Baru ini aku melihat kampung yang asyk dan unik awalnya aku
diajak temanku yang bekerja sebagai pensurvey tempat tempat desa, dimana saat
itu ada acara panen sehingga semua rakyatnya bersama sama merayakan
keberhasilan panen, dengar dengar dalam acara ini banyak menteri yang mau
datang kesini.
Aku berdua dengan temanku sebut saja namanya Apri meluncur
dengan kendaraan dinasnya ke arah Kabupaten Subang. Jam 9 pagi kami sudah
berada di kantor Kabupaten Subang untuk melakukan koordinasi dengan pejabat
setempat sekaligus membawa penunjuk jalan untuk menuju lokasi. Kami sempat
rapat sebentar dengan Bupati dan segenap Muspida untuk persiapan acara ini.
Akhirnya dipersingkat saja ceritanya aku dan Apri serta staf
Dinas Pertanian Subang sampai di lokasi. Perkampungan yang agak jauh dari jalan
raya. Tadi kuingat, dari Subang mengarah ke Pamanukan lalu membelok ke arah
Timur.
Dari jalan raya kami melalui jalan perkebunan tebu hampir
satu jam baru sampai ke lokasi. Tempat yang kami datangi memang menghampar
tanaman kedelai. Tempat acara sudah dipilih oleh pejabat setempat, suatu petak
sawah yang kedelainya siap dipanen.
Selesai meninjau lokasi kami melakukan rapat berlarut-larut
di kantor kelurahan yang baru tuntas sekitar pukul 5 sore. “Pak menginap di
sini saja pak, dari pada harus kembali ke Subang,” kata Lurah. Dia lalu
memperkenalkan kepada kami kepada seorang wanita dengan umur kitaran 30 tahun
yang memperkenalkan diri bernama Aminah. Dia adalah Sekretaris penggerak PKK
desa setempat.
Mbak Aminah kemudian ikut mobil kami untuk menunjukkan dimana
kami akan menginap. Aminah membawa kami ke kampung . Mobil berhenti di sebuah
bangunan yang bagian depannya terdapat warung kopi.
“ Pak mari turun, ini rumah saya,” katanya. Aku dan Apri
diajak masuk ke dalam rumahnya. Lumayan lega juga di dalam.
“Bapak nginap di sini saja, ini ada 3 kamar kosong, tapi ya
keadaannya sederhana, maklum di desa,” kata Aminah. Kami lalu diajak meninjau
kamar, seperti kami meninjau kamar hotel. Untuk ukuran desa kamar yang dimiliki
Aminah cukup lumayan dan bersih.
Aku kagum, karena tempat tidurnya semua adalah spring bed.
Aku jadi bertanya-tanya siapa Aminah, apa kerjanya dan mana suami dan
anak-anaknya. Kami setuju dan Aminah mengarahkan agar kami bertiga mengambil
kamar sendiri-sendiri.
“Santai saja pak, di sini tidak perlu buru-buru kayak di
Jakarta,” kata Aminah. Rumah Aminah cukup besar dan sejak aku datang sampai
selesai mandi dan ngopi aku belum menemukan suaminya atau anak-anaknya.
“ Kamu tinggal sama siapa mbak, “ tanyaku penuh penasaran.
“Sendiri saja pak, paling ya ditemeni sama yang kerja di warung itu. Saya sudah
tidak punya suami lagi pak, sudah jomblo,” katanya genit.
Aku menanyakan kenapa rumahnya punya banyak kamar, seperti
hotel. “ O itu biasalah pak, sering ada yang nginap, kadang-kadang dari Jakarta
juga, mereka kan mau rileks di sini,” kata Aminah sambil senyum genit.
Ketika Aminah ke belakang Pak Cecep, staf Dinas Pertanian
Subang menjelaskan kepada kami bahwa di daerah ini kehidupan sangat bebas.
Siapa saja yang kita inginkan, baik dia sedang punya suami, janda atau masih
perawan bisa diajak tidur. Aku jadi berpandang-pandangan dengan Apri. Kami
berdua memang penjahat kelamin.
Sekembalinya Aminah bergabung dengan kami pak Cecep tanpa
basa basi menanyakan ke Aminah mengenai teman tidur yang bisa disediakan malam
ini. “ Bapak-bapak mau yang model apa, “ tanya Aminah. Agak repot juga menjawab
pertanyaannya.
“ Ya udah nanti pada saya panggilin, bapak-bapak tenang saja,
ada yang abg ada yang stw,” kata Aminah lalu berlalu. Dia berbicara dengan
pembantu lakinya yang tidak lama kemudian pembantu itu pergi membawa sepeda
motor.
Sekitar 2 jam setelah kami makan malam, kami diajak melihat
warung di depan. “ Itu pak anak- anaknya, bapak-bapak tinggal pilih saja yang
mana itu ada 8 orang yang bisa siap malam ini nginap. Aku dan Apri menyapu
pandangan ke seluruh cewek yang duduk di warung.
Cukup lumayan juga. Apri dan Cecep sudah menentukan pilihan.
Aminah memanggil mereka yang terpilih. “ Bapak yang mana,” tanya Aminah
kepadaku.
“Wah agak susah juga nih menyebutnya, “ kataku.
“ Kenapa pak gak ada yang cocok ya, nanti biar dipanggil lagi
yang lain, “ kata Aminah.
“Nggak bukan itu , ndak perlu manggil lagi, tapi saya dari
tadi naksir sama yang punya rumah,” kataku terus terang.
“ Ah bisa aja si Bapak, saya mah udah tua, udah kendor pak,
takutnya nanti ngecewain,” katanya tersipu malu dengan pandangan genit. “ Ah
tapi pandangan saya, yang punya rumah yang terbaik dari semua itu,” kataku
mulai melambungkan pujian.
Aminah lalu memberi kode ke pada pembantunya laki-laki dan
kepada perempuan yang tidak terpilih satu persatu meninggalkan warung.
Cecep dan Apri langsung menggiring pasangannya masuk ke
kamar, sementara aku masih ngobrol dengan Aminah. Aku banyak mengorek
keterangan mengenai kehidupan di kampung ini. Menurut Aminah masyarakat di
kampung ini bebas terhadap masalah sex.
Dia tidak tahu bagaimana awalnya sampai adat kampung ini
demikian. “ Kalau bapak tinggal di sini baru bisa merasakan bahwa di sini
masyarakatnya ramah dan masalah sex bukan hal yang tabu,” katanya. “Tapi
bagaimana istri orang kok bisa diajak nginep,” tanyaku.
“ Disini uang kan susah pak, Kalau istrinya dibooking,
berarti kan dia dapat duit, seratus duaratus sudah besar di kampung, pak”
katanya. “Pak kita terusin ngobrolnya dikamar saya saja pak,” kata Aminah
sambil menggandeng tanganku.
Di dalam kamar Aminah melepas semua pakaiannya, BH nya
tinggal celana dalam dan dia memakai sarung setinggi dada. Dia tidak malu- malu
bertelanjang di depan saya. Susunya cukup besar dan pahanya juga tebal sekali.
Aku tidak perlu menceritakan secara rinci bagaimana
pertempuranku dengan Aminah. Dia memulai dengan memijat seluruh tubuhku lalu
mengoral dan akhirnya kami mengayuh birahi. Permainannya cukup trampil dan
memeknya bisa dia mainkan sehingga penisku seperti di pijat-pijat. Kami bermain
dua ronde lalu tertidur lelap sampai pagi.
Pagi-pagi Aminah sudah menyiapkan nasi goreng dengan telur
mata sapi serta dua telur ayam kampung setengah matang untuk kami masing-
masing. Aku merasakan ketenangan dan kedamaian di desa yang teduh.
Hari ini aku dan Apri melanjutkan rapat koordinasi untuk
ancara Panen Raya Kedelai. Soal apa yang kukerjakan kurang menarik untuk
diceritakan, tetapi, ketika semua rampung sekitar pukul dua siang kami berdua
kembali ke rumah Aminah. Pak Cecep kembali ke Subang.
Aminah menyambut kami, kami mengobrol sebentar. Saat Apri ke
kamar mandi, Sofei mendekatiku, “ Pak ada janda baru cerai masih muda, anaknya
cantik, saya lagi suruh dia di bawa kemari,” kata Aminah.
Aku sebenarnya agak rikuh, karena semalam sudah menunggangi
Aminah. Untuk berpindah ke lain hati sepertinya saya tidak punya perasaan.
Tapi, si Aminah yang menawarkan. “Begitu bebaskah pergaulan di desa ini
sehingga tidak ada rasa memiliki,” batinku.
Tidak lama kemudian datang 2 sepeda motor. Aminah menyambut
dan menggandeng salah seorang yang lalu diperkenalkan kepadaku. Gadis yang
masih kelihatan masih sangat remaja itu disuruh duduk disampingku. Kuakui dia
memang cukup cantik dan seksi. Yang seorang lagi juga seimbang cantiknya,
tetapi tubuhnya lebih pendek, dan dia dijodohkan ke Apri.
Aminah tanpa basa-basi membuka omongan dengan memperkenalkan
gadis yang disebelahku bernama Yaya, janda baru 3 bulan dan cewek Apri Mimin
belum pernah kawin tapi sudah janda. Selama 3 hari kami menginap di rumah
Aminah, aku puas karena setiap malam berganti- ganti pasangan. Setelah
pekerjaan Apri selesai dan dia harus kembali ke Jakarta, aku masih bertahan di
desa itu.
Selama seminggu aku memuaskan fantasi sex ku dikampung sex
bebas ini. Kehadiranku di situ, rupanya cepat diketahui peduduk kampung. Warung
Aminah jika sudah sore sekitar jam 5 sering didatangi cewek-cewek.
Mereka sengaja datang untuk aku pilih menjadi teman tidurku.
Kegilaanku makin mejadi-jadi, karena aku mencoba berbagai tipe, dari mulai yang
gendut, kurus, muda , STW dan berbagai tipe. Suatu hari aku digamit Aminah, “
Pak itu ada orang nawarin anaknya yang masih perawan, bapak berminat gak.
Aku melepas pandangan ke warung, terlihat seorang ibu
didampingi gadis kecil. Kutaksir umurnya masih dibawah 15 tahun. Aku jadi
penasaran ingin pula mencoba perawan kampung. Aku setuju dan harga yang
ditawarkan ternyata juga tidak terlalu tinggi. Gadis kecil itu digandeng Aminah
masuk ke ruang tamu lalu dia menyuruh menyalamiku.
Buset masih kecil sekali. Teteknya memang sudah nyembul,
tetapi masih kecil sekali. Anaknya duduk disampingku menunduk malu diam saja.
Aku berusaha mengorek informasi ternyata umurnya baru 13 tahun, baru lulus SD.”
Kamu benar berani tidur dengan saya,” tanyaku. Dia menjawab
dengan anggukan saja. “Sudah pernah pacaran,” tanyaku. Dia menggeleng.
“Sudah pernah dicium laki-laki,” tanyaku lagi. Dia menggeleng
lagi. Aku lantas bertanya dalam hati apa aku sanggup memerawani anak sekecil
ini. Bukan soal menusukkan penis ke memeknya, tetapi mengolahnya bagaimana ?
Aku berdiri dan menarik Aminah. Kami berbicara di dalam.
Intinya aku minta bantuan Aminah untuk mengajari anak ini memuaskan laki-laki.
Aminah terdiam, tampaknya dia berpikir sebentar. “ Emang kenapa kok pakai perlu
dituntun, tancep aja kan sudah, kan anaknya juga sudah pasrah,” kata Aminah.
Aku lalu menjelaskan ke Aminah bahwa anak sekecil itu belum
bisa membayangkan kejadian seperti apa yang bakal dia alami ketika berdua
dengan laki-laki. Aku minta Aminah melakukan kursus singkat mempersiapkan dia
agar benar- benar siap. Bukan hanya itu, Aminah juga harus ikut di dalam kamar
menunjukkan contoh dan cara meladeni laki-laki.
Mungkin ini adalah pengalaman pertama bagi Aminah memberi
training sex sampai pada praktek. Aku pun baru pertama kali ini menghadapi
perempuan kecil. Jiwa petualanganku lah yang mendorong aku ingin mencicipi daun
muda.
Aminah akhirnya paham. Dia lalu menarik anak itu dan
kelihatannya dia diminta membantu-bantu Aminah. Aku memang mencadangkan energi
untuk eksekusinya nanti malam sekitar jam 10. Sekarang baru jam 5 sore.
Aminah punya waktu 5 jam untuk mempersiapkan anak itu sebelum
ditikam. Sementara itu aku memanfaatkan waktu senggang dengan beristirahat
tidur dulu mempersiapkan stamina. Selama ini setiap malam aku bertempur minimal
3 ronde.
Jam 8 malam aku dibangunkan Aminah untuk makan malam. Aku
duduk di meja makan. Kulihat Aminah mengajari Dini, demikian namanya untuk
meladeniku makan. Ia mengambilkan piring, lalu menyendokkan nasi, mengambilkan
lauknya lalu menyerahkan ke aku. Setelah itu dia makan disampingku.
Pembawaannya kelihatan masih canggung, malu menunduk terus,
tidak bicara kalau tidak ditanya. Dini cukup ayu, kulitnya agak gelap,
rambutnya sebahu lebih sedikit. Rambutnya kelihatan masih belum begitu kering,
sekelebat memancarkan bau harum.
Tadi ketika baru datang terasa bau anak kampung, dan
rambutnya samar-samar bau minyak kelapa. Aminah kelihatannya membersihkan dan
mempersiapkan Dini sebelum aku santap nanti malam.
Selesai makan kami ngobrol sambil menonton TV. Sekitar sejam
kemudian kami digiring Aminah memasuki kamar. Setelah di dalam kamar, Aminah
mengajak Dini keluar lagi. Aku berganti celana pendek dan kaus oblong lalu
berbaring di tempat tidur.
Tidak lama kemudian Aminah dan Dini masuk. Mereka berdua
sudah berkemben sarung. Aku diminta Aminah membuka kaus dan tidur telungkup.
Aminah mengajari Dini memijati seluruh tubuhku.
Pijatannya tidak terasa, tekanannya terlalu ringan. Aku
maklum sajalah, karena dia masih kecil dan mungkin baru pertama kali memijat
laki-laki dewasa. Berrkali-kali Aminah memberi instruksi cara memijat.
Setelah seluruh bagian belakang badanku dipijat, aku diminta
telentang. Aminah mengajak Dini membuka sarungnya. Mereka berdua lalu bugil
setengah badan. Tetek Aminah besar bergayut- gayut, sementara susu Dini masih
kecil, kelihatannya baru tumbuh.
Pentilnya masih kecil. Aminah mengarahkan Dini melepas celana
luar dan celana dalamku. Gerakannya agak kaku, malah terasa agak gemetar.
Penisku langsung tegak ketika celana dalamku diloloskan. Aminah dengan bahasa
setempat mengajari Dini memegang- megang penisku lalu disuruh mengocok pelan.
Nikmat sekali rasanya meskipun genggamannya kecil. Aminah
mengambil alih dan mengajari bagaimana melakukan oral terhadap penisku. Mulanya
Dini menolak, kata dia jijik. Aminah lalu mencontohkan mengoralku. Aminah
memang sudah piawai dengan hisapan dan jilatan. Dini diminta mengikuti apa yang
baru saja dilakukan Aminah.
Dengan ragu-ragu mendekatkan kepalanya dan dia mulai
menjulurkan lidahnya menjilat penisku. Aminah setengah memaksa, sampai akhirnya
Dini mau mengulum kepala penisku dan menjilati buah zakarnya. Tidak begitu
nikmat rasanya, tetapi karena yang menjilat ini adalah anak yang belum punya
pengalaman, aku merasakan sensasi yang luar biasa.
Hampir setengah jam aku dioral, lalu Dini dibaringkan di
sebelahku. Ia membuka dulu celananya, sehingga Dini dan Aminah sekarang sudah
bugil. Belum ada bulu jembut dikemaluan Dini, Memeknya cembung dan belahannya
rapat seperti memek anak bayi.
Aku dipersilakan Aminah untuk mencumbu Dini. Aku bangkit dan
mulai menciumi pipi Dini. Wajah Dini ketakutan. Kupegang, telapak tangannya
dingin. Aku mencoba mengulum bibirnya. Aminah terus-menerus memberi instruksi
bagaimana Dini harus membalas ciumanku.
Meski kelihatan agak terpaksa, Dini membuka mulutnya dan
menyambut uluran lidahku. Setelah kurasa cukup mengulum bibirnya. Ciumanku
berpindah ke bagian telinga lalu turun ke leher. Dini menggelinjang sambil
mengatakan rasanya geli sekali. Sementara itu aku merabai tetek kecilnya yang
masih sangat kenyal. Aku berhati-hati meremas, karena mungkin saja dia
kesakitan kalau aku remas terlalu keras.
Aku menjilati kedua puting susunya yang mengeras, dan masih
sangat kecil. Dini tertawa sambil menahan geli. Aminah memarahi Dini agar
jangan ketawa dan harus menahan rasa gelinya. Dini terus saja
menggelinjang-gelinjang menahan rasa geli dari jilatanku.
Aku mengindra bahwa nafas Dini mulai memburu dan terdengar
detak jantungnya semakin cepat. Mungkin saja anak ini mulai terangsang, atau
dia sedang merasakan ketakutan. Sambil kujilati teteknya aku meraba
selangkangannya.
Belahan memeknya masih kering. Jika cewek dewasa, tanda di
memeknya yang masih kering itu berarti dia belum terangsang, tetapi bagi cewek
bau kencur ini, aku belum punya pengalaman. Bisa saja dia sudah mulai
terangsang, tetapi lendir vaginanya belum berproduksi sempurna. Atau memang dia
belum terangsang sama sekali, karena tercekam rasa takut dan kegelian.
Dari bagian teteknya aku turun menciumi gundukan memeknya.
Aminah membantuku melebarkan kakinya. Aku berpindah diantara kedua kakinya lalu
menjulurkan lidahku ke belahan memeknya. Dini menggelinjang-gelinjang sambil
tertawa kegelian.
Aminah memarahi Dini agar jangan tertawa. Dini beralasan dia
tidak dapat menahan rasa geli. Aku menguak belahan memeknya, Terlihat merah di
dalamnya dan lubang vaginanya sangat kecil. Tampaknya satu jariku pun tidak
muat ditusukkan ke lubang itu.
Lipatan bibir dalamnya agak menonjol, sehingga ketika
memeknya tertutup lipatan kulit labia minoranya menyembul keluar. Belum ada
kerutan di kulit labia minoranya. Aku mulai menjilati lipatan kulit memek
bagian dalam itu. Dini menggelinjang terus kegelian. Aku memaksa menjilatinya
terus, tanpa menyentuh bagian clitorisnya.
Aku sadar kalau dia belum terangsang maka rasa geli dan ngilu
tidak akan mampu dia tahan. Setelah Dini agak tenang dan tidak bergerak-gerak
lagi, lidahku baru mulai menggapai kulit penutup clitorisnya. Dini
menggelinjang setiap kali lidahku menyentuh kulit penutup clitoris itu. Dia
menggelinjang-gelinjang terus.
Namun dari perasaanku mengatakan bahwa gelinjang nya kali ini
karena rangsangan. Lidahku mulai mencari ujung clitorisnya. Agak terasa
mengeras daging seperti daging tumbuh. Dini mulai memasuki gelombang
rangsangannya sehingga secara tidak sadar dia merengek-rengek nikmat.
Aku meraba lubang memeknya mulai terasa berlendir. Cukup lama
juga aku mengoral Dini, sampai aku pegal, tetapi dia tidak bisa mencapai
orgasme. Karena bosan akhirnya aku bangkit dan melanjutkan episode berikutnya
memerawaninya.
Sebelum penisku ku tusukkan Aminah mengalasi bagian bawah
memek Dini dengan kain batik. Mungkin Aminah menghindarkan spreinya terkena
darah perawan. Aku melumuri penisku dengan ludah sebanyak-banyaknya dan juga
lubang memek Dini.
Dengan bantuan dan tuntunan Aminah penisku diarahkan ke
lubang memek Dini. Dia agak berjingkat ketika penisku mulai menusuk gerbang
memeknya. Dini mengeluh memeknya perih. Aminah menginstruksikan Dini menahan
sakit yang kata aminah cuma sebentar.
Penisku pelan-pelan menikam lubang memek Dini. Ketat sekali
rasanya lubang memek anak bau kencur ini. Meski penisku sudah di dalam lubang
memek, tetapi untuk memajukannya sulit sekali. Aku mencoba menarik sedikit lalu
menekan lagi demikian berkali-kali sampai kepala penisku masuk seluruhnya.
Untuk masuk lebih jauh terasa halangan selaput daranya. Dini
sudah bercucuran air mata dan dia kelihatannya menangis meski tanpa suara.
Aminah mengusap-usap rambutnya sambil menghibur bahwa sakitnya cuma sebentar. “
Sebentar lagi kamu ngrasai enak, tahanlah,” begitulah kira-kira kata Aminah dalam
bahasa lokal.
Setelah agak lancar gerakanku, aku mulai menekan
perlahan-lahan dengan tenaga ekstra sampai terasa menjebol sesuatu di dalam
rongga memek itu. Dini menjerit kesakitan. Penisku langsung bisa maju terus
sampai akhirnya tertelan memek Dini seluruhnya.
Aku menahan beberapa saat sampai Dini tenang dan berkurang
rasa sakitnya. Setelah itu ketika aku melakukan gerakan menarik sedikit Dini
kelihatan tegang dan merintih. Aku hunjamkan lagi begitu berkali-kali sampai
dia tidak terlihat ekspresi kesakitan.
Aku pun lantas melakukan gerakan lebih jauh maju mundur.
Memang terasa sempit dan ketat sekali. Maklumlah memek anak kecil yang belum
berkembang dipaksa menerima penis orang dewasa. Aku tidak mampu bertahan
sehingga lepaslah spermaku di dalam memeknya.
Ketika kucabut penisku, terlihat ada guratan merah bercampur
dengan sperma. Dini terdiam pasrah, seperti orang pingsan. Aminah membantu
membereskan bekas maniku dan membersihkan batang penisku dengan handuk basah.
Dia juga membersihkan memek Dini yang ada lelehan maniku bercampur darah.
Sekitar satu jam kami bertiga istirahat berbaring. Aku
dipinggir disebelahku Dini lalu Aminah. Kami bertiga bugil. Aku merasa canggung
juga meminta Aminah ikut di dalam pertempuran ini. Perannya memang besar.
Jika dia tidak memberi arahan, bisa-bisa aku gagal memerawani
Dini. Untuk membalas jasanya aku bangkit dan langsung nyosor menindih Aminah.
Aminah tidak siap dia terkejut. Dia mungkin sudah setengah tidur.
Aku menciumi mulutnya menghisap kedua teteknya yang
menggelembung dan menyedot-nyedot pentilnya. Setelah dia terbakar birahinya aku
mulai turun menjilati clitorisnya. Aminah tanpa malu- malu mengerang-ngerang
nikmat. Dia kuoral sampai orgasme yang ditandai dengan jeritannya. Semua adegan
itu disaksikan Dini sambil dia duduk bersila.
Aku lalu menancapkan penisku yang sudah 75 persen mengeras.
Aku genjot Aminah dengan posisi MOT. Bosan pada posisi itu kami ganti posisi
Aminah diatas. Dia menggenjot penisku sampai dia mencapai orgasmenya dengan
jeritan dan ambruk ke dadaku.
Penisku masih menegang dan belum ada tanda-tanda mencapai
puncaknya. Aminah kuminta nungging lalu aku menusuknya dari belakang. Aminah
mengerang-negerang kembali sampai dia mendapat orgasme lagi.
Lubang memek Aminah sudah sangat licin sehingga aku mengambil
handuk basah untuk membersihkan lendir dari penisku dan menyeka lendir dari
memek Aminah. Aku kembali mengambil posisi MOT, dengan berbagai gaya mulai dari
kaki Aminah ditekuk sampai kakinya di letakkan di pundakku.
Hampir 45 menit aku menggenjot Aminah dengan berbagai gaya
dan aku sudah merasa mulai lelah, maka aku berusaha berkosentrasi untuk
mencapai puncak kenikmatan. Akhirnya sampai juga kenikmatanku dan aku benamkan
sedalam-dalamnya penisku ke dalam memek Aminah.
Setelah beristirahat sebentar Aminah lalu keluar berbalut
sarung bersama dengan Dini. Mereka kelihatannya menuju kamar mandi. Setelah
mereka keluar, aku juga merasa agak sesak pipis, maka dengan hanya bersarung
aku menuju kamar mandi satu-satunya dirumah itu. Aku mengetuknya dan Aminah
membuka pintunya.
Aminah dan Dini sedang jongkok membersihkan memeknya. Aminah
mengajari Dini berkumur dengan larutan penyegar dan membersihkan daerah
kewanitaan dengan sabun khusus. Sementara itu aku ditelanjangi Aminah dan Dini
disuruh menyabuni seluruh bagian kelaminku sampai bagian dubur. Kami bertiga
keluar dari kamar mandi.
Jam di dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Perutku terasa
lapar dan hal itu kusampaikan ke Aminah. Dia menawarkan membuatkan mi instan.
Aku pun setuju. Dengan hanya berkemben sarung Aminah dan Dini mempersiapkan mi
instan ditambah dengan telur. Kami bertiga makan mi instan hangat. Lumayan
kenyang juga.
Aku lalu kembali ke kamar mandi mengosok gigi. Mereka berdua
sudah berbaring di bed ketika aku masuk kamar. Aku disisakan tempat di tengah.
Kami pun tidur bertiga sampai pagi. Pada pagi hari penisku masih bisa berdiri
dan aku menggarap Dini.
Dia tidak terlalu merasa sakit, tetapi di wajahnya terlihat
masih ada trauma. Aku akhirnya tinggal sebulan di rumah Aminah, mendapat 5
perawan dan setiap malam berganti- ganti pasangan. Aku senang dengan suasa desa
itu. Aku sampai bercita-cita membeli sebidang tanah dan rumah serta sawah di
kampung ini.
Dari pengalamanku menjajal potensi desa ini aku mendapatkan
kesimpulan bahwa wanita yang berkulit agak gelap, tetek tidak terlalu besar dan
badannya terlihat kencang serta mukanya bersih dari jerawat, memeknya rasanya
sangat nikmat. Sementara itu wanita yang teteknya gede alias Toge, hanya indah
dipandang, tetapi memeknya kurang nikmat dan permianannya di ranjang kurang
agresif. Aku sering ke desa ini menghabiskan liburanku. Aku akhirnya dikenal
luas di desa ini sampai ke aparat desa pun aku akrab