal tersebut aku langsung shok, kenapa bisa Robert melakukan hal
seperti itu. Dilema besar menghantui kami, hingga aku tdk tenang membawa mobil
menuju polsek.
Sejak Jonet menikah, kami sudah tdk melakukan hal bejat lagi,
hanya usaha plus-plus saja yg kami pertahankan untuk menafkahi kami
sehari-hari. Kelalukan seperti memperkosa atau merampok tdk pernah kami lakukan
lagi, entah apa yg sedang merasuki Robert hingga ia nekat berbuat demikian.
Semoga saja tuduhan itu tdk benar.
“Mungkin ke depan, saya mau tutup usaha kita Jon…”, kata
Jonet.
“Emang kenapaboss?”, tanyaku.
“Kita usaha yg positif-positif saja Jon…”, jawab Jonet.
Memang kulihat Jonet sudah terlihat agak berbeda sejak ia
menikah, mungkin ia sudah mulai bertobat dari segala dosanya.
“Gue nyesal banget Jon, bisa kayak gini…”, lanjut Jonet
sambil menundukkan kepalanya.
“Hampir sampai boss…”, aku coba mengalihkan pembicaraan, aku
tak mau boss Jonet bersedih, ia pasti berpikir dialah yg menjerumuskan kami
semua.
Sampainya di polsek, Jonet lalu menemui polisi, mungkin
mencoba untuk membebaskan Robert. Aku langsung minta ijin bertemu dengan
Robert.
“Joniiii…”, Robert memanggilku pelan dengan suara yg rendah.
Raut wajahnya murung sekali.
Ia lalu duduk depanku,
“Maafkan aku bro…”, katanya. Kemudian ia mulai bercerita apa
yg terjadi dengannya.
3 hari sebelumnya Robert ditantang adu balap liar dengan
seorang pemuda bernama Bagus. Robert yg sudah yakin dengan settingan motor
ninja nya pun tak mau diremehkan.
“Ok, kita taruhan!”, tantang Robert balik.
“40 juta!”, tantang si Bagus. Robert yg tdk memiliki uang
sebanyak itu pun bernegosiasi,
“Taruhan motor saja…”, kata Robert.
“Yg menang dapetin motor balapannya saja!”, lanjut Robert.
“Ok, deal!” jawab Bagus.
Robert mengenal Bagus dari masa lalu nya yg sering ngumpul
dengan geng motor. Robert sudah lama tdk pernah berkumpul dengan mereka lagi
sejak ia buka usaha tambal ban kecil-kecilan, juga membantu menjaga tempat
usaha Jonet. Balap liar jarang sekali Robert ikuti, hanya saja ia sering
membantu menyettingkan mesin para joki balap liar itu.
Malm pun tiba, para preman sudah mulai memadati jalan raya yg
menuju luar kota, jalanan ini cukup sepi di malam harinya. Tepatnya jam 12
malam, para preman sudah menutup jalan untuk sementara. Kiri kanan dipadati
para biker jalanan yg clubnya tdk resmi. Rata-rata adalah motor modifan drag
race, dari matik, bebek hingga moge.
Robert sudah bersiap-siap berlomba dengan Bagus, sama-sama
menggunakan motor King yg sudah disetting khusus balap liar. Nampak puluhan
orang yg berada di kiri kanan jalan juga ribut untuk taruhan.
‘Brrrmmmmmmmmm…..’, suara motor mereka ketika distarter untuk
memanaskan mesin. Seorang gadis maju ke depan untuk memberi aba-aba mulainya
pertandingan,
“GO!!!” teriak gadis itu.
Robert langsung memacu motor nya dengan cepat. Beberapa detik
saja Bagus sudah tertinggal. Tanpa speedometer, Robert menerka-nerka bahwa
kecepatannya telah mencapai 180kpj. Penonton kiri kanan terus bersorak, Bagus
yg tertinggal berusaha mengejar, namun selisih jarak mereka cukup jauh. Nampak
settingan motor Robert jauh lebih unggul.
Bagus terus menarik gasnya hingga full. Posisi mereka sudah
kian mendekat. Bagus memepet ke Robert yg masih unggul. Tampak di depan, garis
finish sudah tdk begitu jauh, Robert terus memacu kuda besi nya, ia sangat
berharap bisa memenangkan pertandingan ini. Selain hadiah yg diperoleh, nama
bengkelnya pun bisa ikut naik pamornya.
Akhirnya Robert mencapai finish setelah tdk sampai satu detik
disusul Bagus. Robert tampak senang sekali, ia melepaskan helmnya lalu
tersenyum ke arah Bagus. Namun Bagus nampak kesal, ia membuka helmnya lalu melemparnya
ke arah Robert.
“Hey! Lu pasti main bangsat ya?! Lu pakek ilmu hitam?!”,
tanya Bagus dengan nada yg kasar. Di balap liar ini, sudah tdk heran, beberapa
joki masih percaya dengan bantuan dukun.
“Yg sportif dong!!!”, teriak penonton ke arah Robert, mereka
mengira apa yg dikatakan Bagus adalah benar.
Lalu beberapa pria mendekati Robert, mereka adalah geng motor
temannya Bagus.
“Bajingan, main bangsat juga lu ya?”, kata kawanan itu.
“Hey, kalian boleh ngecek, apa gue pake guna-guna atau
enggak! Gentel dong! Kalau kalah ya kalah!!”, balas Robert.
Dikatain begitu malah membuat gerombolan itu marah. Mereka
lalu memukuli Robert, beberapa orang mendorong motor Robert lalu berteriak,
“Bakar!!!”. Terlihat mereka yg kalah taruhan sangat tdk
terima, mereka malah melampiaskannya pada Robert yg diduga menggunakan ilmu
hitam.
Robert tak bergerak dipukuli, dan ia hanya bisa meratp
motornya yg sudah dilumat si raja api.
“Motorku….”, teriak Robert.
Pria yg ramai itu pun meninggalkan Robert, mereka
berbondong-bondong pergi dari sana dengan motor mereka, menimbulkan suara ribut
knalpot racing motor gede mereka. Robert kaget dan segera mencari tempat
persembunyian, karena ia mendengar suara sirene dari mobil polisi yg menuju ke
arahnya. Polisi ramai sekali memadamkan kobaran api yg melahap motor King milik
Robert, para polisi menyisir tempat itu untuk mengejar para pembalap liar.
Robert hanya bisa mengintip dari persembunyiannya.
“Gue nyesal ikut balap liar Jon…”, cerita Robert sambil
menundukkan kepalanya.
Ia sangat terpukul sekali, kemenangannya malah membawa
bencana besar bagunya. Ia kehilangan motor kesayangannya. Itulah dunia gelap,
sesuatu yg tdk resmi tdklah baik, balap liar seperti itu sudah sering
menimbulkan keributan.
“Lalu bagaimana kamu bisa dituduh merampok dan memperkosa
bro?”, tanyaku. Masih dengan muka tertunduk, Syamsuk mulai melanjutkan
ceritanya.
Robert menaruh dendam dengan Bagus, ia sudah merencanakan
untuk balas dendam pada Bagus. Keesokan malamnya, Robert sudah mengintai Bagus,
ia punya rencana untuk mencuri motor King nya sebagai ganti rugi motornya yg
dibakar geng motor kawanan Bagus. Robert yg tadinya menenggak minuman keras
untuk menghilangkan bebannya kini sudah sedikit mabuk, ia melihat Bagus membawa
motor Kingnya berboncengan dengan seorang cewek yg diduga adalah pacar Bagus,
Robert yg menyewa ojek pun mengikuti Bagus dari belakang.
Aneh, Bagus malah masuk ke hutan, tempat yg gelap dan sunyi.
Robert meminta ojek meninggalkannya di depan, lalu ia berjalan masuk hutan
secara mengendap-ngendap. Terlihat motor King Bagus terparkir di dalam, dan ada
sebuah pondok kecil di dalam hutan itu. Ternyata Bagus ingin berpacaran di
tempat sepi seperti dalam hutan yg sunyi tanpa gangguan siapapun. Robert pun
mengendap-ngendap dengan membawa sebuah belati dan berbekal seutas tali, ia
sudah tdk tahan ingin meluapkan emosinya.
“Halloooo soobaaatttttt….”, sapa Robert yg tiba-tiba muncul
dari balik semak belukar.
Bagus langsung kaget, kemunculan Robert menghentikan
kemesraannya berciuman dengan pacarnya. Suasana yg gelap hanya diterangi cahaya
rembulan membuat Bagus sedikit sulit melihat sosok di balik kegelepan itu,
“Robert?…”, Bagus memastikan.
“Ha ha ha ha ha…”, Robert tertawa terbahak-bahak,
“Gue mau ambil hasil taruhan gue…”, kata Robert.
Bagus kaget bukan main, ia terlihat salah tingkah karena
sedang pacaran di tempat gelap. “Lu ngapain di sini?!”, teriak Bagus yg sontak
langsung bangkit. Pacar Bagus terlihat takut dan langsung bersembunyi di belakang
Bagus.
“Serahin motor lu, atau gue bunuh?!”, ancam Robert.
“Kampret! Enak aja…” jawab Bagus yg langsung menyerang
Robert.
Sayangnya Robert sangat gesit, dengan beberapa pukulan saja
Bagus langsung dengan sekejap bisa dilumpuhkan.
“Masih mau melawan?”, tanya Robert yg langsung mengikat Bagus
dengan tali yg ia bawa.
“Lepasin gue kampret!”, teriak Bagus yg masih mencoba
melawan.
“Lu mau gue bunuh coy?!”, ancam Robert dengan mendekatkan
belatinya ke leher Bagus. Bagus langsung diam, namun terdengar isak-isak tangis
pacarnya.
“Wew, cantek juga cewek lu coy?”, kata Robert yg melihat ke
arah pacar Bagus.
“Ambil aja motor gue! Lepasin kami!!”, Bagus berteriak.
“Hmmm… Kayaknya gak sebanding coy…”, Robert melihat gadis itu
sambil menenggak ludah.
Gadis itu masih ABG, mungkin umuran tujuh belas tahun,
rambutnya lurus panjang, tubuhnya pun mungil seksi.
“Siapa nama lu?”, tanya Robert kepada gadis itu.
“Desi….. bangg…”, gadis itu menjawab dengan ketakutan.
“Hmm, Desi… Nama yg bagus…”, kata Robert.
“Lu boleh bunuh gue, tp lepasin dia!”, teriak Bagus.
Robert lalu memandang ke arah Bagus, dengan muka kesal Robert
lalu meninju perut Bagus yg terikat tak berkutik.
“Lu mikir ga sama keadaan gue?”, tanya Robert.
“Oke… Oke… Lu ambil aja tuh motor…”, jawab Bagus.
“Enak aja lu ngomong…”, Robert kesal langsung menampar Bagus.
Pacar Bagus terus menangis melihat Bagus diperlakukan seperti
itu.
“Itu motor hadiah menang taruhan… Kampreettttt…. Lu masih
ngutang satu motor lagi buat gantiin motor gue yg kalian bakar…”, kata Robert.
“Terus, harga diri gue lu juga mesti bayar… Kampreettttttt….
Dikeroyok orang, terus dituduh pakai ilmu hitam…”, lanjut Robert.
“Kini gue mau liat harga diri lu gimana…”, kata Robert yg
langsung mendekati Desi.
“Woi, lepasin dia!!!”, teriak Bagus.
“Oke… Oke… Gue bayar… Gue tambahin jadi tiga motor sekalian
buat lu…”, Bagus mencoba menawar.
Robert lalu balik ke arah Bagus, bukan melepaskannya, Robert
malah menutup mulut Bagus dengan sapu tangannya.
“Hmmm… Hmmm…..”, Bagus coba berteriak dengan mulut yg
tertutup sapu tangan.
“Lu diam aja, jangan berisik, nikmati aja perasaan lu…”, kata
Robert yg kemudian kembali berbalik ke arah Desi.
“Ja….jangaannnnn baannggg….”, gadis kecil itu memohon.
“Kalau kalian mau hidup, lu mesti layani gue…”, ancam Robert
dengan memainkan belatinya.
Desi malah terus menangis ketakutan.
“Woi woi.. Lu mau liat gue bunuh cowok lu??…”, ancam Robert.
“Jaannngaaaannnn baanngggg…. Hiikkkksssss….”, jawab Desi.
“Kalau gitu, sekarang lu buka semua pakaian lu!”, perintah
Robert.
“Hmmmm hmmmm hmmmmmm…..”, Bagus mencoba melarang Desi.
Robert terus memainkan belatinya hingga Desi ketakutan. Tdk
ada pilihan lain, Desi dengan terpaksa memenuhi permintaan Robert. Bagus masih
terus mencoba berontak dan berteriak, namun usahanya hanya sia-sia saja. Dengan
wajah yg bercucuran air mata, Desi pelan-pelan membuka baju kaosnya, ditariknya
dengan perlahan hingga kaosnya ke atas dan terlepas. Toketnya yg belum begitu
besar terlihat segar ditutupi bra berwarna pink.
Robert menjulurkan lidahnya, menandakan ia sangat menikmati
pemandangan indah di depannya itu. Lalu Desi mulai membuka resleting celana
jeansnya.
“Ayo cepet… Apa mau gue yg bukain?!”, kacau Robert.
Desi takut sekali, ia lebih memilih melepaskan sendiri
daripada harus dilepaskan oleh Robert. Celana jeans birunya pun perlahan-lahan
ditarik ke baeah, hingga tampak celana dalam Desi yg berwarna pink, dengan
motif bunga yg cantik. Kini Desi hanya mengenakan bra dan celana dalam, ia
berusaha menutupinya dengan tangan, namun Robert melarangnya,
“Woi, gue minta lu bugil!!”, teriak Robert. Sontak saja Desi
kaget, masih dengan raut wajah sedih, ia perlahan melepaskan bra nya sendiri.
Bagus masih terus berontak, suaranya tdk kedengaran, Robert
pun sudah tdk memperdulikannya. Desi sudah melepaskan bra pink nya, susunya yg
segar itu terlihat indah, putingnya merah muda dan masih kecil. Dengan sebelah
tangannya ia berusaha menutupi dadanya, sebelah tangannya lagi menarik celana
dalamnya turun.
“Gak perlu malu-malu… Cukup gue aja yg dipermaluin cowok
bangsat lu itu…”, kata Robert.
Kini Desi sudah telanjang bulat setelah berhasil membuka
celana dalamnya. Dengan kedua tangannya ia berusaha menutupi dada dan
kemaluannya. Sekilas terlihat oleh Robert, sela di antara paha Desi yg masih
jarang bulunya.
“Woi woiii……”, Robert bermaksud agar Desi tdk menutupi dada
dan kemaluannya.
Desi kembali menangis,
“Jangan apa-apain gue bannngggg…”, pintanya sambil menurunkan
tangannya. Robert tdk menggubris, ia hanya memplototi tubuh Desi yg indah itu.
“Lu bisa nari ga?”, tanya Robert ke Desi.
“Gaaa… a… gaa biiiss…saaa bannggg…”, Desi menjawab dengan
ketakutan.
“Makanya belajar… Mau gue ajarin??”, tanya Robert.
Tak mau menjawab Robert, Desi lalu coba berjoget, ia ketakutan,
badannya gemetaran, ini lebih baik pikirnya daripada harus diajarkan Robert.
“Nah, tuh bisa….”, singgung Robert sambil bertepuk tangan.
Desi menggerakkan tubuhnya, dari tangan sampai ke kaki
berbayang. Robert lalu mengeluarkan hp nya, lalu memainkan musik disco. Desi
berjoget dengan tubuh yg gemetaran, wajahnya masih dipenuhi air mata yg terus
mengalir.
“Jangan nangis donk, cup cup cup, tar cantiknya gak
keliatan…”, olok Robert.
Desi terus berbayang, hingga ia sedikit capek dan memelankan
gerakannya.
“Kalo capek, istirahat aja… Sini gue pijitin…”, kata Robert.
Desi langsung pucat ketakutan,
“Janngaannn baannnggg….”, Desi menghentikan gerakannya dan
kembali menangis dengan kencang.
“Sini, gue cuma mau lu bukain pakaian gue!”, Robert
memerintahkan Desi. Bagus masih terus berontak walaupun ia tahu usahanya
sia-sia.
Desi tdk berani mendekat hingga Robert kesal kemudian
berteriak,
“Lu mau gue bunuh?!”, ancamnya sambil mengarahkan belatinya.
Perlahan Desi mendekati Robert,
“Nah gitu dong, anak baik….”, olok Robert.
Kancing bajunya satu per satu dilepas oleh Desi.
“Dilihat dari dekat, ternyata Desi sangatlah cantik…”, rayu
Robert yg diam membiarkan Desi melepaskan pakainnya.
Desi memalingkan wajahnya, ia takut memandang tubuh Robert yg
dipenuhi tatto itu. Baju Robert yg hanya selapis sudah terbuka, kini giliran
celana jeans nya yg terkoyak di sebelah lutut. Desi melepaskan kancing dan
membuka resleting celana jeans Robert, lalu pelan-pelan ditariknya turun ke
bawah.
“Desi mau gak jadi pacar abang?”, tanya Robert.
Desi tdk berani menjawab, wajahnya masih memaling kesebelah,
ia tak mau memandang ke depan, di mana celana jeans Robert sudah turun, dan
menampakkan k0ntolnya yg mengeras dibalik celana dalam kumalnya.
“Gak apa-apa, Desi pikirkan saja dulu…”, lanjut Robert.
Kini tubuh Robert hanya mengenakan celana dalam abu-abu kumal
saja.
“Lanjutin dong…”, perintah Robert.
Desi pelan-pelan menarik turun celana dalam Robert hingga
k0ntol besarnya menyembul keluar. Desi ketakutan tak ingin melihat benda itu,
mungkin jijik baginya, karena Robert yg urakkan, k0ntolnya berbau pesing.
“Desi kok gak mau lihat?”, tanya Robert.
Desi terus meneteskan air mata, dengan terpaksa ia pun
memandang ke depan, ia sedikit takut dengan k0ntol besar Robert yg berbau
pesing.
“Jangan malu-malu, kalau penasaran, pegang saja…”, kata
Robert bermaksud menyuruh Desi memegang k0ntolnya itu. Desi sangat ketakutan,
tangannya gemetaran diarahkan ke k0ntol Robert.
‘Hmmm…. Hmmmmm…’, suara teriakan Bagus yg tak kedengaran.
Desi akhirnya dengan terpaksa memberanikan diri menyentuh
k0ntol Robert.
“Nah, gitu dong… Dikulum aja kalo haus…”, kata Robert.
Dengan tangan yg masih gemetaran, Desi menyentuh k0ntol
Robert. Desi terlihat jijik memegang k0ntol Robert, ia hanya menyentuh dengan
ujung jarinya.
“Desi…..”, suara Robert menekan Desi.
K0ntol Robert akhirnya dipegang Desi, lalu Robert menuntun
tangannya untuk mengocok k0ntol Robert. Desi mulai mengocok k0ntol Robert
dengan perlahan, walaupun tangannya gemetaran, tp ia sudah membuyarkan rasa
jijiknya.
“Bagus… Teruskan sayang….”, kata Robert.
Desi terus mengocok k0ntol Robert dengan pelan, ia bergantian
tangan ketika capek mengocoknya, tangan kiri lalu dengan tangan kanan.
“Kalo capek ya pake mulut aja sayang…”, kata Robert.
Jelas saja Desi takut, ia sangat jijik dengan k0ntol Robert
yg bau pesing itu, apalagi kalau harus memasukkan benda itu ke dalam mulutnya.
Desi terpaksa terus mengocok k0ntol Robert dengan kedua tangannya, walaupun
tangannya sudah terasa sedikit sengal.
Bagus sudah menyerah akan usahanya, mulutnya yg tertutup sapu
tangan tak mampu berteriak, lagian kalau pun dia berteriak, tdk ada yg
mendengar, karena Bagus tau mereka dalam tengah hutan. Lokasi ini memang
dipilih Bagus sebagai tempat pacaran, karena sangat sepi, bahkan mereka bisa
berbuat mesum tanpa diketahui siapapun, tempat yg aman dan gratis pikirnya.
Kinu Bagus hanya bisa pasrah, dengan berlinang air mata, ia tak mampu melihat
derita pacarnya.
Robert kemudian menjambak rambut Desi, ia mulai bosan kocokan
tangan Desi, ia ingin Desi mengocok k0ntolnya dengan mulatnya.
“Pakek mulut dong!”, perintah Robert langsung menjambak
rambut Desi agar wajah Desi mendekat ke k0ntolnya.
Desi ketakutan, pipinya yg basah dengan air mata kini
menyentuh k0ntol Robert yg besar dan berbau pesing.
“Ayo!!!”, Robert memaksa dengan tamparan lembut di pipi Desi
menggunakan k0ntolnya. Desi pun dengan terpaksa membuka mulutnya, lalu Robert
dengan memudah menyodorkan k0ntolnya ke dalam mulut Desi.
Dengan mata tertutup Desi akhirnya mengikuti perintah Robert,
ia biarkan k0ntol Robert yg bau itu masuk ke mulutnya.
“Bagus….”, puji Robert menampar kecil pipi Desi dengan
tangannya.
Lalu Robert menjambak kembali rambut Desi, agar Desi memaju
mundurkan wajahnya. Desi pun tdk ada pilihan lain, dengan sangat terpaksa ia
belajar menyepong benda bau pesing milik Robert itu. K0ntol Robert terus kelua
masuk di mulut mungilnya Desi. Sesekali Robert juga menahan kepala Desi, agar
k0ntol Robert terdorong masuk hingga ke tenggorokan Desi, membuat Desi serasa
ingin muntah.
Cukup lama Desi menyepong k0ntol Robert, hingga Robert sudah
cukup bosan. Ia meminta Desi melepaskan sepongannya, agar Robert juga tdk cepat
berejakulasi, ia tampak belum puas menikmati Desi. Lalu Robert membaringkan
Desi di pondok kecil itu, Robert lalu menimpa nya.
“Tadi Desi sedot punya abang, gantian abang sedot punya Desi
ya….”, kata Robert yg langsung menyedoti susu Desi.
Dengan ganas Robert menyedoti susu Desi yg masih kelihatan
kecil dan segar. Perlawanan Desi tak berarti, tangannya ditangkap Robert, hingga
dengan sangat leluasa Robert menyedoti susu Desi. Lalu diciumnya di antara
puting, hingga ke leher Desi, kemudian Robertpun melumat bibir Desi yg mungil
itu. Bibir Desi menutup sehingga Robert memaksa dengan bibirnya agar mereka
bisa berciuman, lidah Robert dijulurkan hingga menerobos masuk ke mulut Desi,
dijilatinya bibir Desi. Lalu jilatan Robert bergerak ke leher, hingga kembali
ke dada Desi.
Dua toket Desi yg segar itu terus dikenyot Robert tanpa
henti. Desi hanya bisa menangis tanpa bisa melawan. Sedangkan Bagus meratp
nasibnya, ia mungkin juga menyesal telah berurusan dengan Robert.
“Segeerrrrr……”, olok Robert ketika puas menikmati toket Desi,
ia sengaja menatap ke arah Bagus agar Bagus menderita melihat semua ini.
“Tenang bro, Jonet pasti segera mengeluarkanmu dari sini…”,
aku memotong cerita Robert.
“Tdk Jon, gue orang bejat… Gue pantas mendapatkan semua
ini…”, kata Robert.
Ia sangat terpukul sekali, sesuatu yg tdk pernah ia pikirkan,
menginap di penjara. Jonet masih bernegosiasi dengan kepala polsek, semoga saja
Jonet berhasil. Robert masih menundukkan kepala sambil meneteskan air mata,
“Gue bejat Jon…”, katanya yg kemudian melanjutkan cerita.
Ciuman Robert sudah mengarah ke perut Desi, kemudian
berlanjut hingga ke selangkangan Desi. Robert menjilati bulu-bulu halus di
sekitar memek Desi. Tubuh Desi gemetaran, ia sangat takut sekali,
“Jaangan peerkoosssa Desi banggg….”, Desi memohon. Robert tdk
memperdulikannya, ia menjilati daerah sekitar memek Desi hingga Desi kegelian.
Lalu Robert mencium memek Desi, “Hmm, masih rapet…”, kata
Robert.
“Udah pernah ngentot belum?”, tanya Robert. Desi hanya
menangis tdk berani menjawab.
“Hahaha, gak usag munafik, paling-paling si jahanam Bagus
udah nodai lu juga…”, kata Robert lalu melanjutkan ciumannya di memek Desi.
Lalu dijulurkan lidahnya untuk masuk ke memek Desi. Tubuh
Desi bergelinjang kegelian, Robert terus menjilati memek Desi, terutama di
daerah klitoris, sehingga Desi tak mampu menahan rasa gelinya.
Kini sambil menjilati klitoris memek Desi, Robert menyodokkan
jari telunjuknya ke memek Desi.
“Aughhhh…..”, rintihanDesi karena memeknya dengan tiba-tiba
ditusuk kasar oleh Robert.
Desi terus bergelinjang kegelian, klitorisnya terus dijilati
Robert dan memeknya terus ditusuk dengan jari Robert. Desi tak mampu menahan
rasa geli itu, karena Robert tak henti-henti membuat Desi merasakan nikmat.
“Hahaha, sudah mulai nikmat kan Desi?….”, tanya Robert dengan
raut wajah kegirangan.
Ia terus menjilati klitoris memek Desi, dan jarinya pun masih
terus mengobok memek Desi.
“Umhmhhh…”, desahan Desi yg ditahan, Desi nampak sudah
terangsang namun ia menyembunyikan perasaannya, ia menggigit bibir bawahnya
karena rasa nikmat dan geli sudah merasuki hingga ke otaknya.
Beberapa menit berlalu,
“Sudah gak perawan?…”, tanya Robert yg sudah menghentikan
jilatannya, namun jarinya masih terus mengobok-ngobok memek Desi.
“Hmmmrmmrrr….”, suara Bagus tdk terdengar jelas.
Desi pun hanya menangis, ia tdk tahu apa yg selanjutnya akan
terjadi padanya, ia hanya bisa pasrah. Robert lalu mempercepat gerakan jarinya,
hingga Desi bergelinjang, matanya membelalak dan Desi akhirnya berejakulasi,
air cair banyak bersemburan dari dalam memek Desi. Ketika Robert mencabut
jarinya, air itu pun bersemburan kemana-mana, membasahi tangan Robert.
“Hahaha, nikmatkan Desi?…”, tanya Robert.
Lalu ia mendekati Bagus dan melapkan tangannya ke muka Bagus.
“Neh, buat lu…”, lalu Robert juga melapkan tangannya ke baju
Bagus hingga tangannya kering.
Robert kembali mendekati Desi,
“Sayang, ngentot yuk…”, ajak Robert.
Desi ketakutan, ia coba bangkit untuk berusaha menjauh. Desi
berusaha kabur, ia berlari walaupun badannya sempoyongan,
“Hey!”, teriak Robert yg lalu mengejarnya.
Tanpa berbusana mereka berkejaran, namun karena kondisi Desi
yg sedikit tdk baik, ia pun terjatuh, dengan mudah Robert mendapatkan kembali
mangsanya itu. Rambut Desi dijambak dan ditarik agar mengikutinya kembali ke
pondok.
“Mau kabur ke mana lu?”, tanya Robert lalu menghempaskan
badan Desi ke pondok.
Desi terus menangis, ia ditendang dengan keras oleh Robert
tepat di perutnya,
“Lu mau gue bunuh?!”, ancam Robert.
Lalu ia kembali menjambak rambut Desi, lalu menampar pipinya.
Desi menangis dengan kencang, air matanya tdk berhenti bercucuran. Syamsuk lalu
memperhatikan Bagus, “Jangan salahkan gue, ini semua salah lu!!!”, kata Robert
ke Jonet.
Robert lalu menarik kaki Desi, kakinya dibuka lebar, lalu
Robert tanpa aba-aba langsung menusukkan k0ntolnya yg sudah mengaceng sedari
tadi ke arah memek Desi.
“Arghghhhhh……”, rintihan Desi ketika memek sempitnya dijebol
paksa oleh k0ntol besar milik Robert.
‘Waduh, napa gak ajak-ajak?’ pikirku dalam hati. Mendengar
cerita Robert bukan membuat aku iba, namun aku sedikit terangsang, k0ntolku
sedikit demi sedikit mulai mengeras. Namun aku tdk mau menyinggung perasaan
Robert, aku pura-pura iba sambil mendengarkan ceritanya.
Robert mulai menggenjot pelan tubuh Desi.
“Argh…”, desahan kecil Desi terdengar jelas di dalam hutan yg
sepi begini.
Hanya dengan cahaya remang-remang sinar rembulan, Robert
menikmari tubuh indah Desi. Tubuh Desi berbayang seirama dengan genjotan
Robert. ‘Ceplok ceplok…’, suara berasal dari gesekan k0ntol Robert dan memek
Desi.
“Asyik kan Desi?…”, tanya Robert sambil berbisik ke telinga
Desi.
Hanya rintihan kesakitan bercampur desahan kenikmatan yg
keluar dari mulut Desi, ia di posisi yg sangat menyulitkan, merasa terhina
namun juga menikmati sensasi seks yg tdk bisa dipungkiri baginya. Sungguh
dilema besar bagi Desi, ia harus diperkosa di depan pacarnya sendiri.
“Oh oh oh…”, desahan terus terdengar walaupun Desi masih
terus meneteskan air mata.
Genjotan Robert pun tdk berhenti, malah semakin kencang.
Robertpun tdk hanya mengentotnya saja, ia juga melumat bibir dan toket Desi.
Tubuh Desi penuh cupangan, terutama di leher dan sekitar toketnya. Puting
susunya yg merah muda pun terlihat sedikit memar akibat digigit Robert.
Bertubi-tubi serangan yg dilakukan Robert, remasan-remasan di daerah dada Desi
terus bergulir, bahkan ia mencengkram erat susu kecil Desi itu hingga Desi
menjerit kesakitan.
Tubuh Desi maju mundur bergerak seiring bayangan Robert.
Terus menerus digenjot hingga Desi tak mampu bergerak lagi, badannya sudah loyo
tak bertenaga. Robert tdk memperdulikannya, ia masih semangat menggenjot Desi
yg malang itu. Sesekali ia memelankan gerakannya supaya ia tdk cepat mencapai
ejakulasi. Sedangkan Bagus sudah diam, ia juga capek berontak, tergeletak
begitu saja tanpa gerakan berarti, tampak ia sudah lemas tak bertenaga.
Tubuh Desi dipeluknya erat, hingga dada mereka bersentuhan,
bibir Desi terus dicium Robert, dan tdk henti Robert masih menggenjot Desi.
Hingga Robert mencapai klimak, ia mencengkram erat tubuh Desi.
“Jangannnnn…..”, teriak Desi sambil mendorong Robert, namun
usahanya percuma, Robert membiarkan k0ntolnya berejakulasi di dalam memek Desi.
Spontan Desi langsung menangis dengan keras, Robert tdk
peduli, ia terus memeluk Desi dan membiarkan k0ntolnya tertancap di dalam memek
Desi.
“Syam…”, sapa boss Jonet mendekat ke arah kami, tampaknya
negosiasi mereka sudah selesai.
“Jon…”, balas Robert yg masih menundukkan kepala.
“Gimana boss?”, tanyaku ke Jonet.
Sejenak Jonet hanya diam saja, lalu ia berkata,
“Kami akan berusaha mengeluarkanmu dari sini…”, Jonet memberi
semangat kepada Robert.
Menangis, hanya itu yg bisa Robert ungkapkan. Lalu seorang
polisi menghampiri kami dan mengatakan waktu jenguk kami sudah habis. Sebelum
kami pergi, Robert hanya berpesan supaya kami kembali ke jalan yg benar.
“Apa harus kita lakukan boss?”, tanyaku kepada Jonet saat
dalam perjalanan pulang.
“Tak ada…”, Jonet menjawab dengan wajah yg murung.
“Semua bukti sangat kuat…”, lanjut Jonet.
“Kita cuma bisa membantu mencari pengacara hebat saja,
setdknya membantunya mengurangi masa tahanan”, lanjut Jonet.
Seminggu berlalu akhirnya sidang Robert dibuka, ia divonis
penjara selama lima belas tahun atas tuduhan pemerkosaan dan perampokan. Semua
bukti memberatkannya, pengacara yg Jonet bayarpun tdk banyak membantu. Dari
ceritanya memang sangat jelas, bukti dan saksi sudah tdk dapat dielakkan.
Robert menarik keluar k0ntolnya dan membiarkan Desi terbaring
bugil dengan memek yg meneteskan sperma yg tersisa. Sebelum pergi, Robert
sempatkan menendang Bagus, disiksanya hingga puas, lalu dikencinginya pas ke
wajah Bagus.
“Liat akibat perbuatan lu!”, kata Robert.
Motor milik Bagus dinyalakan lalu dibawa pergi Robert,
meninggalkan Bagus dan Desi yg tak berkutik di dalam hutan.
Besoknya, Robert ditangkap di kiosnya, tanpa perlawanan
Robert digiring ke polsek. Bagus yg membuat laporan, ia tampak dengan muka
lebamnya masih marah dengan Robert, sedangkan Desi dirawat di rumah sakit, ia
divisum dan positif bahwa sperma Robert tertinggal di memeknya.
Kami selalu mengunjungi Robert, dia adalah teman kami, dan
kami tdk bisa meninggalkannya. Ironisnya dikunjunganku yg ketiga, ia meluapkan
semua perasaannya, ia menceritakan sampai menangis. Robert sudah bertobat, ia
akan kembali ke jalan yg benar, katanya ia akan bertanggung jawab pada Desi
jika memang Desi hamil dan meminta pertanggungjawaban. Aku tdk bisa
menceritakan kepada Robert, karena ku dengar Desi akan mengaborsi kandungannya
jika ia ternyata hamil.
“Jon, kamu juga harus pikirkan masa depan, hidup sekarang ini
tdk baik…”, kata Robert.
“Hidup di penjara tdk enak Jon…”, lanjutnya bercerita.
Kata Robert ruangannya dingin, ia hanya tidur beralas tikar,
makanan cuma nasi putih dengan telur goreng, itu pun sering direbut teman satu
selnya, yg lebih ironisnya lagi, penghuni sel sangat membencinya. Robert
bercerita hingga menangis, di sini ia sangat tersiksa, para narapidana lain
sering memberinya ganjaran, karena di sini pemerkosa adalah orang terkutuk.
K0ntolnya sering dipukul oleh narapidana di sini, kadang
dioleskan cabe, kadang juga menggunakan balsem, kadang k0ntolnya ditarik paksa
oleh napi lain hingga Robert harus merasakan sakit yg luar biasa di k0ntolnya,
itulah hukuman bagi seorang pemerkosa kata Robert. Mendengar ceritanya aku
merasa ngeri, semoga pengalaman Robert bisa membuatku berubah dan tdk mengikuti
jejaknya.
No comments:
Post a Comment