Suatu sore saat aku sedang
sendirian dirumah hanya duduk di sofa dan menonton tv aku merasa bosan dan
jenuh, mumpung orang tuaku sedang tidak dirumah maka dari itu aku putuskan
untuk keluar dan membeli rokok di gang sebelah, kemudian aku menyalakan motor
dan keluar, tapi memang sialnya diriku warung rokok yang dekat dengan rumahku
malah tutup semua.
Aku memutuskan tetep mencari
rokok ke warung di depan sana. Dan memang akhirnya aku bisa mendapatkan rokok
di warung itu. Gerimis mulai turun. Ketika aku sedang tergesa-gesa menyalakan
mesin motorku, kulihat seseorang yang kukenal.
“Hei, Bu Hana!” aku memanggil
wanita itu. Ia menoleh dan tersenyum sambil menghampiriku.
“Hei Jo! Lagi apa kamu? Beli
rokok ya?” tanya wanita itu.
“He.. He.. Ibu tahu aja!”
“Sudah Ibu bilang, jangan
kebanyakan merokok!” kata Bu Hana,”Nggak baik untuk kesehatan.”
Aku cuman cengar-cengir. Bu Hana
adalah guru privat adikku yang masih kelas 6 SD. Seminggu dua kali Bu Hana ke
rumahku untuk memberi les untuk adikku. Dan Bu Hana sudah jadi guru les adikku
sejak 3 bulan yang lalu.
“Ibu mau ke rumah kan? Bareng
yuk, keburu hujan.”
Sejak pertama kali bertemu Bu
Hana, diam-diam aku mengaguminya. Ia cantik dan anggun, juga baik hati, cerdas
dan ramah. Aku paling suka melihat Bu Hana saat ia menerangkan pelajaran untuk
adikku.
Lama-lama rasa kagum itu berubah
menjadi cinta, tetapi tetap saja aku tak pernah berani mengatakannya. Ya,
jangan kaget, pacar ketigaku-ya-Bu Hana itu. Aku tak peduli beda usia yang
cukup jauh (waktu itu Bu Hana berusia 28 tahun, dan aku 18 tahun), aku tetap
mencintainya. Hujan semakin deras, dan ketika kami tiba di rumahku, kami
benar-benar basah.
“Masuk, Bu. Biar kuambilkan
handuk”
Dan aku baru tersadar, kalau Bu
Hana tampak lebih cantik saat rambutnya basah. Di balik pakaiannya yang basah
sekilas tampak lekuk liku tubuh seksinya, membuatku membayangkan hal yang
bukan-bukan. Kami duduk di sofa ruang tengah, mengobrol sambil minum teh
hangat.
“Bukannya jadwal lesnya masih 1
jam lagi Bu?” tanyaku.
“Iya sih. Ibu habis dari rumah
teman Ibu dekat sini, daripada mondar-mandir, sekalian saja ke sini. Lagipula
tadi sudah gerimis.”
Kami mengobrol cukup lama.
“Sini Bu, cangkirnya biar diisi
lagi.” Aku menawarkan.
“Eh, terima kasih!” Aku menerima
cangkir yang diulurkan Bu Hana dan beranjak ke dapur.
Saat aku membuatkan teh hangat,
pikiran-pikiran kotor yang tadi sempat tertahan kembali muncul. Aku
membayangkan seandainya Bu Hana tak mengenakan apa-apa di tubuhnya yang seksi
itu. Dan semakin kubayangkan gairahku semakin menjadi-jadi.
“Ini, Bu!” Aku menaruh cangkir
teh di atas meja.
Bu Hana tersenyum, “Terima
kasih!”
Aku masih berdiri di samping Bu
Hana. Dan kulihat ia sedikit bingung, “Ada apa, Jo?”
Aku tak tahu kenapa aku bisa
begitu nekat waktu itu. Dalam sekejab aku sudah memeluk Bu Hana. Bu Hana sangat
terkejut dan berusaha melepaskan pelukanku. Tapi tenagaku lebih kuat. Kudorong
tubuh Bu Hana hingga rebah di atas sofa.
“Jo, apa-apaan kamu?” Bu Hana
berontak atas perlakuanku. Namun perlukanku semakin erat.
Aku berbisik pelan, “Aku
mencintaimu, Bu!” dan kulihat Bu Hana semakin terkejut. Ia diam terpaku untuk
sesaat. Aku memanfaatkan waktu sesaat itu untuk merenggut lepas kancing-kancing
kemejanya.
“Aku menginginkanmu, Bu!”
Kulihat payudara Bu Hana yang
bulat berisi di balik bra putihnya. Bu Hana hanya memandangku seakan tak
percaya apa yang baru saja terjadi. Ia sudah tak lagi meronta, sepertinya sudah
pasrah akan apa yang akan terjadi.
Pelan-pelan kuturunkan roknya, lalu
kulepaskan bra putih itu. Di depanku kini tampak jelas payudara Bu Hana yang
sungguh indah, pinggang ramping, pinggul seksi, dan kaki-kaki jenjangnya. Tubuh
Bu Hana kini hanya tertutupi oleh celana dalam putih.
Tanpa menunggu aku mulai
mencumbui tubuh seksi Bu Hana. Mula-mula dari payudaranya. Kumainkan lidahku,
kuciumi dengan penuh nafsu, sesekali lidahku memainkan putingnya yang
menantang. Kurasakan tubuh Bu Hana tergetar pelan, dan ia mulai mendesah pelan.
Kulanjutkan cumbuanku turun ke
arah perut, dan semaki ke bawah. Kulepaskan penutup terakhir tubuhnya. Saat itu
kudengar suara Bu Hana memohon pelan.
“Ja.. Jangan, Jo!”
Tapi aku tak peduli, aku mulai
mencumbu sela-sela paha itu. Harumnya liang kewanitaan Bu Hana membuatku
semakin bergairah. Kepalaku kusisipkan di antara kedua paha Bu Hana, dan mulai
mencumbu liang kewanitaan yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Kumainkan lidahku di sana, kadang
bibirku memainkan klitorisnya hingga tubuh Bu Hana bergetar, dan
desahan-desahan pelan terdengar dari bibir Bu Hana saat jariku menyusup ke
dalam vaginanya.
“Mmmh, ya!Oh.. Ya, enak.. Oh..
Oh!”
Lidah nakalku terus menari-nari
di sana, menyalurkan kenikmatan yang mulai membius kesadaran Bu Hana. Sekarang
Bu Hana mulai hanyut dalam permainan cumbuanku, desahan dan erangannya
mengimbangi tarian lidahku pada klitorisnya. Kedua pahanya menjepit kepalaku.
“Yaa.. Ya!Oh.. Oh, ya sayang..
Teruskan.. Oh.. Oh!”
Tak lama kemudian kurasakan
getaran hebat tubuh Bu Hana. Erangannya pun terdengar semakin keras,
“AH.. Ya, ya.. Oh sayang.. Aku..
Aku keluar.. Oh ya.. Ooohh!” Bu Hana menggelinjang hibat dan liang
kewanitaannya mulai dibanjiri cairan vaginanya, membuat vagina Bu Hana semakin
becek. Aku menyapukan lidahku, menjilati cairan itu.
Aku melihat wajah cantik Bu Hana,
kini bersemu merah, matanya terpejam, nafasnya terengah-engah, bibirnya
mengeluarkan desahan-desahan pelan. Keringat membasahi tubuhnya. Bu Hana
membuka matanya, lalu memandangaku.
Masih belum hilang rasa ingin
tahu dalam pandangan itu, seakan bertanya ‘Mengapa kamu melakukan ini pada
ibu?’ tetapi bibirnya tetap terkatup.
Kusambut bibir Bu Hana dengan
bibirku. Selama beberapa saat kami berpagutan. Dan kurasakan Bu Hana mulai
membalas ciumanku.
Aku mulai melepaskan semua
pakaianku. Kini kami berdua sudah tak mengenakan apa-apa lagi. Senjataku sudah
tegang sejak tadi, seperti sebuah rudal yang siap ditembakkan. Ukurannya memang
tidak seperti milik bintang film porno yang sering kulihat, tapi cukup besar
juga. Bu Hana memandangku dengan tatapan ragu bercampur takut.
“Maaf, Bu!” kataku pelan.
Kutuntun penisku ke lubang vagina
Bu Hana. Kurasakan Bu Hana sedikit menolak saat kepala penisku menyentuh
klitorisnya.
“Ja.. Jangan, Jo! Ja.. Jangan
dimasukkan, nan.. Nanti..”
“Ibu nggak usah khawatir, Jo
tanggung jawab,” kataku, “Jo mencintai Ibu!”
“Ta.. Tapi Jo..”
Belum selesai Bu Hana bicara, aku
sudah menusukkan senjataku hingga masuk setengahnya.
“Ah.. Jo!” Bu Hana mulai meronta.
“Tenang Bu!” kupegangi kedua
tangannya.
Kurasakan lubang vagina Bu Hana
yang masih sempit itu menjepit penisku dan meremas-remasnya. Aku
bertanya-tanya, apa Bu Hana masih perawan. Kudorong penisku hingga menyusup
lebih jauh. Bu Hana merintih,
“Sa.. Sakit Jo..”
“Iya.. Iya Bu! Jo pelan-pelan
masukinnya.”
Mungkin Bu Hana nemang masih
perawan, pikirku. Kulihat titik-titik air mata mulai basahi matanya, dan ada
sebagian yang jatuh ke pipinya.
“Jo.. Hentikan! Ja.. Jangan
diteruskan!” desah Bu Hana.
Kepalang tanggung, pikirku. Dan
kulesakkan penisku hingga masuk seluruhnya, sampai-sampai Bu Hana menjerit.
“Ah.. Jo, sakit Jo!”
“Tak apa-apa, Bu. Cuman sebentar
sakitnya.”
Kudiamkan penisku di dalam vagina
Bu Hana selama beberapa saat, kurasakan pijatan lembut dinding vagina pada
penisku. Terasa nikmat sekali. Lalu aku mulai menggerakkan pinggulku maju
mundur, mengocokkan penisku di dalam vagina Bu Hana. Bu Hana mengerang, pada
awalnya tedengar rintihan kesakitan, namun lambat laun berganti desahan
kenikmatan.
“Ya.. Ya, Oh ya sayang!”
Peluh membanjiri tubuh Bu Hana,
matanya terpejam seakan-akan menjemput kenikmatan yang datang bertubi-tubi.
Desahannya mengiringi gerakan pinggulku.
“Oh, ya.. Oh.. Ouh. Terus sayang!
Enak, ja.. Jangan berhenti, oh..”
Aku terus memompa penisku keluar
masuk, menggesek dindinjg vagina yang basah itu. Kulihat tangan Bu Hana
meremas-remas payudaranya sendiri. Kenikmatan sudah menjalari seluruh tibuhnya.
Desahan dan erangan terus menggema di ruangan itu, berbaur dengan deru suara
hujan di luar.
Tak lama kemudian kulihat Bu Hana
menggelinjang hebat, dan dari bibirnya terdengar erangan panjang menendakan ia
telah mencapai klimaks. Kurasakan cairan hangat basahi penisku di dalam
vaginanya.
“Oh, oh.. Ya.. Ooohh, sayang! Aku
keluar, oh.. Oh..!”
Dan tanpa sadar tangannya
meraihkui dan memelukku erat sambil terus mengerang merasakan kenikmatan puncak
yang menguasai tubuhnya.
“Oh.. Oh, ya ough!”
Nafasnya tersengal-sengal.
“Ya, nikmat sekali, oh..!”
Akupun merasa sudah hampir
mencapai klimaks, maka kupercepat gerakan pinggulku. Dan sepertinya gerakanku
memacu kembali gairah Bu Luna. Kurasakan pinggul seksi Bu Hana mengimbangi
gerakan pinggulku.
“Oh.. Ya.. Oh, lagi sayang.. Oh!”
desah Bu Hana,”Lebih cepat lagi.. Oh.. Oh!!”
Dan tak lama kemudian kurasakan
penisku berdenyut-denyut.
“A.. Aku hampir keluar Bu!”
kataku,”Keluarin di mana?”
“Oh.. Keluarin saja.. Di dalam..
Nggak apa-apa..”
Dan seketika itu juga aku
mencapai puncak, penisku memuntahkan banyak cairan mani ke dalam vagina Bu
Hana, memenuhi rongga kewanitaannya.
“Ough.. Bu! Aku keluar, Bu! Oh
nikmat sekali, oh..!”
Bu Hana menggelinjang lagi, ia
mencapai klimaks lagi sesaat setelah aku orgasme.
“Ya.. Oh, ya sayang.. Aku juga
keluar.. Oh.. Oh..”
Tubuh kami bersimbah pelu, aku
merasakan sangat lelah. Tubuhku kurebahkan di sofa di samping tubuh Bu Hana.
Nafas kami tersengal-sengal. Kulihat wajah Bu Hana yang bersemu merah tampak
cantik, ia tersenyum.
“Kau.. Kau nakal Jo!” katanya
pelan,”Tapi aku senang.”
“I.. Ibu tidak marah?”
Bu Hana mencium bibirku. “Aku
memang marah pada mulanya, tapi-sudahlah-semuanya sudah terjadi,” katanya, “Kau
hebat!”
Hujan masih turun dengan
derasnya. Adikku menelpon, katanya ia belum bisa pulang karena hujan belum
reda. Dan aku menghabiskan sore itu berdua bersama Bu Hana. Kami masih sempat
bermain cinta sekali lagi sebelum kedua orangtua dan adikku pulang.
Sejak saat itu aku merasa
hubunganku dengan Bu Hana semakin dekat, selayaknya sepasang kekasih. Bu Hana
menjadi lebih ramah padaku.
Kadang kalau ada waktu senggang,
aku main ke rumah Bu Hana, atau jika rumahku sepi, aku mengundang Bu Hana ke
rumahku, dan kami bisa menghabiskan sore dengan bermain cinta. Hubungan kami
bertahan selama 6 bulan, dan berakhir saat aku lulus SMU dan harus melanjutkan
ke perguruan tinggi di kota lain.
No comments:
Post a Comment