Gadis yang masioh duduk di kelas
3 SMA ini wajahnya cantik dengan rambut lurus, badannya seksi dia msih berusia
17 tahun, anak terkhir dari 5 bersaudara yang mana kakaknya sudah ada yang
berumahtangga dan lainnya ada yang kuliah di luar kota, jadinya dia tinggal di
rumah sendiri sedangkan orangtuanya adalah orang pentingyang diharuskan tinggal
di ibukota.
Sebagai anak ABG yang mengikuti
trend masa kini, Monik sangat gemar memakai pakaian yang serba ketat termasuk
juga seragam sekolah yang dikenakannya sehari-hari. Rok abu-abu yang tingginya
beberapa senti di atas lutut sudah cukup menyingkapkan kedua pahanya yang putih
mulus, dan ukuran roknya yang ketat itu juga memperlihatkan lekuk body tubuhnya
yang sekal menggairahkan.
Penampilannya yang aduhai ini
tentu mengundang pikiran buruk para laki-laki, dari yang sekedar menikmati
kemolekan tubuhnya sampai yang berhasrat ingin menggagahinya. Salah satunya
adalah Parno, si tukang becak yang mangkal di depan gang rumah Monik. Parno,
pria berusia 40 tahunan itu, memang seorang pria yang berlibido tinggi,
birahinya sering naik tak terkendali apabila melihat gadis-gadis cantik dan
seksi melintas di hadapannya.
Sosok pribadi Monik memang cukup
supel dalam bergaul dan sedikit genit termasuk kepada Parno yang sering
mengantarkan Monik dari jalan besar menuju ke kediaman Monik yang masuk ke
dalam gang.
Suatu sore, Monik pulang dari
sekolah. Seperti biasa Parno mengantarnya dari jalan raya menuju ke rumah. Sore
itu suasana agak mendung dan hujan rintik-rintik, keadaan di sekitar juga sepi,
maklumlah daerah itu berada di pinggiran kota YK.
Dan Parno memutuskan saat inilah
kesempatan terbaiknya untuk melampiaskan hasrat birahinya kepada Monik. Ia
telah mempersiapkan segalanya, termasuk lokasi tempat dimana Monik nanti akan
dikerjai. Parno sengaja mengambil jalan memutar lewat jalan yang lebih sepi,
jalurnya agak jauh dari jalur yang dilewati sehari-hari karena jalannya memutar
melewati areal pekuburan.
“Lho koq lewat sini Pak?”, tanya
Monik.
“Di depan ada kawinan, jadi
jalannya ditutup”, bujuk Parno sambil terus mengayuh becaknya.
Dengan sedikit kesal Monik pun
terpaksa mengikuti kemauan Parno yang mulai mengayuh becaknya agak cepat.
Setelah sampai pada lokasi yang telah direncanakan Parno, yaitu di sebuah
bangunan tua di tengah areal pekuburan, tiba-tiba Parno membelokkan becaknya
masuk ke dalam gedung tua itu.
“Lho kenapa masuk sini Pak?”,
tanya Monik.
“Hujan..”, jawab Parno sambil
menghentikan becaknya tepat di tengah-tengah bangunan kuno yang gelap dan sepi
itu. Dan memang hujan pun sudah turun dengan derasnya.
Bangunan tersebut adalah bekas
pabrik tebu yang dibangun pada jaman belanda dan sekarang sudah tidak dipakai
lagi, paling-paling sesekali dipakai untuk gudang warga. Keadaan seperti ini
membuat Monik menjadi semakin panik, wajahnya mulai terlihat was-was dan
gelisah.
“Tenang.. Tenang.. Kita santai
dulu di sini, daripada basah-basahan sama air hujan mending kita basah-basahan
keringat..”, ujar Parno sambil menyeringai turun dari tempat kemudi becaknya
dan menghampiri Monik yang masih duduk di dalam becak.
Bagai tersambar petir Monikpun
kaget mendengar ucapan Parno tadi.
“A.. Apa maksudnya Pak?”, tanya
Monik sambil terbengong-bengong.
“Non cantik, kamu mau ini?” Parno
tiba-tiba menurunkan celana komprangnya, mengeluarkan penisnya yang telah
mengeras dan membesar.
Monik terkejut setengah mati dan
tubuhnya seketika lemas ketika melihat pemandangan yang belum pernah dia lihat
selama ini.
“J.. Jaangan Pak.. Jangann..”
pinta Monik dengan wajah yang memucat.
Sejenak Parno menatap tubuh Monik
yang menggairahkan, dengan posisinya yang duduk itu tersingkaplah dari balik
rok abu-abu seragam SMU-nya kedua paha Monik yang putih bersih itu. Kaos kaki
putih setinggi betis menambah keindahan kaki gadis itu.
Dan di bagian atasnya, kedua buah
dada ranum nampak menonjol dari balik baju putih seragamnya yang berukuran
ketat.
“Ampunn Pak.. Jangan Pak..”,
Monik mulai menangis dalam posisi duduknya sambil merapatkan badan ke sandaran
becak, seolah ingin menjaga jarak dengan Parno yang semakin mendekati tubuhnya.
Tubuh Monik mulai menggigil namun
bukan karena dinginnya udara saat itu, tetapi tatkala dirasakannya sepasang
tangan yang kasar mulai menyentuh pahanya.
Tangannya secara refleks berusaha
menampik tangan Parno yang mulai menjamah paha Monik, tapi percuma saja karena
kedua tangan Parno dengan kuatnya memegang kedua paha Monik.
“Oohh.. Jangann.. Pak.. Tolongg..
Jangann..”, Monik meronta-ronta dengan menggerak-gerakkan kedua kakinya. Akan
tetapi Parno malahan semakin menjadi-jadi, dicengkeramnya erat-erat kedua paha
Monik itu sambil merapatkan badannya ke tubuh Monik.
Monik pun menjadi mati kutu
sementara isak tangisnya menggema di dalam ruangan yang mulai gelap dan sepi
itu. Kedua tangan kasar Parno mulai bergerak mengurut kedua paha mulus itu
hingga menyentuh pangkal paha Monik.
Tubuh Monik menggeliat ketika
tangan-tangan Parno mulai menggerayangi bagian pangkal paha Monik, dan wajah
Monik menyeringai ketika jari-jemari Parno mulai menyusup masuk ke dalam celana
dalamnya.
“Iihh..”, pekikan Monik kembali
menggema di ruangan itu di saat jari Parno ada yang masuk ke dalam liang
vaginanya.
Tubuh Monik menggeliat kencang di
saat jari itu mulai mengorek-ngorek lubang kewanitaannya. Desah nafas Parno
semakin kencang, dia nampak sangat menikmati adegan ‘pembuka’ ini. Ditatapnya
wajah Monik yang megap-megap dengan tubuh yang menggeliat-geliat akibat jari
tengah Parno yang menari-nari di dalam lubang kemaluannya.
“Cep.. Cep.. Cep..”, terdengar
suara dari bagian selangkangan Monik. Saat ini lubang kemaluan Monik telah
banjir oleh cairan kemaluannya yang mengucur membasahi selangkangan dan
jari-jari Parno.
Puas dengan adegan ‘pembuka’ ini,
Parno mencabut jarinya dari lubang kemaluan Monik. Monik nampak terengah-engah,
air matanya juga meleleh membasahi pipinya. Parno kemudian menarik tubuh Monik
turun dari becak, gadis itu dipeluknya erat-erat, kedua tangannya meremas-remas
pantat gadis itu yang sintal sementara Monik hanya bisa terdiam pasrah, detak
jantungnya terasa di sekujur tubuhnya yang gemetaran itu. Parno juga menikmati
wanginya tubuh Monik sambil terus meremas remas pantat gadis itu.
Selanjutnya Parno mulai menikmati
bibir Monik yang tebal dan sensual itu, dikulumnya bibir itu dengan rakus bak
seseorang yang tengah kelaparan melahap makanan.
“Eemmgghh.. Mmpphh..”, Monik
mendesah-desah di saat Parno melumat bibirnya. Dikulum-kulum, digigit-gigitnya
bibir Monik oleh gigi dan bibir Parno yang kasar dan bau rokok itu. Ciuman
Parno pun bergeser ke bagian leher gadis itu.
“Oohh.. Eenngghh..”, Monik
mengerang-ngerang di saat lehernya dikecup dan dihisap-hisap oleh Parno.
Cengkeraman Parno di tubuh Monik
cukup kuat sehingga membuat Monik sulit bernafas apalagi bergerak, dan hal
inilah yang membuat Monik pasrah di hadapan Parno yang tengah memperkosanya.
Setelah puas, kini kedua tangan kekar Parno meraih kepala Monik dan menekan
tubuh Monik ke bawah sehingga posisinya berlutut di hadapan tubuh Parno yang
berdiri tegak di hadapannya. Langsung saja oleh Parno kepala Monik dihadapkan
pada penisnya.
“Ayo.. Jangan macam-macam non
cantik.. Buka mulut kamu”, bentak Parno sambil menjambak rambut Monik.
Takut pada bentakan Parno, Monik
tak bisa menolak permintaannya. Sambil terisak-isak dia sedikit demi sedikit
membuka mulutnya dan segera saja Parno mendorong masuk penisnya ke dalam mulut
Monik.
“Hmmphh..”, Monik mendesah lagi
ketika benda menjijikkan itu masuk ke dalam mulutnya hingga pipi Monik
menggelembung karena batang kemaluan Parno yang menyumpalnya.
“Akhh..” sebaliknya Parno
mengerang nikmat. Kepalanya menengadah keatas merasakan hangat dan lembutnya
rongga mulut Monik di sekujur batang kemaluannya yang menyumpal di mulut Monik.
Monik menangis tak berdaya
menahan gejolak nafsu Parno. Sementara kedua tangan Parno yang masih
mencengkeram erat kepala Monik mulai menggerakkan kepala Monik maju mundur,
mengocok penisnya dengan mulut Monik. Suara berdecak-decak dari liur Monik
terdengar jelas diselingi batuk-batuk.
Beberapa menit lamanya Parno
melakukan hal itu kepada Monik, dia nampak benar-benar menikmati. Tiba-tiba
badan Parno mengejang, kedua tangannya menggerakkan kepala Monik semakin cepat
sambil menjambak-jambak rambut Monik. Wajah Parno menyeringai, mulutnya
menganga, matanya terpejam erat dan..
“Aakkhh..”, Parno melengking,
croot.. croott.. crroott..
Seiring dengan muncratnya cairan
putih kental dari kemaluan Parno yang mengisi mulut Monik yang terkejut
menerima muntahan cairan itu. Monik berusaha melepaskan batang penis Parno dari
dalam mulutnya namun sia-sia, tangan Parno mencengkeram kuat kepala Monik.
Sebagian besar sperma Parno berhasil masuk memenuhi rongga mulut Monik dan
mengalir masuk ke tenggorokannya serta sebagian lagi meleleh keluar dari
sela-sela mulut Monik.
“Ahh”, sambil mendesah lega,
Parno mencabut batang kemaluannya dari mulut Monik.
Nampak batang penisnya basah oleh
cairan sperma yang bercampur dengan air liur Monik. Demikian pula halnya dengan
mulut Monik yang nampak basah oleh cairan yang sama. Monik meski masih dalam
posisi terpaku berlutut, namun tubuhnya juga lemas dan shock setelah
diperlakukan Parno seperti itu.
“Sudah Pak.. Sudahh..” Monik
menangis sesenggukan, terengah-engah mencoba untuk ‘bernego’ dengan Parno yang
sambil mengatur nafas berdiri dengan gagahnya di hadapan Monik.
Nafsu birahi yang masih memuncak
dalam diri Parno membuat tenaganya menjadi kuat berlipat-lipat kali, apalagi
dia telah menenggak jamu super kuat demi kelancaran hajatnya ini sebelumnya.
Setelah berejakulasi tadi, tak lama kemudian nafsunya kembali bergejolak hingga
batang kemaluannya kembali mengacung keras siap menerkam mangsa lagi.
Parno kemudian memegang tubuh
Monik yang masih menangis terisak-isak. Monik sadar akan apa yang sebentar lagi
terjadi kepadanya yaitu sesuatu yang lebih mengerikan. Badan Monik bergetar
ketika Parno menidurkan tubuh Monik di lantai gudang yang kotor itu, Monik yang
mentalnya sudah jatuh seolah tersihir mengikuti arahan Parno.
Setelah Monik terbaring, Parno
menyingkapkan rok abu-abu seragam SMU Monik hingga setinggi pinggang. Kemudian
dengan gerakan perlahan, Parno memerosotkan celana dalam putih yang masih
menutupi selangkangan Monik.
Kedua mata Parno pun melotot
tajam ke arah kemaluan Monik. Kemaluan yang merangsang, ditumbuhi rambut yang
tidak begitu banyak tapi rapi menutupi bibir vaginanya, indah sekali.
Parno langsung saja mengarahkan
batang penisnya ke bibir vagina Monik. Monik menjerit ketika Parno mulai
menekan pinggulnya dengan keras, batang penisnya yang panjang dan besar masuk
dengan paksa ke dalam liang vagina Monik.
“Aakkhh..”, Monik menjerit lagi,
tubuhnya menggelepar mengejang dan wajahnya meringis menahan rasa pedih di
selangkangannya.
Kedua tangan Monik ditekannya di
atas kepala, sementara ia dengan sekuat tenaga melesakkan batang kemaluannya di
vagina Monik dengan kasar dan bersemangat.
“Aaiihh..”, Monik melengking
keras di saat dinding keperawanannya berhasil ditembus oleh batang penis Parno.
Darah pun mengucur dari sela-sela kemaluan Monik.
“Ohhss.. Hhsshh.. Hhmmh..
Eehhghh..” Parno mendesis nikmat.
Setelah berhasil melesakkan
batang kemaluannya itu, Parno langsung menggenjot tubuh Monik dengan kasar.
“Oohh.. Oogghh.. Oohh..”, Monik
mengerang-ngerang kesakitan. Tubuhnya terguncang-guncang akibat gerakan Parno
yang keras dan kasar. Sementara Parno yang tidak peduli terus menggenjot Monik
dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan vagina Monik yang
mengalir deras bercampur darah keperawanannya.
Sekitar lima menit lamanya Parno
menggagahi Monik yang semakin kepayahan itu, sepertinya Parno sangat menikmati
setiap hentakan demi hentakan dalam menyetubuhi Monik, sampai akhirnya di menit
ke-delapan, tubuh Parno kembali mengejang keras, urat-uratnya menonjol keluar
dari tubuhnya yang hitam kekar itu dan Parno pun berejakulasi.
“Aahh..” Parno memekik panjang
melampiaskan rasa puasnya yang tiada tara dengan menumpahkan seluruh spermanya
di dalam rongga kemaluan Monik yang tengah menggelepar kepayahan dan kehabisan
tenaga karena tak sanggup lagi mengimbangi gerakan-gerakan Parno.
Dan akhirnya kedua tubuh itupun
kemudian jatuh lunglai di lantai diiringi desahan nafas panjang yang terdengar
dari mulut Parno. Parno puas sekali karena telah berhasil melaksanakan hajatnya
yaitu memperkosa gadis cantik yang selama ini menghiasi pandangannya dan
menggoda dirinya.
Setelah rehat beberapa menit
tepatnya menjelang Isya, akhirnya Parno dengan becaknya kembali mengantarkan
Monik yang kondisinya sudah lemah pulang ke rumahnya. Karena masih lemas dan
akibat rasa sakit di selangkangannya, Monik tak mampu lagi berjalan normal
hingga Parno terpaksa menuntun gadis itu masuk ke dalam rumahnya.
Suasana di lingkungan rumah yang
sepi membuat Parno dengan leluasa menuntun tubuh lemah Monik hingga sampai ke
teras rumah dan kemudian mendudukkannya di kursi teras.
Setelah berbisik ke telinga Monik
bahwa dia berjanji akan datang kembali untuk menikmati tubuhnya yang molek itu,
Parno pun kemudian meninggalkan Monik dengan mengayuh becaknya menghilang di
kegelapan malam, meninggalkan Monik yang masih terduduk lemas di kursi teras
rumahnya.
No comments:
Post a Comment