Aku adalah seorang mahasiswi yang memiliki nafsu seks yang
cukup tinggi. Sejak keperawananku hilang di SMA aku selalu ingin melakukannya
lagi dan lagi. Kalau dipikir-pikir, entah sudah berapa orang yang menikmati
tubuhku ini, sudah berapa penis yang pernah masuk ke vaginaku ini, aku juga
menikmati sekali nge-seks dengan orang yang belum pernah aku kenal dan namanya
pun belum aku tahu seperti para tukang yang pernah aku ceritakan pada kisah
terdahulu.
Nah ceritanya begini, aku baru saja pulang dari rumah temanku
seusai mengerjakan tugas kelompok salah satu mata kuliah. Tugas yang
benar-benar melelahkan itu akhirnya selesai juga hari itu. Ketika aku
meninggalkan rumah temanku langit sudah gelap, arlojiku menunjukkan pukul 8
lebih.
Yang kutakutkan adalah bensinku tinggal sedikit sekali,
padahal rumahku cukup jauh dari daerah ini lagipula aku agak asing dengan daerah
ini karena aku jarang berkunjung ke temanku yang satu ini. Di perjalanan aku
melihat sebuah pom bensin,
Tapi harapanku langsung sirna karena begitu mau membelokkan
mobilku ternyata pom bensin itu sudah tutup, aku jadi kesal sampai menggebrak
setirku, terpaksa kuteruskan perjalanan sambil berharap menemukan pom bensin
yang masih buka atau segera sampai ke rumah.
Ketika sedang berada di sebuah kompleks perumahan yang cukup
sepi dan gelap, tiba-tiba mobilku mulai kehilangan tenaga, aku agak panik
hingga kutepikan mobilku dan kucoba menstarternya, namun walupun kucoba
berulang-ulang tetap saja tidak berhasil, menyesal sekali aku gara-gara tadi
siang terlambat kuliah jadi aku tidak sempat mengisi bensin terjebak tidak tahu
harus bagaimana, kedua orang tuaku sedang di luar kota, di rumah cuma ada
pembantu yang tidak bisa diharapkan bantuannya.
Tidak jauh dari mobilku nampak sebuah pos ronda yang lampunya
menyala remang-remang. Aku segera turun dan menuju ke sana untuk meminta
bantuan, setibanya di sana aku melihat 5 orang di sana sedang ngobrol-ngobrol,
juga ada 2 motor diparkir di sana, mereka adalah yang mendapat giliran ronda
malam itu dan juga 2 tukang ojek.
“Ada apa Non, malam-malam begini? Nyasar ya?”, tanya salah
seorang yang berpakaian hansip.
“Eeh.. itu Pak, Bapak tau nggak pom bensin yang paling dekat
dari sini tapi masih buka, soalnya mobil saya kehabisan bensin”, kujawab sambil
menunjuk ke arah mobilku.
“Wah, kalo pom bensin jam segini sudah tutup semua Non, ada
yang buka terus tapi agak jauh dari sini”, timpal seorang Bapak berkumis tebal
yang ternyata tukang ojek di daerah itu.
“Aduuhh.. gimana ya! Atau gini aja deh Pak, Bapak kan punya
motor, mau nggak Bapak beliin bensin buat saya, ntar saya bayar kok”, tawarku.
Untung mereka berbaik hati menyetujuinya, si Bapak yang
berkumis tebal itu mengambil jaketnya dan segera berangkat dengan motornya.
Tinggallah aku bersama 4 orang lainnya.
“Mari Non duduk dulu di sini sambil nunggu”.
Seorang pemuda berumur kira-kira 18 tahunan menggeser
duduknya untuk memberiku tempat di kursi panjang itu. Seorang Bapak setengah
baya yang memakai sarung menawariku segelas air hangat, mereka tampak ramah
sekali sampai-sampai aku harus terus tersenyum dan berterima kasih karena
merasa merepotkan.
Kami akhirnya ngobrol-ngobrol dengan akrab, aku juga
merasakan kalau mereka sedang memandangi tubuhku, hari itu aku memakai celana
jeans ketat dan setelan luar berlengan panjang dari bahan jeans, di dalamnya
aku memakai tanktop merah yang potongan dadanya rendah sehingga belahan dadaku
agak terlihat. Jadi tidak heran si pemuda di sampingku selalu berusaha mencuri
pandang ingin melihat daerah itu.
Kompleks itu sudah sepi sekali saat itu, sehingga mulai
timbul niat isengku dan membayangkan bagaimana seandainya kuberikan tubuhku untuk
dinikmati mereka sekalian juga sebagai balas budi. Sehubungan dengan cuaca di
Jakarta yang cukup panas akhir-akhir ini, aku iseng-iseng berkata, “Wah.. panas
banget yah belakangan ini Pak, sampai malam gini aja masih panas”.
Aku mengatakan hal tersebut sambil mengibas-ngibaskan leher
bajuku kemudian dengan santainya kulepaskan setelan luarku, sehingga nampaklah
lenganku yang putih mulus. Mereka menatapku dengan tidak berkedip, agaknya
umpanku sudah mengena, aku yakin mereka pasti terangsang dan tidak sabar ingin
menikmati tubuhku.
Si pemuda di sampingku sepertinya sudah tak tahan lagi, dia
mulai memberanikan diri membelai lenganku, aku diam saja diperlakukan begitu.
Salah satu dari mereka, seorang tukang ojek berusia 30 tahunan mengambil tempat
di sebelahku, tangannya diletakkan diatas pahaku, melihat tidak ada penolakan
dariku, perlahan-lahan tangan itu merambat ke atas hingga sampai ke payudaraku.
Aku mengeluarkan desahan lembut menggoda ketika si tukang
ojek itu meremas payudaraku, tanganku meraba kemaluan pemuda di sampingku yang
sudah terasa mengeras.
Melihat hal ini kedua Bapak yang dari tadi hanya tertegun
serentak maju ikut menggerayangi tubuhku. Mereka berebutan menyusupkan
tangannya ke leher tanktop-ku yang rendah untuk mengerjai dadaku, sebentar saja
aku sudah merasakan kedua buah dadaku sudah digerayangi tangan-tangan hitam
kasar. Aku mengerang-ngerang keenakan menikmati keempat orang itu menikmatiku.
“Eh.. kita bawa ke dalam pos aja biar aman!”, usul si hansip.
Mereka pun setuju dan aku dibawa masuk ke pos yang berukuran
3×3 m itu, penerangannya hanya sebuah bohlam 40 watt. Mereka dengan tidak
sabaran langsung melepas tank top dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Aku sendiri membuka kancing celana jeansku dan menariknya ke
bawah. Keempat orang ini terpesona melihat tubuhku yang tinggal terbalut celana
dalam pink yang minim, payudaraku yang montok dengan puting kemerahan itu
membusung tegak. Ini merupakan hal yang menyenangkan dengan membuat pria
tergiur dengan kemolekan tubuhku, untuk lebih merangsang mereka, kubuka ikat
rambutku sehingga rambutku terurai sampai menyentuh bahu.
Si hansip menyuruh seseorang untuk berjaga dulu di luar
khawatir kalau ada yang memergoki, akhirnya yang paling muda diantara mereka
yaitu si pemuda itu yang mereka panggil Mat itulah yang diberi giliran jaga,
Mat dengan bersungut-sungut meninggalkan ruangan itu.
Si hansip mendekapku dari belakang dan tangannya
merogoh-rogoh celana dalamku, terasa benar jari-jarinya merayap masuk dan
menyentuh dinding kewanitaanku, sementara di tukang ojek membungkuk untuk bisa
mengenyot payudaraku, putingku yang sudah menegang itu disedot dan digigit
kecil.
Kemudian aku dibaringkan pada tikar yang mereka gelar disitu.
Mereka bertiga sudah membuka celananya sehingga terlihatlah tiga batang yang
sudah mengeras, aku sampai terpana melihat batang mereka yang besar-besar itu,
terutama punya si hansip, penisnya paling besar diantara ketiganya, hitam dan
dipenuhi urat-urat menonjol.
Celana dalamku mereka lucuti jadi sekarang aku sudah
telanjang bulat. Aku langsung meraih penisnya, kukocok lalu kumasukkan ke
mulutku untuk dijilat dan dikulum, selain itu tangan lembutku meremas-remas
buah zakarnya, sungguh besar penisnya ini sampai tidak muat seluruhnya di
mulutku yang mungil, paling cuma masuk tiga perempatnya.
Si tukang ojek mengangkat sedikit pinggulku dan menyelipkan
kepalanya di antara kedua belah paha mulusku, dengan kedua jarinya dia sibakkan
kemaluanku sehingga terlihatlah vagina pink-ku di antara bulu-bulu hitam.
Lidahnya mulai menyentuh bagian dalam vaginaku, dia juga
melakukan jilatan-jilatan dan menyedotnya, tubuhku menggelinjang merasakan
birahi yang memuncak, kedua pahaku mengapit kencang kepalanya karena merasa
geli dan nikmat di bawah sana. Bapak bersarung menikmati payudaraku sambil penisnya
kukocok dengan tanganku dan payudaraku yang satunya diremasi si hansip yang
sedang ku-karaoke.
Aku sering melihat sebentar-sebentar Mat nongol di jendela
mengintipku diperkosa teman-temannya, nampaknya dia sudah gelisah karena tidak
sabaran lagi untuk bisa menikmati tubuhku.
Tak lama kemudian aku mencapai orgasme pertamaku melalui
permainan mulut si tukang ojek pada kemaluanku, tubuhku mengejang sesaat, dari
mulutku terdengar erangan tertahan karena mulutku penuh oleh penis si hansip.
Cairanku yang mengalir dengan deras itu dilahap olehnya
dengan rakus sampai terdengar bunyi, “Slurrpp.., sluupp..”. Puas menjilati
vaginaku, si tukang ojek meneruskannya dengan memasukkan penisnya ke vaginaku,
eranganku mengiringi masuknya penis itu, cairan cintaku menyebabkan penis itu
lebih leluasa menancap ke dalam.
Aku merasakan nikmatnya setiap gesekannya dengan melipat
kakiku menjepit pantatnya agar tusukannya semakin dalam. Bapak bersarung
menggeram-geram keenakan saat penisnya kujilati dan kuemut, sedangkan si hansip
sekarang sedang meremas-remas payudaraku sambil menjilati leher jenjangku. Aku
dibuatnya kegelian nikmat oleh jilatan-jilatannya, selain leher dia jilati juga
telingaku lalu turun lagi ke payudaraku yang langsung dia caplok dengan
mulutnya
Beberapa saat lamanya si tukang ojek menggenjotku, tiba-tiba
genjotannya makin cepat dan pinggulku dipegang makin erat, akhirnya tumpahlah
maninya di dalam kemaluanku diiringi dengan erangannya, lalu dia lepaskan
penisnya dari vaginaku.
Posisinya segera digantikan oleh si hansip yang mengatur
tubuhku dengan posisi bertumpu pada kedua tangan dan lututku. Kembali vaginaku
dimasuki penis, penis yang besar sampai aku meringis dan mengerang menahan
sakit ketika penis itu.
“Wuah.. memek Non ini sempit banget, untung banget gua hari
ini bisa ngentot sama anak kuliahan.. emmhh.. ohh..”, komentar si hansip.
Sodokan-sodokannya benar-benar mantap sehingga aku merintih
keras setiap penis itu menghujam ke dalam, kegaduhanku diredam oleh Bapak
bersarung yang duduk mekangkang di depanku dan menjejali mulutku dengan
penisnya, penis itu ditekan-tekankan ke dalam mulutku hingga wajahku hampir
terbenam pada bulu-bulu kemaluannya.
Aku sangat menikmati menyepong penisnya, kedua buah zakarnya
kupijati dengan tanganku, sementara di belakang si hansip mengakangkan pahaku
lebih lebar lagi sambil terus menyodokku, si tukang ojek beristirahat sambil
memain-mainkan payudaraku yang menggantung.
Si Bapak bersarung akhirnya ejakulasi lebih dulu di mulutku,
dia melenguh panjang dan meremas-remas rambutku saat aku mengeluarkan teknik
mengisapku, kuminum semua air maninya, tapi saking banyaknya ada sedikit yang
menetes di bibirku.
“Wah, si Non ini.. cantik-cantik demen nenggak peju!”,
komentar si tukang ojek melihatku dengan rakus membersihkan penis si Bapak
bersarung dengan jilatanku.
Tiba-tiba pintu terbuka, aku sedikit terkejut, di depan pintu
muncul si Mat dan si tukang ojek berkumis tebal yang sudah kembali dari membeli
bensin.
“Wah.. ngapain nih, ngentot kok gak ngajak-ngajak”, katanya.
“Iya nih, cepetan dong, masa gua dari tadi cuma disuruh jaga,
udah kebelet nih!”, sambung si Mat.
“Ya udah, lu dua-an ngentot dulu sana, gua yang jaga
sekarang”, kata si tukang ojek yang satu sambil merapikan lagi celananya.
Segera setelah si tukang ojek keluar dan menutup pintu,
mereka berdua langsung melucuti pakaiannya, si Mat juga membuka kaosnya sampai
telanjang bulat, tubuhnya agak kurus tapi penisnya lumayan juga, pas si tukang
ojek berkumis melepas celananya barulah aku menatapnya takjub karena penisnya
ternyata lebih besar daripada punya si hansip, diameternya lebih tebal pula.
“Gile, bisa mati kepuasan gua, keluar satu datang dua, mana
kontolnya gede lagi!”, kataku dalam hati.
Si hansip yang masih belum keluar masih menggenjotku dari
belakang, kali ini dia memegangi kedua lenganku sehingga posisiku setengah
berlutut. Si Mat langsung melumat bibirku sambil meremas-remas dadaku, dan
payudaraku yang lain dilumat si tukang ojek itu.
Nampak Mat begitu buasnya mencium dan memain-mainkan lidahnya
dalam mulutku, pelampiasan dari hajat yang dari tadi ditahan-tahan, aku pun
membalas perlakuannya dengan mengadukan lidahku dengannya.
Kumis si tukang ojek yang lebat itu terasa sekali
menyapu-nyapu payudaraku memberikan sensasi geli dan nikmat yang luar biasa. Si
Bapak bersarung sekarang mengistirahatkan penisnya sambil mencupangi leher
jenjangku membuat darahku makin bergolak saja memberi perasaan nikmat ke
seluruh tubuhku.
Ketika aku merasa sudah mau keluar lagi, sodokan si hansip
pun terasa makin keras dan pegangannya pada lenganku juga makin erat.
“Aaahh..!”, aku mendesah panjang saat tidak kuasa menahan orgasmeku
yang hampir bersamaan dengan si hansip, vaginaku terasa hangat oleh semburan
maninya, selangkanganku yang sudah becek semakin banjir saja sampai cairan itu
meleleh di salah satu pahaku. Tubuhku sudah basah berkeringat, ditambah lagi
cuaca yang cukup gerah.
Setelah mencapai klimaks panjang mereka melepaskanku, lalu si
Bapak bersarung berbaring di tikar dan menyuruhku menaiki penisnya. Baru saja
aku menduduki dan menancapkan penis itu, si tukang ojek menindihku dari
belakang dan kurasakan ada sesuatu yang menyeruak ke dalam anusku.
Edan memang si tukang ojek ini, sudah batangnya paling besar
minta main sodomi lagi. Untung daerah selanganku sudah penuh lendir sehingga
melicinkan jalan bagi benda hitam besar itu untuk menerobosnya, tapi tetap saja
sakitnya terasa sekali sampai aku menjerit-jerit kesakitan, kalau saja ada
orang lewat dan mendengarku pasti disangkanya sedang terjadi pemerkosaan.
Dua penis besar mengaduk-aduk kedua liang senggamaku, si
Bapak bersarung asyik menikmati payudaraku yang menggantung tepat di depan
wajahnya. Si Mat berlutut di depan wajahku, tanpa disuruh lagi kuraih penisnya
dan kukocok dalam mulutku, tidak terlalu besar memang, tapi cukup keras.
Kulihat wajahnya merah padam sambil mendesah-desah, sepertinya dia grogi
“Enak gak Mat? Kamu udah pernah ngentot belum?”, tanyaku di
tengah desahan.
“Aduh.. enak banget Non, baru pernah saya ngerasain ngentot”,
katanya dengan bergetar.
Aku terus mengemut penis si Mat sambil tanganku yang satu
lagi mengocok penis supernya si hansip. Si Mat memaju-mundurkan pantatnya di
mulutku sampai akhirnya menyemprotkan maninya dengan deras yang langsung
kuhisap dan kutelan dengan rakus.
Tidak sampai dua menit si tukang ojek menyusul orgasme, dia
melepas penisnya dari duburku lalu menyemprotkan spermanya ke punggungku. Si
Bapak bersarung juga sepertinya sudah mau orgasme, tampak dari erangannya dan
cengkeramannya yang makin erat pada payudaraku.
Maka kugoyang pinggulku lebih cepat sampai kurasakan cairan
hangat memenuhi vaginaku. Karena aku masih belum klimaks, aku tetap
menaik-turunkan tubuhku sampai 3 menit kemudian aku pun mencapainya.
Setelah itu si Bapak bersarung itu keluar dan si tukang ojek
yang tadi berjaga itu kembali masuk.
“Aduh, belum puas juga nih orang.. bisa pingsan gua lama-lama
nih!”, pikirku
Tubuhku kembali ditelentangkan di atas tikar. Kali ini
giliran si Mat, dasar perjaka.. dia masih terlihat agak canggung saat ke mau
mulai sehingga harus kubimbing penisnya untuk menusuk vaginaku dan kurangsang
dengan kata-kata
“Ayo Mat, kapan lagi lu bisa ngerasain ngentot sama cewek
kampus, puasin Mbak dong kalo lu laki-laki!”.
Setelah masuk setengah kusuruh dia gerakkan pinggulnya
maju-mundur. Tidak sampai lima menit dia nampak sudah terbiasa dan
menikmatinya. Si hansip sekarang naik ke dadaku dan menjepitkan penisnya di
antara kedua payudaraku, lalu dia kocok penisnya disitu. Aku melihat jelas
sekali kepala penis itu maju mundur di bawah wajahku.
Si tukang ojek berkumis menarik wajahku ke samping dan
menyodorkan penisnya. Kugenggam dan kujilati kepalanya sehingga pemiliknya
mendesah nikmat, mulutku tidak muat menampung penisnya yang paling besar di
antara mereka berlima.
Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi, tubuhku dikuasai
sepenuhnya oleh mereka, aku hanya bisa menggerakkan tangan kiriku, itupun untuk
mengocok penis si tukang ojek yang satu lagi.
Tubuhku basah kuyup oleh keringat dan juga sperma yang
disemburkan oleh mereka yang menggauliku.
Setelah mereka semua kebagian jatah, aku membersihkan tubuhku
dengan handuk basah yang diberikan si hansip lalu memakai kembali pakaianku.
Mereka berpamitan padaku dengan meneput pantatku atau meremas dadaku.
Si tukang ojek berkumis mengantarku ke mobil sambil membawa
sejerigen bensin yang tadi dibelinya. Setelah membantuku menuangkan bensin
ternyata dia masih belum puas, dengan paksa dilepaskannya celanaku dan
menyodokkan penisnya ke vaginaku.
Kami melakukannya dalam posisi berdiri sambil berpegangan
pada mobilku selama 10 menit. Untung saja tidak ada orang atau mobil yang lewat
disini. Setibanya di rumah aku langsung mengguyur tubuhku yang bau sperma itu
di bawah shower lalu tidur dengan perasaan puas.
No comments:
Post a Comment