Aku terkejut dipanggil atasan untuk masuk keruangannya ,
beliau mendadak menyuruhku tanpa ada pemberitahuan sebelumnya,
Sini dik masuk, bilangnya “duduk didepan tunggu sebentar ya
bapak mau membereskan surat surat yang masuk hari ini.
Setelah selesai dia menatapku, dan berbicara besok kan hari
libur terus msih ada tugas apa yang harus diselesaikan.
Aku berpikir sejenak sambil mengingat apalagi tugas yang
harus kuselesaikan segera hari ini.
“Rasanya sih sudah tidak ada lagi yang mendesak pak, ada
beberapa proposal dan rencana kerja yang harus saya buat, tapi masih bisa ditunda
sampai minggu depan. Ada apa Pak?” tanyaku.
“Anu, ada tamu dari Kalimantan, namanya Pak Jainudin, panggil
aja Pak Jay. Sebenarnya bukan untuk urusan kantor kita sih. Hanya kebetulan
saja pas dia ada di sini, jadinya sekalian aja. Dia menginap di Bekasi.
Tadi dia telpon katanya minta tolong agar diantarkan surat
yang kemarin Dik Anto buat konsepnya untuk dipelajari, jelaskan aja detailnya.
Nanti Dik Anto antar saja ke sana dan bayar bill hotel beliau. Layani sampai
selesai urusannya, kalau perlu nanti nggak usah kembali ke kantor.
Besok beliau kembali. Kalau mobil kantor pas kosong, pakai
taksi aja soalnya ini penting. Uangnya ambil di kasir!” katanya sambil
memberikan memo kepadaku untuk ambil uang di kasir.
Bergegas aku ke kasir sambil cek di resepsionis ada mobil
kantor lagi kosong atau tidak. Ternyata semua mobil lagi dipakai. Jadi aku naik
taksi ke Bekasi.
Setelah sampai di hotel yang dituju, aku segera menemui Pak
Jay, dan menyerahkan berkas yang dimaksud. Setelah dia bertanya tentang detail
dari berkas tadi, dia katakan bahwa dia sudah mengerti dengan isinya dan
setuju. Hanya ada perbaikan redaksional saja.
“OK Dik, nanti saya kabari. Begini saja, konsep ini saya bawa
dulu. Perbaikannya nanti menyusul saja. Hanya redaksional kok. Isinya saya
sudah paham dan prinsipnya setuju,” katanya.
“Oh ya pak, pimpinan saya sampaikan bahwa bill hotel bapak
biar kami yang selesaikan,” kataku.
“Aduh, jadi merepotkan. Sampaikan terima kasih dan salam
untuk pimpinanmu, Pak Is” katanya sambil menyalamiku.
“Baik Pak nanti saya sampaikan, selamat jalan”.
Aku kemudian membereskan bill di front office. Tiba-tiba saja
petugas hotel memanggilku.
“Maaf Pak Anto ya? Ini Pak Jay mau bicara,” katanya sambil
menyerahkan gagang telepon. Kuterima gagang telepon dan dari seberang Pak Jay
berkata”Dik, saya lupa kasih tahu. Kebetulan semua urusan saya selesai hari ini
jadi saya bisa pulang siang nanti. Dik Anto tunggu sebentar di bawah ya!”
Aku menunggu Pak Jay turun ke lobby. Sebentar kemudian dia
sudah datang dan minta dipanggilkan taksi. Kupanggilkan taksi, dia naik dan
katanya.
“Terima kasih banyak lho bantuannya”.
Aku menggangguk dan tersenyum saja. Setelah taksinya pergi,
aku berpikir kalau dia jadi pulang, sementara bill sudah dibayar penuh sampai
besok, sayang rasanya. Biar aja kuisi kamarnya sampai besok, toh besok juga
libur. Aku lapor ke resepsionis.
“Mbak, Pak Jay sudah check out, saya pakai kamarnya sampai
besok. Tapi tolong beresin dulu kamarnya, saya mau jalan dulu sebentar. Boleh
kan?” kataku.
“Boleh pak, silakan saja,” katanya sambil tersenyum.
Akhirnya saya keliling-keliling di Kota Bekasi. Nggak ada
yang aneh sih. cuma sudah lama saja tidak ke Bekasi. Setelah beberapa lama,
capek juga rasanya badanku. Aku akhirnya masuk ke sebuah panti pijat
tradisional. Siapa tahu dapat massage girl yang oke, setelah dipijat nanti
gantian kita yang memijatnya.
Seperti biasa begitu masuk di ruang depan aku disodori
foto-foto close up yang cantiknya mengalahkan artis. Mbak yang jaga mengomentari
sambil sekalian promosi. Si A pijatannya bagus dan orangnya supel, Si B agak
cerewet tapi cantik, Si C hitam manis dan ramah dan lain-lainnya. Aku sih tidak
tertarik dengan promosinya. Pilihanku biasanya berdasarkan feeling saja.
Pada saat lihat-lihat foto, ada wanita yang masuk. Kulihat
sekilas, kalau dia massage girl di sini aku pilih dia saja.
Kutanya pada yang jaga, ” Mbak, yang tadi barusan lewat kerja
di sini juga?”
“Ya Mas, dia baru minta ijin keluar sebentar tadi. Katanya
ada sedikit keperluan,” jawabnya.
“Boleh pijat sama dia Mbak?” tanyaku lagi.
“Boleh saja, tapi tarif untuknya agak tinggi sedikit,”
katanya sambil tersenyum kemudian menyebutkan rupiah yang harus kusediakan.
Kuiyakan dan disuruhnya aku masuk ke kamar VIP, ada AC-nya
meskipun berisik dan tidak terlalu dingin. Sambil menunggu di dalam kamar,
kuamat-amati sekelilingku. Sebuah kamar berukuran 3 X 2 meter dengan sebuah
spring bed untuk satu orang dan sebuah meja kecil yang di atasnya ada cream
pijat dan handuk.
Pintunya ditutup dengan korden kain sampai ke lantai.
Kulepaskan pakaianku tinggal celana dalam saja. Iseng-iseng kubuka laci meja
kecil di sampingku. Ada kotak “25″ yang sudah kosong.
Tidak lama kemudian gadis pemijat yang kupesan sudah muncul.
Kuamati lagi dengan lebih teliti. Lumayan. Kulitnya putih, tinggi (untuk ukuran
seorang wanita) dengan perawakan seimbang. Ia mengenakan celana panjang hitam
dan kaus putih. BH-nya yang berwarna hitam nampak jelas membayang di badannya.
“Selamat siang,” sapanya sambil menutup korden dan mengikatkan
pinggirnya pada kaitan di kusen pintu.
“Siang,” jawabku singkat.
“Silakan berbaring tengkurap Mas, mau diurut atau dipijat
saja”.
“Punggungku dipijat saja, kaki dan tangan boleh diurut”.
Aku berbaring di atas spring bed. Ia mulai memijat jari dan telapak
kakiku.
“Namanya siapa Mbak?” tanyaku.
“Apa perlunya Mas tanya-tanya nama segala. Mas kerja di
Sensus ya?” Jawabnya sambil tersenyum. Meskipun jawabannya begitu tapi dari
nada suaranya dia tidak marah.
Akhirnya sambil memijat aku tahu namanya, Wati, berasal dari
Palembang. Pijatannya sebenarnya tidak terlalu keras. Sepertinya dia pernah
belajar tentang anatomi tubuh manusia sehingga pada titik-titik tertentu terasa
agak sakit jika dipijat.
“Aduh.. Pelan sedikit dong!” teriakku ketika dia memijat
bagian betisku.
“Kenapa Mas, Sakit? Kalau dipijat sakit berarti ada bagian
yang memang tidak beres. Coba bagian lain, meskipun pijatannya lebih keras tapi
kan nggak sakit”.
Kupikir benar juga pendapatnya. Aku sedikit pernah baca
tentang pijat refleksi yang membuka simpul syaraf dan melancarkan aliran darah
sehingga metabolisme tubuh kembali normal. Ia memijat pahaku.
“Hmmhh.. Ada urat yang sedikit ketarik Mas. Pasti beberapa
hari ini adik kecilnya tidak bisa bangun secara maksimal,” katanya.
Memang beberapa hari ini, entah karena kelelahan bekerja atau
sebab lain sehingga pada pagi hari saat bangun tidur adik kecilku kondisinya
kurang tegang. Aku tidak terlalu memperhatikan karena pikiran memang lagi fokus
untuk menyelesaikan pekerjaan minggu ini.
Tangannya beberapa kali mulai menyenggol kejantananku yang
terbungkus celana dalam. Tapi herannya aku sama sekali nggak terangsang. Kucoba
untuk menaikkan pantatku dengan harapan tangannya bisa lebih ke depan lagi,
tapi ditekannya lagi pantatku.
“Sudahlah, Mas diam saja nanti nggak jadi pijat,” katanya.
Kali ini tangannya benar-benar meremas adik kecilku. Tapi
sekali lagi aku heran, karena nggak bisa terangsang. Tangannya kini memijat
pinggangku. Ibu jarinya menekan pantatku bagian samping dan jari lainnya
memijat-mijat sekitar kandung kemih.
“Penuh.. Beberapa hari pasti tidak dikeluarkan ya Mas? Maklum
adiknya juga lagi nggak fit,” komentarnya agak ngeres.
Lagi-lagi tebakannya benar. Aku tidak tahu dia asal tebak
atau memang ada ilmunya untuk hal-hal seperti itu.
“Hhh..” kataku ketika ia mulai menekan punggungku, kemudian
terus sampai tengkuk.
Aku mulai merasa rileks dan mengantuk. Enak juga pijatannya.
Kini kakiku diurutnya dengan cream pijat. Sampai di dekat pahaku dia berkata”Tahan
sedikit Mas, agak sakit memang”. Tangannya dengan kuat mengurut paha bagian
dalamku. Terasa sakit sekali.
“Uffpp.. Haahh,” kataku sambil menahan sakit.
Kepalaku kubenamkan ke bantal. Setelah kedua belah pahaku
diurut terasa ada perbedaan. Kejantananku mulai bereaksi ketika tangannya
menyusup ke bawah pahaku. Pelan tapi pasti kejantananku mulai membesar sehingga
terasa mengganjal.
Aku agak menaikkan pantatku untuk mencari posisi yang enak.
Kali ini dibiarkannya pantatku naik dan tanganku meluruskan senjataku pada arah
jam 12.
“Balik badannya, dadanya mau dipijat nggak?”
Kubalikkan badanku. Kulihat keringat mulai menitik di
lehernya. Untung ada AC, meskipun tidak bagus, sedikit menolong. Wati
mengusap-usap dadaku.
“Badanmu bagus Mas, dadanya diurut ya?”
“Nggak usah, tanganku aja deh diurut,” kataku.
Ia duduk di sampingku dengan kaki menggantung di samping
ranjang. Ketika ia meluruskan dan mengurut tanganku kupegang dadanya. Lumayan
besar, tapi agak kendor.
“Tangannya..” katanya mengingatkanku.
Tidak berapa lama ia sudah selesai memijat dan mengurut
badanku. Aku meregangkan badan. Terasa lebih segar.
“Sebentar saya ambil air dulu Mas,” ia keluar kamar dan
kembali dengan membawa air hangat dan handuk kecil.
Dicelupkannya handuk kecil ke dalam air hangat dan dilapnya
seluruh tubuhku sampai bekas cream pijat hilang. Kemudian dilapnya badanku
sekali lagi dengan handuk yang ada di atas meja kecil. Aku kembali terangsang
ketika dia melap dadaku. Kuperhatikan dia dan kupegang tangannya di atas
dadaku. Ia memutar-mutarkan tangannya yang dibalut handuk.
“Kenapa Mas,” bisiknya.
“Ingin dikeluarin supaya nggak penuh dan meluap terbuang,”
kataku.
Ia menggerakkan tangan, kode untuk mengocok penisku.
“Nggak boleh emangnya disini ya? Ini apa?” tanyaku sambil
membuka laci meja dan menunjukkan kotak “25″ yang kosong tadi.
“Mas ini tangannya usil deh. Bukan begitu Mas, bos lagi ada
di sini. Dia kesini seminggu dua kali. Dia melarang kami untuk begituan dengan
tamu, katanya belakangan ini sering ada razia,” jawabnya.
Kami diam beberapa saat, tensiku sudah mulai turun.
“Begini saja Mas, kebetulan saya juga lagi ingin dan Mas
sebenarnya sesuai dengan seleraku dan rasanya bisa memuaskanku. Sekali-sekali
ingin juga menikmati kesenangan. Nanti malam saja kita ketemu setelah jam 10
malam, sini sudah tutup”.
Kutanya berapa tarifnya untuk semalam.
“Jangan salah kira Mas, tidak semua wanita pemijat hanya
ingin uang saja. Sudah kubilang kalau kita nanti bisa take and give. Just for
fun”.
Busyet.. Entah benar entah tidak bahasa yang diucapkannya aku
tidak peduli. Malam ini aku dapat pemuas keinginanku yang tertahan selama
beberapa hari. Kukatakan nanti setelah selesai kerja kutunggu di hotel tempatku
menginap.
Aku kembali ke hotel dan mandi. Sekilas ada keinginanku untuk
berswalayan-ria. Tapi kutahan, takut nanti malam jadi kurang greng. Setelah
mandi aku kembali jalan di sekitar hotel. Jalan mulai macet, karena jam pulang
kantor sudah lewat.
Cuaca agak mendung dan tak lama turun gerimis. Kupercepat
langkahku, tapi gerimis sudah mulai lebat. Untung ada sebuah warung tenda.
Sekilas kubaca tersedia STMJ. Boleh juga nih, hitung-hitung persiapan nanti
malam. Kupesan satu gelas. Kuseruput perlahan. Rasa hangat menjalari tubuhku.
Jahenya terlalu pedas, kulirik penjualnya.
“Di sini STMJ-nya asli Mas, alami. Bukan buatan pabrik jamu,
melainkan saya buat sendiri. Jahenya memang sengaja agak banyak biar badan jadi
sehat dan tidak mudah masuk angin,” katanya seolah membaca pikiranku. Kutunggu
minumanku agak dingin. Ternyata ramai juga warung ini. Mungkin juga akibat
ramuan Bapak penjualnya yang membuatnya dengan bahan alami.
Kembali ke hotel meskipun dengan pakaian sedikit basah, namun
kesegaran pijatan dan STMJ membuatku tidak takut masuk angin. Aku tidak bawa
pakaian ganti karena niatnya tidak menginap, hanya melayani tamu kantor.
Kulepas bajuku dan dengan tetap memakai celana panjang
kubaringkan tubuhku ke ranjang yang empuk. Enak juga jadi orang kaya. Menginap
di tempat yang empuk dan berAC. Namun kupikir lagi, ternyata hidup ini enak
kalau dijalani dengan senang hati.
Orang kaya yang punya jabatan tentu tingkat stressnya lebih
tinggi dan belum tentu mereka dapat menikmati semua yang ada padanya. Mungkin
cocok juga aku jadi filsuf, pikirku begitu sadar dari lamunanku.
Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh
menit. Masih ada waktu tiduran dua jam setelah seharian pikiranku agak capek.
Badan sih tidak apa-apa, hanya pikiran yang perlu istirahat.
Setengah tertidur aku mendengar ketukan di pintu.
“Tok.. Tok.. Tok..
“Mas Anto, ini Wati,” terdengar suara dari luar.
Upss, aku melompat dari ranjang dan membuka pintu. Setelah
kubuka pintu aku tertegun sejenak. Wati tetap memakai kaus yang tadi siang
dipakainya dibungkus dengan sweater dan celananya sudah ganti dengan jeans.
Sepatu dengan hak tinggi membuat dia tampak lebih tinggi dan
langsing. Kacamata bening nangkring di hidungnya yang sedang. Wajahnya dihiasi
dengan make up tipis. Kalau dilihat sekilas seperti Yurike Prastica.
Wati masuk dan melepaskan sweaternya. Aku menutup pintu,
menguncinya dan duduk di atas ranjang, lalu ia duduk di sampingku. Saat itu aku
masih termangu, tapi penisku bereaksi lebih cepat dan langsung saja tegak
dengan kerasnya. Wati melihat kebawah, ia sengaja melihat dan meraba, mengusap
serta memainkan penisku.
Aku mulai bergairah tetapi hanya diam menunggu aksinya.
Kurebahkan tubuhku ke tempat tidur, ia terus memainkan penisku. Dilepasnya
kacamata dan diletakkan di meja samping ranjang. Ia berdiri dan melepaskan
celana panjangnya.
Pahanya yang mulus terpampang di depanku. Kudorong ia dan
kupepetkan ke dinding sambil berciuman lembut. Ia mengerang kecil”
Ngghngngh..”.
Tangannya membuka celana panjangku dan menariknya ke bawah.
Tangannya meremas penisku dan mengeluarkannya dari celana dalamku. Ia bergerak
sehingga aku yang dipepetnya di dinding. Dalam posisi setengah jongkok ia mulai
mengulum penisku.
Penisku semakin lama semakin tegang. Ia mengkombinasikan
permainannya dengan mengocok, menjilat, mengisap dan mengulum penisku. Kupegang
erat kepalanya dan kugerakkan maju mundur sehingga mulutnya bergerak mengulum
penisku. Tangannya meremas pantatku dan menarik celana dalamku yang mengganggu
gerakannya. Kurasakan mulutnya menyedot dengan kuat sampai penisku terasa
ngilu.
Kuangkat tubuhnya dan kulucuti celana dalamnya. Kaus tipisnya
masih kubiarkan tetap di badannya. Sebuah keindahan tersendiri melihatnya dalam
kondisi polos di bagian bawah dan kausnya masih melekat. Belahan payudaranya
yang besar membayang di balik kaus tipisnya. Kini aku yang jongkok di depannya
dan mulai menjilati dan memainkan clit-nya.
Vaginanya punya bibir luar yang agak melebar. Warnanya
kemerahan. Ia terguncang-guncang ketika clitnya kujilat dan kujepit dengan
kedua bibirku. Beberapa saat kami dalam posisi begitu. Tangan kirinya memegang
kepalaku dan menekankan ke selangkangannya. Tangan kanannya meremas payudaranya
sendiri.
Aku bangkit berdiri dan bermaksud melepas BH-nya. Kucari-cari
di punggungnya tetapi tidak kutemukan pengaitnya.
“Di depan.. Buka dari depan,” Wati berbisik.
Rupanya model BH-nya dengan kancing di depan. Kuremas kedua
dadanya dengan lembut. Tanganku sudah menemukan kancing BH-nya. Tidak lama
dadanya sudah terbuka. Putingnya yang coklat membayang di balik kausnya.
Kugigit dari luar kausnya dan Wati mengerang.
Penisku di bawah yang sudah berdiri melewati garis horizontal
mulai mencari sasarannya. Tangannya mengocok penisku lagi dan menggesekkannya
pada vaginanya. Kucoba memasukkannya sekarang, namun meleset terus. Kuangkat
sebelah kakinya dan kucoba lagi. Tidak tembus juga. Mulutku masih bermain
dengan puting di dalam kausnya. Wati kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan
sekali gerakan kausnya sudah terlempar di sudut kamar.
Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan
keras namun hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri bahunya dan melepas
tali BH-nya sehingga kini kami dalam keadaan polos.
Karena sudah gagal berkali-kali mencoba untuk memasukkan
penis dalam posisi berdiri, kudorong dia ke arah ranjang dan akhirnya kudorong
dia rebah ke ranjang. Saat itu aku mulai kepanasan karena gairah yang timbul.
Lalu aku menerkam dan memeluk Wati. Perlahan-lahan ia mulai mengikuti
permainanku. Kutindih tubuhnya dan kuremas pantatnya yang masih padat.
“Anto.. Kumohon please ayo.. Masukk.. Kan!”
Tangannya meraih kejantananku dan mengarahkan ke guanya yang
sudah basah. Aku menurut saja dan tanpa kesulitan segera kutancapkan penisku
dalam-dalam ke dalam liang vaginanya.
Kami saling bergerak untuk mengimbangi permainan satu dengan
lainnya. Aku yang lebih banyak memegang peranan. Ia lebih banyak pasrah dan
hanya mengimbangi saja. Gerakan demi gerakan, teriakan demi teriakan dan
akhirnya kamipun menggelosor lemas dalam puncak kepuasan yang tidak terkira.
Setelah sejenak kami beristirahat, kami saling melihat
keindahan tubuh satu sama lain gairahku mulai bangkit lagi. Aku memeluknya
kembali dan mulai menjilati vaginanya. Dan kemudian memasukkan penisku yang
sudah kembali menegang.
Aku menusuk vaginanya, crek.. crek.. crek.. crek.. crokk ..
Berulang kali. Ia pun mendesah sambil menarik rambutku. Kami saling bergoyang,
hingga tempat tidur pun terasa mau runtuh dan berderit-derit. Setelah hampir
setengah jam dari permainan kami yang kedua kali, Wati mengejang dan vaginanya
terasa lebih lembab dan hangat. Sejenak kuhentikan genjotanku.
Kini aku kembali menggenjot vagina Wati lagi. Kami berdua
bergulingan sambil saling berpelukan dalam keadaan merapat. Kuputar badannya
sehingga dia dalam posisi pegang kendali di atas. Kini dia yang lebih banyak
memainkan peranan. Akhirnya aku hampir mencapai puncak dari kenikmatan ini.
Kutarik buah zakarku sehingga penisku seolah-olah memanjang.
“Wati, kayaknya aku nggak tahan lagi, aku mau keluar”.
Akhirnya tak lama kemudian kami mencapai titik puncak. Aku
keluar duluan dan tak lama Watipun mendapatkan puncaknya dengan menikmati
kedutan pada penisku. Setelah itu kami terbaring lemas, dengan Wati memelukku
dengan payudaranya menekan perutku.
“Wati terimakasih untuk saat-saat ini”
“Nggak usah To.. Wati yang terimakasih karena, Wati nggak
menyangka kamu sungguh hebat. Wati nggak nyangka kamu punya tenaga yang besar.
Wati tadi hanya berharap menikmati permainan dengan cepat karena tadi siang
pijatanku sudah kuarahkan agar kita bermain dengan cepat”.
Kami tertidur berpelukan dan setelah pagi harinya kami
bercinta untuk ketiga kalinya, dan kuakhiri dengan tusukan yang manis, kami
saling membersihkan badan dan pulang. Kuantar ia sampai di depan gang rumahnya.
Ketika beberapa hari kemudian kucari dia di tempat kerjanya,
tidak kudapati lagi dirinya. Kata Mbak yang jaga di depan dia pulang kampung
dan tidak kembali lagi. Ditawarkan temannya yang lain untuk memijatku, namun
aku tidak berminat dan langsung balik kanan, back to Batavia.
No comments:
Post a Comment