DEWALOTTO

DEWALOTTO
Tersedia 6 Bank BCA, BNI, MANDIRI, BRI, DANAMON dan NIAGA ™DAFTAR™ Klik Gambar Diatas*****

Tuesday, 30 May 2017

Certa Sex - Penisku Lelah dibuatnya..


Baru ini aku melihat kampung yang asyk dan unik awalnya aku diajak temanku yang bekerja sebagai pensurvey tempat tempat desa, dimana saat itu ada acara panen sehingga semua rakyatnya bersama sama merayakan keberhasilan panen, dengar dengar dalam acara ini banyak menteri yang mau datang kesini.

Aku berdua dengan temanku sebut saja namanya Apri meluncur dengan kendaraan dinasnya ke arah Kabupaten Subang. Jam 9 pagi kami sudah berada di kantor Kabupaten Subang untuk melakukan koordinasi dengan pejabat setempat sekaligus membawa penunjuk jalan untuk menuju lokasi. Kami sempat rapat sebentar dengan Bupati dan segenap Muspida untuk persiapan acara ini.

Akhirnya dipersingkat saja ceritanya aku dan Apri serta staf Dinas Pertanian Subang sampai di lokasi. Perkampungan yang agak jauh dari jalan raya. Tadi kuingat, dari Subang mengarah ke Pamanukan lalu membelok ke arah Timur.

Dari jalan raya kami melalui jalan perkebunan tebu hampir satu jam baru sampai ke lokasi. Tempat yang kami datangi memang menghampar tanaman kedelai. Tempat acara sudah dipilih oleh pejabat setempat, suatu petak sawah yang kedelainya siap dipanen.

Selesai meninjau lokasi kami melakukan rapat berlarut-larut di kantor kelurahan yang baru tuntas sekitar pukul 5 sore. “Pak menginap di sini saja pak, dari pada harus kembali ke Subang,” kata Lurah. Dia lalu memperkenalkan kepada kami kepada seorang wanita dengan umur kitaran 30 tahun yang memperkenalkan diri bernama Aminah. Dia adalah Sekretaris penggerak PKK desa setempat.

Mbak Aminah kemudian ikut mobil kami untuk menunjukkan dimana kami akan menginap. Aminah membawa kami ke kampung . Mobil berhenti di sebuah bangunan yang bagian depannya terdapat warung kopi.

“ Pak mari turun, ini rumah saya,” katanya. Aku dan Apri diajak masuk ke dalam rumahnya. Lumayan lega juga di dalam.

“Bapak nginap di sini saja, ini ada 3 kamar kosong, tapi ya keadaannya sederhana, maklum di desa,” kata Aminah. Kami lalu diajak meninjau kamar, seperti kami meninjau kamar hotel. Untuk ukuran desa kamar yang dimiliki Aminah cukup lumayan dan bersih.

Aku kagum, karena tempat tidurnya semua adalah spring bed. Aku jadi bertanya-tanya siapa Aminah, apa kerjanya dan mana suami dan anak-anaknya. Kami setuju dan Aminah mengarahkan agar kami bertiga mengambil kamar sendiri-sendiri.

“Santai saja pak, di sini tidak perlu buru-buru kayak di Jakarta,” kata Aminah. Rumah Aminah cukup besar dan sejak aku datang sampai selesai mandi dan ngopi aku belum menemukan suaminya atau anak-anaknya.

“ Kamu tinggal sama siapa mbak, “ tanyaku penuh penasaran. “Sendiri saja pak, paling ya ditemeni sama yang kerja di warung itu. Saya sudah tidak punya suami lagi pak, sudah jomblo,” katanya genit.

Aku menanyakan kenapa rumahnya punya banyak kamar, seperti hotel. “ O itu biasalah pak, sering ada yang nginap, kadang-kadang dari Jakarta juga, mereka kan mau rileks di sini,” kata Aminah sambil senyum genit.

Ketika Aminah ke belakang Pak Cecep, staf Dinas Pertanian Subang menjelaskan kepada kami bahwa di daerah ini kehidupan sangat bebas. Siapa saja yang kita inginkan, baik dia sedang punya suami, janda atau masih perawan bisa diajak tidur. Aku jadi berpandang-pandangan dengan Apri. Kami berdua memang penjahat kelamin.

Sekembalinya Aminah bergabung dengan kami pak Cecep tanpa basa basi menanyakan ke Aminah mengenai teman tidur yang bisa disediakan malam ini. “ Bapak-bapak mau yang model apa, “ tanya Aminah. Agak repot juga menjawab pertanyaannya.

“ Ya udah nanti pada saya panggilin, bapak-bapak tenang saja, ada yang abg ada yang stw,” kata Aminah lalu berlalu. Dia berbicara dengan pembantu lakinya yang tidak lama kemudian pembantu itu pergi membawa sepeda motor.

Sekitar 2 jam setelah kami makan malam, kami diajak melihat warung di depan. “ Itu pak anak- anaknya, bapak-bapak tinggal pilih saja yang mana itu ada 8 orang yang bisa siap malam ini nginap. Aku dan Apri menyapu pandangan ke seluruh cewek yang duduk di warung.

Cukup lumayan juga. Apri dan Cecep sudah menentukan pilihan. Aminah memanggil mereka yang terpilih. “ Bapak yang mana,” tanya Aminah kepadaku.

“Wah agak susah juga nih menyebutnya, “ kataku.

“ Kenapa pak gak ada yang cocok ya, nanti biar dipanggil lagi yang lain, “ kata Aminah.

“Nggak bukan itu , ndak perlu manggil lagi, tapi saya dari tadi naksir sama yang punya rumah,” kataku terus terang.

“ Ah bisa aja si Bapak, saya mah udah tua, udah kendor pak, takutnya nanti ngecewain,” katanya tersipu malu dengan pandangan genit. “ Ah tapi pandangan saya, yang punya rumah yang terbaik dari semua itu,” kataku mulai melambungkan pujian.

Aminah lalu memberi kode ke pada pembantunya laki-laki dan kepada perempuan yang tidak terpilih satu persatu meninggalkan warung.

Cecep dan Apri langsung menggiring pasangannya masuk ke kamar, sementara aku masih ngobrol dengan Aminah. Aku banyak mengorek keterangan mengenai kehidupan di kampung ini. Menurut Aminah masyarakat di kampung ini bebas terhadap masalah sex.

Dia tidak tahu bagaimana awalnya sampai adat kampung ini demikian. “ Kalau bapak tinggal di sini baru bisa merasakan bahwa di sini masyarakatnya ramah dan masalah sex bukan hal yang tabu,” katanya. “Tapi bagaimana istri orang kok bisa diajak nginep,” tanyaku.

“ Disini uang kan susah pak, Kalau istrinya dibooking, berarti kan dia dapat duit, seratus duaratus sudah besar di kampung, pak” katanya. “Pak kita terusin ngobrolnya dikamar saya saja pak,” kata Aminah sambil menggandeng tanganku.

Di dalam kamar Aminah melepas semua pakaiannya, BH nya tinggal celana dalam dan dia memakai sarung setinggi dada. Dia tidak malu- malu bertelanjang di depan saya. Susunya cukup besar dan pahanya juga tebal sekali.

Aku tidak perlu menceritakan secara rinci bagaimana pertempuranku dengan Aminah. Dia memulai dengan memijat seluruh tubuhku lalu mengoral dan akhirnya kami mengayuh birahi. Permainannya cukup trampil dan memeknya bisa dia mainkan sehingga penisku seperti di pijat-pijat. Kami bermain dua ronde lalu tertidur lelap sampai pagi.

Pagi-pagi Aminah sudah menyiapkan nasi goreng dengan telur mata sapi serta dua telur ayam kampung setengah matang untuk kami masing- masing. Aku merasakan ketenangan dan kedamaian di desa yang teduh.

Hari ini aku dan Apri melanjutkan rapat koordinasi untuk ancara Panen Raya Kedelai. Soal apa yang kukerjakan kurang menarik untuk diceritakan, tetapi, ketika semua rampung sekitar pukul dua siang kami berdua kembali ke rumah Aminah. Pak Cecep kembali ke Subang.

Aminah menyambut kami, kami mengobrol sebentar. Saat Apri ke kamar mandi, Sofei mendekatiku, “ Pak ada janda baru cerai masih muda, anaknya cantik, saya lagi suruh dia di bawa kemari,” kata Aminah.

Aku sebenarnya agak rikuh, karena semalam sudah menunggangi Aminah. Untuk berpindah ke lain hati sepertinya saya tidak punya perasaan. Tapi, si Aminah yang menawarkan. “Begitu bebaskah pergaulan di desa ini sehingga tidak ada rasa memiliki,” batinku.

Tidak lama kemudian datang 2 sepeda motor. Aminah menyambut dan menggandeng salah seorang yang lalu diperkenalkan kepadaku. Gadis yang masih kelihatan masih sangat remaja itu disuruh duduk disampingku. Kuakui dia memang cukup cantik dan seksi. Yang seorang lagi juga seimbang cantiknya, tetapi tubuhnya lebih pendek, dan dia dijodohkan ke Apri.

Aminah tanpa basa-basi membuka omongan dengan memperkenalkan gadis yang disebelahku bernama Yaya, janda baru 3 bulan dan cewek Apri Mimin belum pernah kawin tapi sudah janda. Selama 3 hari kami menginap di rumah Aminah, aku puas karena setiap malam berganti- ganti pasangan. Setelah pekerjaan Apri selesai dan dia harus kembali ke Jakarta, aku masih bertahan di desa itu.

Selama seminggu aku memuaskan fantasi sex ku dikampung sex bebas ini. Kehadiranku di situ, rupanya cepat diketahui peduduk kampung. Warung Aminah jika sudah sore sekitar jam 5 sering didatangi cewek-cewek.

Mereka sengaja datang untuk aku pilih menjadi teman tidurku. Kegilaanku makin mejadi-jadi, karena aku mencoba berbagai tipe, dari mulai yang gendut, kurus, muda , STW dan berbagai tipe. Suatu hari aku digamit Aminah, “ Pak itu ada orang nawarin anaknya yang masih perawan, bapak berminat gak.

Aku melepas pandangan ke warung, terlihat seorang ibu didampingi gadis kecil. Kutaksir umurnya masih dibawah 15 tahun. Aku jadi penasaran ingin pula mencoba perawan kampung. Aku setuju dan harga yang ditawarkan ternyata juga tidak terlalu tinggi. Gadis kecil itu digandeng Aminah masuk ke ruang tamu lalu dia menyuruh menyalamiku.

Buset masih kecil sekali. Teteknya memang sudah nyembul, tetapi masih kecil sekali. Anaknya duduk disampingku menunduk malu diam saja. Aku berusaha mengorek informasi ternyata umurnya baru 13 tahun, baru lulus SD.”

Kamu benar berani tidur dengan saya,” tanyaku. Dia menjawab dengan anggukan saja. “Sudah pernah pacaran,” tanyaku. Dia menggeleng.

“Sudah pernah dicium laki-laki,” tanyaku lagi. Dia menggeleng lagi. Aku lantas bertanya dalam hati apa aku sanggup memerawani anak sekecil ini. Bukan soal menusukkan penis ke memeknya, tetapi mengolahnya bagaimana ?

Aku berdiri dan menarik Aminah. Kami berbicara di dalam. Intinya aku minta bantuan Aminah untuk mengajari anak ini memuaskan laki-laki. Aminah terdiam, tampaknya dia berpikir sebentar. “ Emang kenapa kok pakai perlu dituntun, tancep aja kan sudah, kan anaknya juga sudah pasrah,” kata Aminah.

Aku lalu menjelaskan ke Aminah bahwa anak sekecil itu belum bisa membayangkan kejadian seperti apa yang bakal dia alami ketika berdua dengan laki-laki. Aku minta Aminah melakukan kursus singkat mempersiapkan dia agar benar- benar siap. Bukan hanya itu, Aminah juga harus ikut di dalam kamar menunjukkan contoh dan cara meladeni laki-laki.

Mungkin ini adalah pengalaman pertama bagi Aminah memberi training sex sampai pada praktek. Aku pun baru pertama kali ini menghadapi perempuan kecil. Jiwa petualanganku lah yang mendorong aku ingin mencicipi daun muda.

Aminah akhirnya paham. Dia lalu menarik anak itu dan kelihatannya dia diminta membantu-bantu Aminah. Aku memang mencadangkan energi untuk eksekusinya nanti malam sekitar jam 10. Sekarang baru jam 5 sore.

Aminah punya waktu 5 jam untuk mempersiapkan anak itu sebelum ditikam. Sementara itu aku memanfaatkan waktu senggang dengan beristirahat tidur dulu mempersiapkan stamina. Selama ini setiap malam aku bertempur minimal 3 ronde.

Jam 8 malam aku dibangunkan Aminah untuk makan malam. Aku duduk di meja makan. Kulihat Aminah mengajari Dini, demikian namanya untuk meladeniku makan. Ia mengambilkan piring, lalu menyendokkan nasi, mengambilkan lauknya lalu menyerahkan ke aku. Setelah itu dia makan disampingku.

Pembawaannya kelihatan masih canggung, malu menunduk terus, tidak bicara kalau tidak ditanya. Dini cukup ayu, kulitnya agak gelap, rambutnya sebahu lebih sedikit. Rambutnya kelihatan masih belum begitu kering, sekelebat memancarkan bau harum.

Tadi ketika baru datang terasa bau anak kampung, dan rambutnya samar-samar bau minyak kelapa. Aminah kelihatannya membersihkan dan mempersiapkan Dini sebelum aku santap nanti malam.

Selesai makan kami ngobrol sambil menonton TV. Sekitar sejam kemudian kami digiring Aminah memasuki kamar. Setelah di dalam kamar, Aminah mengajak Dini keluar lagi. Aku berganti celana pendek dan kaus oblong lalu berbaring di tempat tidur.

Tidak lama kemudian Aminah dan Dini masuk. Mereka berdua sudah berkemben sarung. Aku diminta Aminah membuka kaus dan tidur telungkup. Aminah mengajari Dini memijati seluruh tubuhku.

Pijatannya tidak terasa, tekanannya terlalu ringan. Aku maklum sajalah, karena dia masih kecil dan mungkin baru pertama kali memijat laki-laki dewasa. Berrkali-kali Aminah memberi instruksi cara memijat.

Setelah seluruh bagian belakang badanku dipijat, aku diminta telentang. Aminah mengajak Dini membuka sarungnya. Mereka berdua lalu bugil setengah badan. Tetek Aminah besar bergayut- gayut, sementara susu Dini masih kecil, kelihatannya baru tumbuh.

Pentilnya masih kecil. Aminah mengarahkan Dini melepas celana luar dan celana dalamku. Gerakannya agak kaku, malah terasa agak gemetar. Penisku langsung tegak ketika celana dalamku diloloskan. Aminah dengan bahasa setempat mengajari Dini memegang- megang penisku lalu disuruh mengocok pelan.

Nikmat sekali rasanya meskipun genggamannya kecil. Aminah mengambil alih dan mengajari bagaimana melakukan oral terhadap penisku. Mulanya Dini menolak, kata dia jijik. Aminah lalu mencontohkan mengoralku. Aminah memang sudah piawai dengan hisapan dan jilatan. Dini diminta mengikuti apa yang baru saja dilakukan Aminah.

Dengan ragu-ragu mendekatkan kepalanya dan dia mulai menjulurkan lidahnya menjilat penisku. Aminah setengah memaksa, sampai akhirnya Dini mau mengulum kepala penisku dan menjilati buah zakarnya. Tidak begitu nikmat rasanya, tetapi karena yang menjilat ini adalah anak yang belum punya pengalaman, aku merasakan sensasi yang luar biasa.

Hampir setengah jam aku dioral, lalu Dini dibaringkan di sebelahku. Ia membuka dulu celananya, sehingga Dini dan Aminah sekarang sudah bugil. Belum ada bulu jembut dikemaluan Dini, Memeknya cembung dan belahannya rapat seperti memek anak bayi.

Aku dipersilakan Aminah untuk mencumbu Dini. Aku bangkit dan mulai menciumi pipi Dini. Wajah Dini ketakutan. Kupegang, telapak tangannya dingin. Aku mencoba mengulum bibirnya. Aminah terus-menerus memberi instruksi bagaimana Dini harus membalas ciumanku.

Meski kelihatan agak terpaksa, Dini membuka mulutnya dan menyambut uluran lidahku. Setelah kurasa cukup mengulum bibirnya. Ciumanku berpindah ke bagian telinga lalu turun ke leher. Dini menggelinjang sambil mengatakan rasanya geli sekali. Sementara itu aku merabai tetek kecilnya yang masih sangat kenyal. Aku berhati-hati meremas, karena mungkin saja dia kesakitan kalau aku remas terlalu keras.

Aku menjilati kedua puting susunya yang mengeras, dan masih sangat kecil. Dini tertawa sambil menahan geli. Aminah memarahi Dini agar jangan ketawa dan harus menahan rasa gelinya. Dini terus saja menggelinjang-gelinjang menahan rasa geli dari jilatanku.

Aku mengindra bahwa nafas Dini mulai memburu dan terdengar detak jantungnya semakin cepat. Mungkin saja anak ini mulai terangsang, atau dia sedang merasakan ketakutan. Sambil kujilati teteknya aku meraba selangkangannya.

Belahan memeknya masih kering. Jika cewek dewasa, tanda di memeknya yang masih kering itu berarti dia belum terangsang, tetapi bagi cewek bau kencur ini, aku belum punya pengalaman. Bisa saja dia sudah mulai terangsang, tetapi lendir vaginanya belum berproduksi sempurna. Atau memang dia belum terangsang sama sekali, karena tercekam rasa takut dan kegelian.

Dari bagian teteknya aku turun menciumi gundukan memeknya. Aminah membantuku melebarkan kakinya. Aku berpindah diantara kedua kakinya lalu menjulurkan lidahku ke belahan memeknya. Dini menggelinjang-gelinjang sambil tertawa kegelian.

Aminah memarahi Dini agar jangan tertawa. Dini beralasan dia tidak dapat menahan rasa geli. Aku menguak belahan memeknya, Terlihat merah di dalamnya dan lubang vaginanya sangat kecil. Tampaknya satu jariku pun tidak muat ditusukkan ke lubang itu.

Lipatan bibir dalamnya agak menonjol, sehingga ketika memeknya tertutup lipatan kulit labia minoranya menyembul keluar. Belum ada kerutan di kulit labia minoranya. Aku mulai menjilati lipatan kulit memek bagian dalam itu. Dini menggelinjang terus kegelian. Aku memaksa menjilatinya terus, tanpa menyentuh bagian clitorisnya.

Aku sadar kalau dia belum terangsang maka rasa geli dan ngilu tidak akan mampu dia tahan. Setelah Dini agak tenang dan tidak bergerak-gerak lagi, lidahku baru mulai menggapai kulit penutup clitorisnya. Dini menggelinjang setiap kali lidahku menyentuh kulit penutup clitoris itu. Dia menggelinjang-gelinjang terus.

Namun dari perasaanku mengatakan bahwa gelinjang nya kali ini karena rangsangan. Lidahku mulai mencari ujung clitorisnya. Agak terasa mengeras daging seperti daging tumbuh. Dini mulai memasuki gelombang rangsangannya sehingga secara tidak sadar dia merengek-rengek nikmat.

Aku meraba lubang memeknya mulai terasa berlendir. Cukup lama juga aku mengoral Dini, sampai aku pegal, tetapi dia tidak bisa mencapai orgasme. Karena bosan akhirnya aku bangkit dan melanjutkan episode berikutnya memerawaninya.

Sebelum penisku ku tusukkan Aminah mengalasi bagian bawah memek Dini dengan kain batik. Mungkin Aminah menghindarkan spreinya terkena darah perawan. Aku melumuri penisku dengan ludah sebanyak-banyaknya dan juga lubang memek Dini.

Dengan bantuan dan tuntunan Aminah penisku diarahkan ke lubang memek Dini. Dia agak berjingkat ketika penisku mulai menusuk gerbang memeknya. Dini mengeluh memeknya perih. Aminah menginstruksikan Dini menahan sakit yang kata aminah cuma sebentar.

Penisku pelan-pelan menikam lubang memek Dini. Ketat sekali rasanya lubang memek anak bau kencur ini. Meski penisku sudah di dalam lubang memek, tetapi untuk memajukannya sulit sekali. Aku mencoba menarik sedikit lalu menekan lagi demikian berkali-kali sampai kepala penisku masuk seluruhnya.

Untuk masuk lebih jauh terasa halangan selaput daranya. Dini sudah bercucuran air mata dan dia kelihatannya menangis meski tanpa suara. Aminah mengusap-usap rambutnya sambil menghibur bahwa sakitnya cuma sebentar. “ Sebentar lagi kamu ngrasai enak, tahanlah,” begitulah kira-kira kata Aminah dalam bahasa lokal.

Setelah agak lancar gerakanku, aku mulai menekan perlahan-lahan dengan tenaga ekstra sampai terasa menjebol sesuatu di dalam rongga memek itu. Dini menjerit kesakitan. Penisku langsung bisa maju terus sampai akhirnya tertelan memek Dini seluruhnya.

Aku menahan beberapa saat sampai Dini tenang dan berkurang rasa sakitnya. Setelah itu ketika aku melakukan gerakan menarik sedikit Dini kelihatan tegang dan merintih. Aku hunjamkan lagi begitu berkali-kali sampai dia tidak terlihat ekspresi kesakitan.

Aku pun lantas melakukan gerakan lebih jauh maju mundur. Memang terasa sempit dan ketat sekali. Maklumlah memek anak kecil yang belum berkembang dipaksa menerima penis orang dewasa. Aku tidak mampu bertahan sehingga lepaslah spermaku di dalam memeknya.

Ketika kucabut penisku, terlihat ada guratan merah bercampur dengan sperma. Dini terdiam pasrah, seperti orang pingsan. Aminah membantu membereskan bekas maniku dan membersihkan batang penisku dengan handuk basah. Dia juga membersihkan memek Dini yang ada lelehan maniku bercampur darah.

Sekitar satu jam kami bertiga istirahat berbaring. Aku dipinggir disebelahku Dini lalu Aminah. Kami bertiga bugil. Aku merasa canggung juga meminta Aminah ikut di dalam pertempuran ini. Perannya memang besar.

Jika dia tidak memberi arahan, bisa-bisa aku gagal memerawani Dini. Untuk membalas jasanya aku bangkit dan langsung nyosor menindih Aminah. Aminah tidak siap dia terkejut. Dia mungkin sudah setengah tidur.

Aku menciumi mulutnya menghisap kedua teteknya yang menggelembung dan menyedot-nyedot pentilnya. Setelah dia terbakar birahinya aku mulai turun menjilati clitorisnya. Aminah tanpa malu- malu mengerang-ngerang nikmat. Dia kuoral sampai orgasme yang ditandai dengan jeritannya. Semua adegan itu disaksikan Dini sambil dia duduk bersila.

Aku lalu menancapkan penisku yang sudah 75 persen mengeras. Aku genjot Aminah dengan posisi MOT. Bosan pada posisi itu kami ganti posisi Aminah diatas. Dia menggenjot penisku sampai dia mencapai orgasmenya dengan jeritan dan ambruk ke dadaku.

Penisku masih menegang dan belum ada tanda-tanda mencapai puncaknya. Aminah kuminta nungging lalu aku menusuknya dari belakang. Aminah mengerang-negerang kembali sampai dia mendapat orgasme lagi.

Lubang memek Aminah sudah sangat licin sehingga aku mengambil handuk basah untuk membersihkan lendir dari penisku dan menyeka lendir dari memek Aminah. Aku kembali mengambil posisi MOT, dengan berbagai gaya mulai dari kaki Aminah ditekuk sampai kakinya di letakkan di pundakku.

Hampir 45 menit aku menggenjot Aminah dengan berbagai gaya dan aku sudah merasa mulai lelah, maka aku berusaha berkosentrasi untuk mencapai puncak kenikmatan. Akhirnya sampai juga kenikmatanku dan aku benamkan sedalam-dalamnya penisku ke dalam memek Aminah.

Setelah beristirahat sebentar Aminah lalu keluar berbalut sarung bersama dengan Dini. Mereka kelihatannya menuju kamar mandi. Setelah mereka keluar, aku juga merasa agak sesak pipis, maka dengan hanya bersarung aku menuju kamar mandi satu-satunya dirumah itu. Aku mengetuknya dan Aminah membuka pintunya.

Aminah dan Dini sedang jongkok membersihkan memeknya. Aminah mengajari Dini berkumur dengan larutan penyegar dan membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun khusus. Sementara itu aku ditelanjangi Aminah dan Dini disuruh menyabuni seluruh bagian kelaminku sampai bagian dubur. Kami bertiga keluar dari kamar mandi.

Jam di dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Perutku terasa lapar dan hal itu kusampaikan ke Aminah. Dia menawarkan membuatkan mi instan. Aku pun setuju. Dengan hanya berkemben sarung Aminah dan Dini mempersiapkan mi instan ditambah dengan telur. Kami bertiga makan mi instan hangat. Lumayan kenyang juga.

Aku lalu kembali ke kamar mandi mengosok gigi. Mereka berdua sudah berbaring di bed ketika aku masuk kamar. Aku disisakan tempat di tengah. Kami pun tidur bertiga sampai pagi. Pada pagi hari penisku masih bisa berdiri dan aku menggarap Dini.

Dia tidak terlalu merasa sakit, tetapi di wajahnya terlihat masih ada trauma. Aku akhirnya tinggal sebulan di rumah Aminah, mendapat 5 perawan dan setiap malam berganti- ganti pasangan. Aku senang dengan suasa desa itu. Aku sampai bercita-cita membeli sebidang tanah dan rumah serta sawah di kampung ini.


Dari pengalamanku menjajal potensi desa ini aku mendapatkan kesimpulan bahwa wanita yang berkulit agak gelap, tetek tidak terlalu besar dan badannya terlihat kencang serta mukanya bersih dari jerawat, memeknya rasanya sangat nikmat. Sementara itu wanita yang teteknya gede alias Toge, hanya indah dipandang, tetapi memeknya kurang nikmat dan permianannya di ranjang kurang agresif. Aku sering ke desa ini menghabiskan liburanku. Aku akhirnya dikenal luas di desa ini sampai ke aparat desa pun aku akrab

Sunday, 28 May 2017

Certa Sex - Sesuai dengan Seleranya..


Aku terkejut dipanggil atasan untuk masuk keruangannya , beliau mendadak menyuruhku tanpa ada pemberitahuan sebelumnya,

Sini dik masuk, bilangnya “duduk didepan tunggu sebentar ya bapak mau membereskan surat surat yang masuk hari ini.

Setelah selesai dia menatapku, dan berbicara besok kan hari libur terus msih ada tugas apa yang harus diselesaikan.

Aku berpikir sejenak sambil mengingat apalagi tugas yang harus kuselesaikan segera hari ini.

“Rasanya sih sudah tidak ada lagi yang mendesak pak, ada beberapa proposal dan rencana kerja yang harus saya buat, tapi masih bisa ditunda sampai minggu depan. Ada apa Pak?” tanyaku.

“Anu, ada tamu dari Kalimantan, namanya Pak Jainudin, panggil aja Pak Jay. Sebenarnya bukan untuk urusan kantor kita sih. Hanya kebetulan saja pas dia ada di sini, jadinya sekalian aja. Dia menginap di Bekasi.

Tadi dia telpon katanya minta tolong agar diantarkan surat yang kemarin Dik Anto buat konsepnya untuk dipelajari, jelaskan aja detailnya. Nanti Dik Anto antar saja ke sana dan bayar bill hotel beliau. Layani sampai selesai urusannya, kalau perlu nanti nggak usah kembali ke kantor.

Besok beliau kembali. Kalau mobil kantor pas kosong, pakai taksi aja soalnya ini penting. Uangnya ambil di kasir!” katanya sambil memberikan memo kepadaku untuk ambil uang di kasir.

Bergegas aku ke kasir sambil cek di resepsionis ada mobil kantor lagi kosong atau tidak. Ternyata semua mobil lagi dipakai. Jadi aku naik taksi ke Bekasi.

Setelah sampai di hotel yang dituju, aku segera menemui Pak Jay, dan menyerahkan berkas yang dimaksud. Setelah dia bertanya tentang detail dari berkas tadi, dia katakan bahwa dia sudah mengerti dengan isinya dan setuju. Hanya ada perbaikan redaksional saja.

“OK Dik, nanti saya kabari. Begini saja, konsep ini saya bawa dulu. Perbaikannya nanti menyusul saja. Hanya redaksional kok. Isinya saya sudah paham dan prinsipnya setuju,” katanya.

“Oh ya pak, pimpinan saya sampaikan bahwa bill hotel bapak biar kami yang selesaikan,” kataku.

“Aduh, jadi merepotkan. Sampaikan terima kasih dan salam untuk pimpinanmu, Pak Is” katanya sambil menyalamiku.

“Baik Pak nanti saya sampaikan, selamat jalan”.

Aku kemudian membereskan bill di front office. Tiba-tiba saja petugas hotel memanggilku.

“Maaf Pak Anto ya? Ini Pak Jay mau bicara,” katanya sambil menyerahkan gagang telepon. Kuterima gagang telepon dan dari seberang Pak Jay berkata”Dik, saya lupa kasih tahu. Kebetulan semua urusan saya selesai hari ini jadi saya bisa pulang siang nanti. Dik Anto tunggu sebentar di bawah ya!”

Aku menunggu Pak Jay turun ke lobby. Sebentar kemudian dia sudah datang dan minta dipanggilkan taksi. Kupanggilkan taksi, dia naik dan katanya.

“Terima kasih banyak lho bantuannya”.

Aku menggangguk dan tersenyum saja. Setelah taksinya pergi, aku berpikir kalau dia jadi pulang, sementara bill sudah dibayar penuh sampai besok, sayang rasanya. Biar aja kuisi kamarnya sampai besok, toh besok juga libur. Aku lapor ke resepsionis.

“Mbak, Pak Jay sudah check out, saya pakai kamarnya sampai besok. Tapi tolong beresin dulu kamarnya, saya mau jalan dulu sebentar. Boleh kan?” kataku.

“Boleh pak, silakan saja,” katanya sambil tersenyum.

Akhirnya saya keliling-keliling di Kota Bekasi. Nggak ada yang aneh sih. cuma sudah lama saja tidak ke Bekasi. Setelah beberapa lama, capek juga rasanya badanku. Aku akhirnya masuk ke sebuah panti pijat tradisional. Siapa tahu dapat massage girl yang oke, setelah dipijat nanti gantian kita yang memijatnya.

Seperti biasa begitu masuk di ruang depan aku disodori foto-foto close up yang cantiknya mengalahkan artis. Mbak yang jaga mengomentari sambil sekalian promosi. Si A pijatannya bagus dan orangnya supel, Si B agak cerewet tapi cantik, Si C hitam manis dan ramah dan lain-lainnya. Aku sih tidak tertarik dengan promosinya. Pilihanku biasanya berdasarkan feeling saja.

Pada saat lihat-lihat foto, ada wanita yang masuk. Kulihat sekilas, kalau dia massage girl di sini aku pilih dia saja.

Kutanya pada yang jaga, ” Mbak, yang tadi barusan lewat kerja di sini juga?”

“Ya Mas, dia baru minta ijin keluar sebentar tadi. Katanya ada sedikit keperluan,” jawabnya.

“Boleh pijat sama dia Mbak?” tanyaku lagi.

“Boleh saja, tapi tarif untuknya agak tinggi sedikit,” katanya sambil tersenyum kemudian menyebutkan rupiah yang harus kusediakan.

Kuiyakan dan disuruhnya aku masuk ke kamar VIP, ada AC-nya meskipun berisik dan tidak terlalu dingin. Sambil menunggu di dalam kamar, kuamat-amati sekelilingku. Sebuah kamar berukuran 3 X 2 meter dengan sebuah spring bed untuk satu orang dan sebuah meja kecil yang di atasnya ada cream pijat dan handuk.

Pintunya ditutup dengan korden kain sampai ke lantai. Kulepaskan pakaianku tinggal celana dalam saja. Iseng-iseng kubuka laci meja kecil di sampingku. Ada kotak “25″ yang sudah kosong.

Tidak lama kemudian gadis pemijat yang kupesan sudah muncul. Kuamati lagi dengan lebih teliti. Lumayan. Kulitnya putih, tinggi (untuk ukuran seorang wanita) dengan perawakan seimbang. Ia mengenakan celana panjang hitam dan kaus putih. BH-nya yang berwarna hitam nampak jelas membayang di badannya.

“Selamat siang,” sapanya sambil menutup korden dan mengikatkan pinggirnya pada kaitan di kusen pintu.

“Siang,” jawabku singkat.

“Silakan berbaring tengkurap Mas, mau diurut atau dipijat saja”.

“Punggungku dipijat saja, kaki dan tangan boleh diurut”.

Aku berbaring di atas spring bed. Ia mulai memijat jari dan telapak kakiku.

“Namanya siapa Mbak?” tanyaku.

“Apa perlunya Mas tanya-tanya nama segala. Mas kerja di Sensus ya?” Jawabnya sambil tersenyum. Meskipun jawabannya begitu tapi dari nada suaranya dia tidak marah.

Akhirnya sambil memijat aku tahu namanya, Wati, berasal dari Palembang. Pijatannya sebenarnya tidak terlalu keras. Sepertinya dia pernah belajar tentang anatomi tubuh manusia sehingga pada titik-titik tertentu terasa agak sakit jika dipijat.

“Aduh.. Pelan sedikit dong!” teriakku ketika dia memijat bagian betisku.

“Kenapa Mas, Sakit? Kalau dipijat sakit berarti ada bagian yang memang tidak beres. Coba bagian lain, meskipun pijatannya lebih keras tapi kan nggak sakit”.

Kupikir benar juga pendapatnya. Aku sedikit pernah baca tentang pijat refleksi yang membuka simpul syaraf dan melancarkan aliran darah sehingga metabolisme tubuh kembali normal. Ia memijat pahaku.

“Hmmhh.. Ada urat yang sedikit ketarik Mas. Pasti beberapa hari ini adik kecilnya tidak bisa bangun secara maksimal,” katanya.

Memang beberapa hari ini, entah karena kelelahan bekerja atau sebab lain sehingga pada pagi hari saat bangun tidur adik kecilku kondisinya kurang tegang. Aku tidak terlalu memperhatikan karena pikiran memang lagi fokus untuk menyelesaikan pekerjaan minggu ini.

Tangannya beberapa kali mulai menyenggol kejantananku yang terbungkus celana dalam. Tapi herannya aku sama sekali nggak terangsang. Kucoba untuk menaikkan pantatku dengan harapan tangannya bisa lebih ke depan lagi, tapi ditekannya lagi pantatku.

“Sudahlah, Mas diam saja nanti nggak jadi pijat,” katanya.

Kali ini tangannya benar-benar meremas adik kecilku. Tapi sekali lagi aku heran, karena nggak bisa terangsang. Tangannya kini memijat pinggangku. Ibu jarinya menekan pantatku bagian samping dan jari lainnya memijat-mijat sekitar kandung kemih.

“Penuh.. Beberapa hari pasti tidak dikeluarkan ya Mas? Maklum adiknya juga lagi nggak fit,” komentarnya agak ngeres.

Lagi-lagi tebakannya benar. Aku tidak tahu dia asal tebak atau memang ada ilmunya untuk hal-hal seperti itu.

“Hhh..” kataku ketika ia mulai menekan punggungku, kemudian terus sampai tengkuk.

Aku mulai merasa rileks dan mengantuk. Enak juga pijatannya. Kini kakiku diurutnya dengan cream pijat. Sampai di dekat pahaku dia berkata”Tahan sedikit Mas, agak sakit memang”. Tangannya dengan kuat mengurut paha bagian dalamku. Terasa sakit sekali.

“Uffpp.. Haahh,” kataku sambil menahan sakit.

Kepalaku kubenamkan ke bantal. Setelah kedua belah pahaku diurut terasa ada perbedaan. Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya menyusup ke bawah pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga terasa mengganjal.

Aku agak menaikkan pantatku untuk mencari posisi yang enak. Kali ini dibiarkannya pantatku naik dan tanganku meluruskan senjataku pada arah jam 12.

“Balik badannya, dadanya mau dipijat nggak?”

Kubalikkan badanku. Kulihat keringat mulai menitik di lehernya. Untung ada AC, meskipun tidak bagus, sedikit menolong. Wati mengusap-usap dadaku.

“Badanmu bagus Mas, dadanya diurut ya?”

“Nggak usah, tanganku aja deh diurut,” kataku.

Ia duduk di sampingku dengan kaki menggantung di samping ranjang. Ketika ia meluruskan dan mengurut tanganku kupegang dadanya. Lumayan besar, tapi agak kendor.

“Tangannya..” katanya mengingatkanku.

Tidak berapa lama ia sudah selesai memijat dan mengurut badanku. Aku meregangkan badan. Terasa lebih segar.

“Sebentar saya ambil air dulu Mas,” ia keluar kamar dan kembali dengan membawa air hangat dan handuk kecil.

Dicelupkannya handuk kecil ke dalam air hangat dan dilapnya seluruh tubuhku sampai bekas cream pijat hilang. Kemudian dilapnya badanku sekali lagi dengan handuk yang ada di atas meja kecil. Aku kembali terangsang ketika dia melap dadaku. Kuperhatikan dia dan kupegang tangannya di atas dadaku. Ia memutar-mutarkan tangannya yang dibalut handuk.

“Kenapa Mas,” bisiknya.

“Ingin dikeluarin supaya nggak penuh dan meluap terbuang,” kataku.

Ia menggerakkan tangan, kode untuk mengocok penisku.

“Nggak boleh emangnya disini ya? Ini apa?” tanyaku sambil membuka laci meja dan menunjukkan kotak “25″ yang kosong tadi.

“Mas ini tangannya usil deh. Bukan begitu Mas, bos lagi ada di sini. Dia kesini seminggu dua kali. Dia melarang kami untuk begituan dengan tamu, katanya belakangan ini sering ada razia,” jawabnya.

Kami diam beberapa saat, tensiku sudah mulai turun.

“Begini saja Mas, kebetulan saya juga lagi ingin dan Mas sebenarnya sesuai dengan seleraku dan rasanya bisa memuaskanku. Sekali-sekali ingin juga menikmati kesenangan. Nanti malam saja kita ketemu setelah jam 10 malam, sini sudah tutup”.

Kutanya berapa tarifnya untuk semalam.

“Jangan salah kira Mas, tidak semua wanita pemijat hanya ingin uang saja. Sudah kubilang kalau kita nanti bisa take and give. Just for fun”.

Busyet.. Entah benar entah tidak bahasa yang diucapkannya aku tidak peduli. Malam ini aku dapat pemuas keinginanku yang tertahan selama beberapa hari. Kukatakan nanti setelah selesai kerja kutunggu di hotel tempatku menginap.

Aku kembali ke hotel dan mandi. Sekilas ada keinginanku untuk berswalayan-ria. Tapi kutahan, takut nanti malam jadi kurang greng. Setelah mandi aku kembali jalan di sekitar hotel. Jalan mulai macet, karena jam pulang kantor sudah lewat.

Cuaca agak mendung dan tak lama turun gerimis. Kupercepat langkahku, tapi gerimis sudah mulai lebat. Untung ada sebuah warung tenda. Sekilas kubaca tersedia STMJ. Boleh juga nih, hitung-hitung persiapan nanti malam. Kupesan satu gelas. Kuseruput perlahan. Rasa hangat menjalari tubuhku. Jahenya terlalu pedas, kulirik penjualnya.

“Di sini STMJ-nya asli Mas, alami. Bukan buatan pabrik jamu, melainkan saya buat sendiri. Jahenya memang sengaja agak banyak biar badan jadi sehat dan tidak mudah masuk angin,” katanya seolah membaca pikiranku. Kutunggu minumanku agak dingin. Ternyata ramai juga warung ini. Mungkin juga akibat ramuan Bapak penjualnya yang membuatnya dengan bahan alami.

Kembali ke hotel meskipun dengan pakaian sedikit basah, namun kesegaran pijatan dan STMJ membuatku tidak takut masuk angin. Aku tidak bawa pakaian ganti karena niatnya tidak menginap, hanya melayani tamu kantor.

Kulepas bajuku dan dengan tetap memakai celana panjang kubaringkan tubuhku ke ranjang yang empuk. Enak juga jadi orang kaya. Menginap di tempat yang empuk dan berAC. Namun kupikir lagi, ternyata hidup ini enak kalau dijalani dengan senang hati.

Orang kaya yang punya jabatan tentu tingkat stressnya lebih tinggi dan belum tentu mereka dapat menikmati semua yang ada padanya. Mungkin cocok juga aku jadi filsuf, pikirku begitu sadar dari lamunanku.

Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Masih ada waktu tiduran dua jam setelah seharian pikiranku agak capek. Badan sih tidak apa-apa, hanya pikiran yang perlu istirahat.

Setengah tertidur aku mendengar ketukan di pintu.

“Tok.. Tok.. Tok..

“Mas Anto, ini Wati,” terdengar suara dari luar.

Upss, aku melompat dari ranjang dan membuka pintu. Setelah kubuka pintu aku tertegun sejenak. Wati tetap memakai kaus yang tadi siang dipakainya dibungkus dengan sweater dan celananya sudah ganti dengan jeans.

Sepatu dengan hak tinggi membuat dia tampak lebih tinggi dan langsing. Kacamata bening nangkring di hidungnya yang sedang. Wajahnya dihiasi dengan make up tipis. Kalau dilihat sekilas seperti Yurike Prastica.

Wati masuk dan melepaskan sweaternya. Aku menutup pintu, menguncinya dan duduk di atas ranjang, lalu ia duduk di sampingku. Saat itu aku masih termangu, tapi penisku bereaksi lebih cepat dan langsung saja tegak dengan kerasnya. Wati melihat kebawah, ia sengaja melihat dan meraba, mengusap serta memainkan penisku.

Aku mulai bergairah tetapi hanya diam menunggu aksinya. Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, ia terus memainkan penisku. Dilepasnya kacamata dan diletakkan di meja samping ranjang. Ia berdiri dan melepaskan celana panjangnya.

Pahanya yang mulus terpampang di depanku. Kudorong ia dan kupepetkan ke dinding sambil berciuman lembut. Ia mengerang kecil” Ngghngngh..”.

Tangannya membuka celana panjangku dan menariknya ke bawah. Tangannya meremas penisku dan mengeluarkannya dari celana dalamku. Ia bergerak sehingga aku yang dipepetnya di dinding. Dalam posisi setengah jongkok ia mulai mengulum penisku.

Penisku semakin lama semakin tegang. Ia mengkombinasikan permainannya dengan mengocok, menjilat, mengisap dan mengulum penisku. Kupegang erat kepalanya dan kugerakkan maju mundur sehingga mulutnya bergerak mengulum penisku. Tangannya meremas pantatku dan menarik celana dalamku yang mengganggu gerakannya. Kurasakan mulutnya menyedot dengan kuat sampai penisku terasa ngilu.

Kuangkat tubuhnya dan kulucuti celana dalamnya. Kaus tipisnya masih kubiarkan tetap di badannya. Sebuah keindahan tersendiri melihatnya dalam kondisi polos di bagian bawah dan kausnya masih melekat. Belahan payudaranya yang besar membayang di balik kaus tipisnya. Kini aku yang jongkok di depannya dan mulai menjilati dan memainkan clit-nya.

Vaginanya punya bibir luar yang agak melebar. Warnanya kemerahan. Ia terguncang-guncang ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan kedua bibirku. Beberapa saat kami dalam posisi begitu. Tangan kirinya memegang kepalaku dan menekankan ke selangkangannya. Tangan kanannya meremas payudaranya sendiri.

Aku bangkit berdiri dan bermaksud melepas BH-nya. Kucari-cari di punggungnya tetapi tidak kutemukan pengaitnya.

“Di depan.. Buka dari depan,” Wati berbisik.

Rupanya model BH-nya dengan kancing di depan. Kuremas kedua dadanya dengan lembut. Tanganku sudah menemukan kancing BH-nya. Tidak lama dadanya sudah terbuka. Putingnya yang coklat membayang di balik kausnya. Kugigit dari luar kausnya dan Wati mengerang.

Penisku di bawah yang sudah berdiri melewati garis horizontal mulai mencari sasarannya. Tangannya mengocok penisku lagi dan menggesekkannya pada vaginanya. Kucoba memasukkannya sekarang, namun meleset terus. Kuangkat sebelah kakinya dan kucoba lagi. Tidak tembus juga. Mulutku masih bermain dengan puting di dalam kausnya. Wati kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sekali gerakan kausnya sudah terlempar di sudut kamar.

Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan keras namun hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri bahunya dan melepas tali BH-nya sehingga kini kami dalam keadaan polos.

Karena sudah gagal berkali-kali mencoba untuk memasukkan penis dalam posisi berdiri, kudorong dia ke arah ranjang dan akhirnya kudorong dia rebah ke ranjang. Saat itu aku mulai kepanasan karena gairah yang timbul. Lalu aku menerkam dan memeluk Wati. Perlahan-lahan ia mulai mengikuti permainanku. Kutindih tubuhnya dan kuremas pantatnya yang masih padat.

“Anto.. Kumohon please ayo.. Masukk.. Kan!”

Tangannya meraih kejantananku dan mengarahkan ke guanya yang sudah basah. Aku menurut saja dan tanpa kesulitan segera kutancapkan penisku dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.

Kami saling bergerak untuk mengimbangi permainan satu dengan lainnya. Aku yang lebih banyak memegang peranan. Ia lebih banyak pasrah dan hanya mengimbangi saja. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kamipun menggelosor lemas dalam puncak kepuasan yang tidak terkira.

Setelah sejenak kami beristirahat, kami saling melihat keindahan tubuh satu sama lain gairahku mulai bangkit lagi. Aku memeluknya kembali dan mulai menjilati vaginanya. Dan kemudian memasukkan penisku yang sudah kembali menegang.

Aku menusuk vaginanya, crek.. crek.. crek.. crek.. crokk .. Berulang kali. Ia pun mendesah sambil menarik rambutku. Kami saling bergoyang, hingga tempat tidur pun terasa mau runtuh dan berderit-derit. Setelah hampir setengah jam dari permainan kami yang kedua kali, Wati mengejang dan vaginanya terasa lebih lembab dan hangat. Sejenak kuhentikan genjotanku.

Kini aku kembali menggenjot vagina Wati lagi. Kami berdua bergulingan sambil saling berpelukan dalam keadaan merapat. Kuputar badannya sehingga dia dalam posisi pegang kendali di atas. Kini dia yang lebih banyak memainkan peranan. Akhirnya aku hampir mencapai puncak dari kenikmatan ini. Kutarik buah zakarku sehingga penisku seolah-olah memanjang.

“Wati, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau keluar”.

Akhirnya tak lama kemudian kami mencapai titik puncak. Aku keluar duluan dan tak lama Watipun mendapatkan puncaknya dengan menikmati kedutan pada penisku. Setelah itu kami terbaring lemas, dengan Wati memelukku dengan payudaranya menekan perutku.

“Wati terimakasih untuk saat-saat ini”

“Nggak usah To.. Wati yang terimakasih karena, Wati nggak menyangka kamu sungguh hebat. Wati nggak nyangka kamu punya tenaga yang besar. Wati tadi hanya berharap menikmati permainan dengan cepat karena tadi siang pijatanku sudah kuarahkan agar kita bermain dengan cepat”.

Kami tertidur berpelukan dan setelah pagi harinya kami bercinta untuk ketiga kalinya, dan kuakhiri dengan tusukan yang manis, kami saling membersihkan badan dan pulang. Kuantar ia sampai di depan gang rumahnya.


Ketika beberapa hari kemudian kucari dia di tempat kerjanya, tidak kudapati lagi dirinya. Kata Mbak yang jaga di depan dia pulang kampung dan tidak kembali lagi. Ditawarkan temannya yang lain untuk memijatku, namun aku tidak berminat dan langsung balik kanan, back to Batavia.

Friday, 26 May 2017

Berita Unik - Menggoda Bu Janah..


Aku ditugaskan oleh kantor cabangku untuk mengurusi pekerjaan disana , aku tidak lagi mencari hotel untuk menginap karena aku sudah disiapkan oleh kantor pusat sebuah rumah untuk dihuni, lumayan bisa ngiirit pengeluaran, dan selama ini aku kalau makan sering keluar rumah , soalnya yang di rumahku hanya ada seorang pembantu cowok dia tugasnya hanya mencuci pakaian saat aku pulang kantor dan pulangnya dia sore.

Memang sudah dua hari ini aku bila tidak ingin makan malam yang harus naik angkot, aku suka makan roti bakar dan bubur kacang ijo yang berada di depan kantor cabangku. Itupun tidak boleh lebih dari jam sembilan malam, karena lebih dari jam tersebut warung tersebut sudah tutup.

Aku kaget juga saat makan diwarung tersebut yang biasa melayani Pak tua, kok tiba-tiba yang melayani seorang ibu yang berwajah lumayan manis, dengan tubuh sintal, umur kira-kira 45 tahun, dan berkulit kuning langsat seperti ciri-ciri khas orang Jawa Barat.

“Bu, bapak yang biasa melayani disini, kemana bu?” sapaku.

“Och Mang Didin, sedang sakit Mas.” jawabnya.

“Lalu ibu siapa?” tanyaku penasaran.

Dia hanya tersenyum manis saja.

“Wach ini ibu bikin penasaran aja nich” pikirku dalam hati.

Memang sich dia balik bertanya, aku ini siapa, dan setelah aku jelaskan, dia memang memperkenalkan diri bahwa dia ibu Janah. Dia jelaskan bahwa dia tinggal persis dibelakang kantorku saat ini, tetapi masuk gang kecil. Aku duduk sambil makan roti tidak biasanya hingga sampai warung tersebut tutup.

Cukup jelas bahwa Bu Janah hanya tinggal bersama seorang anaknya laki-laki yang sudah berkeluarga. Lalu dari informasi pembantu di kantor cabangku, bahwa Bu Janah tersebut ditinggal cerai oleh suaminya setahun yang lalu, dan dikatakan bahwa Bu Janah sebelum cerai termasuk orang yang berada, meskipun tidak terlalu kaya sekali. Pastas pikirku, dari dandanannya,

Bu Janah tidak terlalu seperti ibu-ibu yang lain, dalam arti tidak memakai kebaya, melainkan memakai baju terusan hingga dengkulnya.

“Bapak kapan ngobrol dengan Bu Janah? tanya pembatuku.

“Tadi malam.” jawabku singkat.

“Wach bapak pulang kantor suka malam sich, Bu Janah kalau siang atau sore kira-kira jam lima suka ngobrol disini dengan saya lho.” jawab pembantuku lagi.

Och ternyata Bu Janah suka ambil air ledeng dari kantorku, untuk air termos diwarungnya. Hm.. Kesempatan pikirku.

Singkat cerita, aku sengaja pulang agak sore, dan memang benar Bu Janah sedang ngobrol dengan si Dadang pembantuku. Lalu aku ditegurnya sambil berkata.

“Maaf nich Mas, ketahuan dech, sering minta air nich.”

“Nach yach.. Ketahuan, kalau begitu harus bayar nich, dengan roti bakar.” candaku.

Tapi tiba-tiba si Dadang mau izin pulang cepat karena adiknya mau kedokter, kebetulan pikirku he he he.

“Iya dech nanti aku bilang sama Mang Didin menyiapkan roti bakar untuk Mas”

Lalu aku coba untuk menggodanya “Ech enggak bisa, yang ambil air khan ibu, yang membuatkan roti bakar juga harus Bu Janah dong.”

Dia menatapku tajam sambil menggigit bibirnya yang sangat indah dilihat, aku sudah dapat membaca pikirannya, bahwa dia sudah mengerti maksudku. Lalu aku balas tersenyum kepadanya, diapun tersenyum kembali sambil permisi untuk ke warungnya.

Akhirnya aku paling sering pulang sore-sore hingga suatu waktu saat si Dadang hendak izin tidak bisa masuk, akupun izin ke kantor untuk istirahat dirumah, padahal ada niat untuk mengencani Bu Janah, karena memang aku sudah ada sinyal dari pandangan matanya beberapa hari yang lalu.

Siang hari seperti biasa Bu Janah datang untuk minta air, lalu aku pura-pura menjawab meringis sambil memegang pinggangku. Dan memang benar Bu Janah datang menyambut.

“Kenapa Mas pinggangnya”

“Enggak tahu nich, tadi pagi bangun tidur langsung pinggang saya terasa mau patah.”

“Mau ibu pijitin” tantangnya. Wach kebetulan nich pikirku.

Singkat cerita aku sudah tiduran dibangku panjang diruang tamuku tanpa baju, lalu Bu Janah memijit pinggangku. Setelah lima menit aku bangkit berdiri, lalu aku tawarkan ide gilaku untuk memijitnya.

“Ach memang Mas bisa mijit, kalau bisa kebetulan nich betis ibu suka pegal-pegal”

Aku tidak banyak bicara aku suruh Bu Janah tiduran untuk memijit betis bagian belakang. Memang seperti kebiasaan Bu Janah hanya memakai baju daster bercorak kembang hingga batas dengkulnya. Lalu aku mengambil body oil dari kamarku.

Aku urut betis Bu Janah lalu pelan-pelan pijitanku aku naikkan hingga pahanya. Dia ternyata hanya diam saja. Karena sudah ada sinyal pikirku, aku singkapkan dasternya hingga kedua belah pantatnya yang sangat menantang terlihat jelas di depan mataku. Aku pijat pahanya sambil kedua jempolku aku masukan ke dalam celana dalamnya. Dia hanya mendesah.

“Och..”

Hm.. Kesempatan nich, aku tidak buang-buang waktu lagi, aku turunkan celana dalam Bu Janah hingga batas dengkulnya, lalu aku masukan tangan kananku ke dalam celah kedua belah pahanya, sambil memasukan jari tengahku ke dalam lubang kemaluan Bu Janah.

“Och.. Och..” desah Bu Janah sambil mengangkat pantatnya agak ke atas, hingga makin jelas terlihat kemaluan Bu Janah yang sudah berwarna coklat tua. Lalu aku lumurkan body oil persis dilubang anus Bu Janah, hingga meleleh hingga ke lubang kemaluannya.

Aku gosok-gosok lubang kemaluan Bu Janah bagian luarnya, sedangkan jempolku aku gesek-gesek secara perlahan dilubang anusnya.

Rupanya Bu Janah tidak kuat lagi menahan gejolak napsu birahinya. Langsung dia berdiri sambil menarik celana dalamnya ke atas kembali, dan mencium bibirku lalu berkata pelan.

“Mas masih siang enggak enak nanti ada yang datang lagi, nanti sore pasti saya akan ambil air lagi dech” Bu Janah seakan mengisyaratkan aku bahwa nanti sore saja setelah hari agak gelap.

Benar saja masih seperti tadi Bu Janah berpakaian, dia datang berpura-pura untuk minta air, kulihat mang Didin sedang sibuk melayani tamu yang memesan roti bakar diwarung Bu Janah.

Aku menyuruh Bu Janah masuk kembali, tapi sekarang aku ajak dia kekamar tengah tempat aku nonton TV, aku langsung mendekapnya, dia menyambut dengan ciuman sambil melumat lidahku. Lalu aku suruh Bu Janah membuka dasternya.

Hingga dia telanjang bulat, lalu aku suruh dia nungging diatas bangku, secara pelan-pelan aku selusuri pahanya dengan lidahku, hingga sampai ke lubang kemaluannya. Tampak memang Bu Janah rajin merawat tubuhnya.

Tanpa buang waktu aku buka celanaku lalu aku masukan penisku ke dalam lubang kemaluannya dari belakang, aku genjot Bu Janah dari belakang hingga cairan putih menetes dari lubang kemaluannya. Sedangkan dia hanya menunduk sambil mendekap senderan bangku tamuku, sambil memejamkan matanya menahan rasa nikmat.

Aku balikkan tubuh Bu Janah lalu aku jilat teteknya yang sudah mulai mengendor, aku buat beberapa sedotan keras dari bibirku dibagian pinggir teteknya hingga membekas berwarna merah kehitam-hitaman. Dia hanya mendesah terus menerus. Aku bisikan perlahan.

“Ibu isep saya punya yach”

Tanpa disuruh lagi Bu Janah langsung duduk di bangku sambil mengulum penisku, dan tampaknya beliau tahu persis cara mengulum yang benar. Diputar-putarnya penisku dengan lidah serta air liurnya, hingga penisku makin tegang dan keras.

Lalu aku pegang kepalanya dengan kedua tanganku dan langsung kugoyangkan penisku keluar masuk ke dalam mulutnya. Lalu dijilatnya pinggiran penisku hingga bagian paling bawah mendekati lubang anusku. Wow memang ibu yang satu ini sangat lihai cara memberikan kenikmatan pada pria.

Lalu aku tarik bangku tamuku, aku sandarkan tubuh Bu Janah di sandaran bangku hingga kepalanya menyentuh tempat duduk, sedangkan pinggangnya terganjal disandaran bangku, lalu aku renggangkan kedua belah paha Bu Janah dan kumasukan penisku ke lubang kemaluannya mulai dari perlahan hingga kugenjot kencang.

Tampak Bu Janah hendak berteriak, tapi karena takut terdengar tetangga, ia hanya mendesah.

“Och.. Och.. Och.. Teruskan Mas, teruskan..”

Kami berdua hingga berkeringat, karena memang sengaja aku menahan pejuku untuk tidak muncrat dahulu. Karena aku memang benar-benar terangsang dengan putihnya body Bu Janah, buah dadanya yang masih bulat menantang, meskipun agak turun sedikit, serta pinggulnya sangat menantang bila dia memakai rok maupun celana ketat.

Aku cabut penisku sambil membersihkan lubang kemaluan Bu Janah dengan tissue, karena tampaknya Bu Janah telah mencapai puncak kenikmatannya, sehingga tampak cairan pejunya meleleh.

Akhirnya aku angkat Bu Janah ke dalam kamar tidurku, aku rebahkan dia, aku kecup bibirnya sambil tanganku memelintir puting susunya, kadang-kadang aku ramas buah dadanya. Lalu ciumanku dibibirnya aku pindahkan kekedua buah dadanya, aku jilat secara bergantian puting susu Bu Janah.

Dia tampak gelisah karena mulai terangsang kembali sambil kadang-kadang mengangkat pinggulnya supaya vaginanya bergesekan dengan penisku, mulai dari buah dadanya jilatanku turun ke arah pusar serta perut bagian sisi kanan dan kirinya.

“Och..!!” tampak Bu Janah tak kuat lagi menahan rangsangan yang aku berikan lewat jilatan lidahku. Ia pun langsung membalikkan badanku hingga terlentang lalu diapun mulai membalas dengan menjilat kedua puting tetekku, lalu mengangkat kedua pahaku hingga ke atas, hingga pinggangku agak terangkat, lalu ia mulai menjilat kedua bijiku lalu lebih turun kembali disekitar pinggiran lubang anusku, kadang-kadang ujung lidah Bu Janah menyentuh pas ditengah lubang anusku, dan memang kenikmatan yang luar biasa yang saya dapatkan pada sore hari ini. Karena memang service dari Bu Janah secara bertubi-tubi tanpa henti, langsung membuat aku tidak dapat lagi menahan pejuku untuk keluar.

Lalu aku angkat Bu Janah untuk posisi menduduki penisku, secara perlahan dia masukan penisku ke dalam lubang kemaluannya. Langsung tanpa diberi komando Bu Janah memacu diriku seperti kuda liar, terus dia menggoyangkan pinggulnya maju mundur.

Kejadian ini berlangsung selama duapuluh menit dan tampak keringat mulai menetes dari tubuh Bu Janah, langsung dia mendekap diriku, sambil berbisik.

“Keluarkan yach Mas.. aku sudah tak kuat lagi..”

Sambil mengangguk aku cium bibirnya yang mungil. Lalu Bu Janah kembali pada posisi menduduki aku sambil memacu goyangan pinggulnya lebih kencang lagi, terus.. Dia memacu, akupun tak dapat menahan kenikmatan yang sudah memuncak diubun-ubun kepalaku.

Lalu aku lepaskan pejuku didalam lubang kemaluan Bu Janah, dan tampaknya ini juga diimbangi dengan goyangan Bu Janah yang makin lama makin melemah sambil kadang-kadang dia menghentakkan pinggulnya, yang rupanya dia mengeluarkan pejunya untuk yang kedua kalinya. Lalu dia tersungkur merebahkan badannya diatas tubuhku, sambil memeluk erat tubuhku.

Setelah sepuluh menit, aku bisikan ditelinga Bu Janah.

“Bu yuck pake baju, nanti mang Didin nyariin lho..”

Lalu Bu Janah bangun dan membersihkan dirinya didalam kamar mandiku, demikian juga aku. Setelah rapih Bu Janah berkata.

“Mas aku kedepan yach” Lalu aku menjawab.


“Terima kasih, ‘roti bakarnya’ yach bu”

Cerita Sex - Keluarga Yang Pengertian..

Hai namaku Siti Zubadiyah. Umurku 17 tahun. Saat ini aku sedang berada di dapur membantu ummi menyiapkan hidangan makan siang. “Kresh…k...