Tepat jam 4 aku tiba di rumah Pak Zaim, Sore itu aku memakai
pakaian kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk menutupi menonjolnya
payudaraku, serta celana jins yg tidak terlalu ketat, tentu tak lupa juga BH
dan celana dalam. Sementara Pak Zaim tampak santai, memakai kaos berlengan dan
celana panjang biasa. Pak Zaim langsung duduk di sebelahku, dan menjelaskan
kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-ulanganku, mulai sekarang aku harus
berusaha sangat keras supaya bisa lulus.
“Kamu mengerti situasimu kan?” tanya Pak Zaim.
“Sudah lama Bapak ingin merasakan memek mu yang wangi, tidak
disangka hari ini kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa keras selagi
tetap memegangi mulut dan kedua tanganku.
“Kamu nggak usah macam-macam, layani saja Bapak, maka kamu
nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu yang jeblok itu. Kalo sampai kamu
menjerit atau berontak terlalu keras, maka Bapak jamin kamu tidak akan lulus,
ok?” tambahnya lagi.
Cerita Sex Pelajar | Saat itu aku sungguh-sungguh tidak tahu
harus berbuat apa karena belum pernah menghadapi situasi seperti ini dalam
hidupku. Tiba-tiba Pak Zaim dengan cepat melepas kacamataku dan menaruhnya di
meja sebelah. Kemudian tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi bibirku
yang mungil dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaraku
yang sebelah kiri dengan gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-awutan. Karena
kedua tanganku sudah tidak dipegangi lagi, sempat terlintas di pikiranku untuk
memukuli Pak Zaim, namun ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan tidak
berani melakukannya. Aku hanya berusaha melepaskan diri namun sia-sia saja.
Kemudian Pak Zaim melepaskan ciumannya, dan kedua tangannya
dengan segera memreteli kancing kemejaku satu-persatu. Aku mulai menangis dan
memohon untuk dilepaskan, tapi Pak Zaim tidak menghiraukan. Dengan kasar ia
menyingkirkan kemejaku dan melemparkannya ke lantai. Setelah itu Pak Zaim
dengan paksa melucuti celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi BH dan celana
dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C terlihat sangat menonjol. Sekali
lagi aku diterkamnya sehingga hanya bisa berbaring pasrah di sofa yang besar
dan empuk itu. Pak Zaim kembali menciumi bibirku sementara kedua tangannya
dengan ganas meremas-remas buah dadaku.
Zaim Kemudian Pak Zaim menyuruhku menurunkan CD-nya sampai kedua
kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang bulat. Dibukanya kedua pahaku
lebar-lebar dan Pak Zaim mengambil posisi di antaranya sambil memegangi
senjatanya. “Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya agak takut,”
kataku saat itu.
“Ha ha ha ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti seneng,”
jawabnya.
Pak Zaim juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil, karena
nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya di memekku.
“Biar kayak di BF-BF itu Ayu,” katanya. Aku yang berbaring
telentang menjawab dengan kepalaku, yang dialasi bantal empuk,
mengangguk-angguk.
Aku menahan nafas saat Pak Zaim mulai memasukkan penisnya ke
arah memekku yang sudah basah sedari tadi.
“Ohhh.. Pak..” jeritku kecil.
Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru ujung penis Pak
Zaim saja yang terbenam di memekku. Kulihat Pak Zaim mulai memompa dan
memegangi penisnya keluar masuk dari memekku sehingga menggesek-gesek
klitorisku yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan kemudian dengan
sekali sentakan kulihat separuh penis Pak Zaim masuk ke memekku.
“Ohhh.. Pak Zaim ..” desahku dengan nafas berat.
Kemudian Pak Zaim mengarahkan kedua tangannya ke arah gunung
kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak kasar, sambil memaju mundurkan
penisnya keluar masuk memekku.
“Ohhh Pak Zaim ..” Aku sudah benar-benar lupa diri, yang ada
di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini.
Kombinasi dari gesekan-gesekan penis Pak Zaim di memek dan
klitorisku serta remasan-remasan kasar telapak tangannya di buah dadaku yang
amat sensitif membuatku menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya.
Pak Zaim mulai memompa penisnya dengan lebih cepat. Sambil
tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak Zaim bergerak maju
mundur sangat cepat dan kuat. Pandangan penuh nafsu Pak Zaim di wajahku kubalas
dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku, kulihat saat itu Pak
Zaim bisa memasukkan seluruh penisnya pada setiap sentakan. Kami berdua sudah
sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan otot-otot di sekujur tubuh Pak
Zaim jelas terlihat. Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan binatang
dari kami berdua yang terdengar di kamar.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua datang.
Aku menjerit sangat keras, dan Pak Zaim justru tambah mempercepat dan
memperkuat gerakan serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali
lagi dalam cengkeraman Pak Zaim. Kemudian dipeluknya tubuhku, kubalas pula
dengan erat sehingga terasa keringat kami berdua saling bercampur. Pak Zaim
tidak pernah berhenti memompa penisnya saat orgasmeku yang kedua itu
berlangsung. Setelah klimaksku selesai beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek
lemas dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan warna dari
tubuh kami. Memekku dan penis Pak Zaim yang terbenam seluruhnya terasa sangat
basah dan aku kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak Zaim.
“Nikmat sekali kamu Ayu,” ujar Pak Zaim sambil tersenyum ke
wajahku.
Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan ini.
Kuberanikan berbisik lemah,
“Bapak kok belum keluar?” Sambil tertawa-tawa, Pak Zaim
menjawab,
“Kan sudah Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek
kamu. Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian tubuh kamu yang
lain.”
“Di mana Pak?” tanyaku.
Pak Zaim hanya membalas dengan senyuman sambil melepaskan
pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan kemudian mengambil posisi duduk
berjongkok di perutku.
Campuran keringat dan cairan memekku membuat Pak Zaim dengan
mudah menggerakan penisnya di sepanjang belahan dadaku. Aku tidak pernah
berhenti memijat, meremas, dan menjepit payudaraku sehingga kulihat mata Pak
Zaim merem melek.
“Oh Ayu sayang..!” jerit Pak Zaim sesekali.
Gerakan Pak Zaim makin lama makin cepat, sementara aku juga
menguatkan pijatan dan remasan. Karena payudaraku yang amat sensitif merasakan
kerasnya penis Pak Zaim, kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga
sering mendesah-desah tidak karuan.
Kuperhatikan dorongan penis besar Pak Zaim membuat ujungnya
makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan pula buah zakarnya bertabrakan
dengan pangkal payudaraku dalam setiap dorongan yang dilakukannya. Dengan
beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai memberikan jilatan-jilatan cepat
liar setiap kali kepala penis Pak Zaim mendekat. Sekilas kulihat mata Pak Zaim
terbelalak dengan keagresifanku ini.
“Kamu makin liar aja Ayu, Bapak bener-bener nggak tahan!”
desahnya.
Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Zaim,
jilatan-jilatan lidahku pada ujung penisnya serta remasan-remasan payudaraku
menggesek penisnya. Aku betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang
sebelumnya diberikan Pak Zaim terhadapku, tidak peduli lagi status dan
perbedaan usia kami. Gerakan dan ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih
yang tidak mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua bintang film
porno.
“Oh Ayu sayang!” Pak Zaim akhirnya menjerit keras dan
menghentikan gerakannya.
Penis Pak Zaim masih terjepit di antara payudaraku dan
ujungnya persis dekat di depan bibirku yang sedikit menganga. Bersamaan dengan
itu, air mani atau pejuh dari penis Pak Zaim muncrat! Tembakan-tembakan deras
pejuh Pak Zaim membasahi dan lengket di sebagian besar wajah dan bibirku.
No comments:
Post a Comment