Sudah lama antara aku dan keponakanku tak lama bertemu sebut
saja Winny beberapa bulan kemarin kami bertemu, ternyata dia sudah masuk ke
perkuliahan yang mengambil jurusan pariwisata suatu saat dia ada PKL di salah
satu hotel Lombok, dia masih muda umurnya 20 tahun, sedangkan aku 36 tahun yang
sudah menikah.
Sekarang aku menjalani hidup pisah ranjang dengan istriku,
sejak dia menyeleweng dengan rekan bisnisnya. Aku membutuhkan kawan wanita,
tapi tidak suka ganti-ganti atau jajan. One women at a time, lah. Hubungan kami
berlangsung biasa saja, karena kami hanya bertemu satu atau dua kali sebulan,
pada saat aku melakukan kunjungan kerja ke kota S. Rasanya senang punya saudara
di tempat jauh.
Tapi, lama kelamaan senyumnya itu lho yang membuatku mabok
kepayang. Ukuran tubuhnya yang relatif (tingginya hanya 155 cm) kecil pun
merupakan impianku, karena aku juga tidak terlalu tinggi (167 cm). Hubungan
kami sebenarnya mulai sebagai layaknya saudara, sampai suatu hari saya telpon
dan menyatakan keinginan saya untuk berhubungan lebih serius.
“Kapan Winny ke Jakarta? Aku udah pengin banget nih ketemu
sama kamu.” tanyaku ketika meneleponnya pada awal bulan yang lalu.
“Wah aku nggak bias bolos, kecuali kalau hanya untuk satu
atau dua hari. Aku baru pulang nanti bulan Januari tahun depan. Jatah tiket aku
untuk bulan-bulan itu.” jawabnya, “Kecuali kalau ada yang mau kasih tiket
pesawat, hehehe.”
Kesempatan nih, pikirku.
“Gimana kalau aku kirim tiket? Mau kan? Tanggal berapa?”
tanyaku penuh harap.
“Gimana kalau akhir minggu ini? Tapi jangan bilang sama orang
rumah kalau aku bolos lho!” pintanya mengingatkan.
Benar saja, pada hari Jumat sepulang kantor kujemput dia di
Cengkareng. Wow.., beda sekali! Dia pakai celana jeans biru ketat, dengan kaos
ketat menggantung, sehingga pusarnya kelihatan. Dan, ya ampuun.., dengan kaos
yang ketat itu, terlihat dengan jelas betapa besar buah dadanya yang terlihat terlalu
besar dibanding dengan badannya yang mungil. Kutaksir berukuran 36 lah.
Biasanya dia pakai baju agak longgar, jadi tidak begitu
kelihatan. Batang penisku langsung bereaksi, tapi lalu kutenang-tenangkan agar
cepat kendor. Belum waktunya.
“Gimana Ci, kita makan dulu ya..?”
Kami langsung ke Plasa Senayan, makan sambil ngobrol di
Spageti House. Setelah itu, kami langsung menuju di Horison Ancol untuk
menikmati waktu berdua kami.
Setelah ngobrol panjang lebar, kulihat dia berjalan mendekati
jendela yang menghadap ke laut. Kuanggap ini sebagai undangan dan lalu aku
mendekati dan memeluknya dari belakang. Kurasakan buah dadanya menjadi lebih
kencang dan dipejamkan matanya.
Kuciumi lehernya dengan penuh gelora nafsu. Kulepas kaitan
BH-nya sehingga dengan leluasa dapat kuraba dan kuremas. Ooh besar sekali buah
dada ini. Kubalik badannya, kuangkat kaos mininya dan kucium dan kulumat penuh
gelora buah dada itu. Sepertinya ia baru pertama kali pacaran seperti ini.
“Haarhh.. malu nich..!” katanya, tanpa memintaku berhenti.
Aku menjadi semakin berani. Celananya kubuka. Winny
memberontak sedikit, tapi tidak terlalu berarti. Kulepas semua pakaiannya
sehingga dia telanjang bulat, sementara diriku masih berpakaian. Putih mulus
tubuhnya kunikmati, karena kami tidak mematikan lampu.
Kucium seluruh tubuhnya yang berdiri tegak di depanku.
Seperti cacing kepanasan, Winny menggeliat dan mengerang. Seluruh badannya
merinding dan menggigil.
Ketika ciuman dan jilatanku sampai ke daerah kemaluannya,
Winny mengerang hebat sambil meremasi rambutku.
“Hegh.. Harrch.. Enak sekali. Kaki saya lemes Harch.. tolong
akhhu heh..!” erangan yang terdengar sangat merangsang bagiku.
Sekali-sekali kuraba dan kuremas lembut buah dadanya yang
menggunung itu, sangatlah seksi dan merengsang berahiku.
“Harch heehh please..! Aku lemas sekali nich.. auch..!”
lenguhnya semakin tinggi.
Aku segera mengangkatnya ke tempat tidur dan melanjutkan
jilatan-jilatanku di daerah surganya. Tidak terasa, sudah lebih dari 10 menit
aku memberinya pengantar kenikmatan, seolah ia sudah sangat pengalaman. Sampai
akhirnya, aku terkejut karena ia menjadi seperti kejang, meremas kepalaku dan
menekannya ke vaginanya.
“Harchh.. aku mau.. augh..!” lenguhnya meninggi.
Wow.., dia sudah orgasme. Ada sedikit cairan kental keluar
dari vaginanya, hangat dan nikmat. Dalam keadaan terengah-engah masih kujilat
bibir vaginanya. Lenguhan-lenguhannya seperti tidak mau berhenti. Terkulailah
gadisku lunglai seperti tanpa daya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra
dan cinta. Aku sengaja menahan diri, untuk memberinya kesempatan lebih dulu.
“Gimana Ci, enak..?” tanyaku, “Kamu pernah seperti ini
sebelumnya..?”
“Aku nggak tahu pasti bayanganmu tentang diriku, Har. Mungkin
kamu menganggap aku perempuan murahan. Tapi sungguh, ini pertama kali aku merasakan
kenikmatan yang tak terlukiskan. Biasanya, aku hanya masturbasi saja. Aku mau
mempersembahkan keperawananku pada orang yang kucintai.” jawabnya.
“Jadi kamu masih perawan..?” tanyaku dengan heran.
“Ya, aku masih perawan. Dan aku akan mempersembahkannya
untukmu. Aku sangat mencintaimu, Har.”
Jawaban ini membuat hatiku runtuh, sebab biasanya aku
berpacaran dengan wanita-wanita yang sudah tidak perawan.
“Winny aku minta maaf, tapi sepertinya aku tidak sanggup
melanjutkan. Aku belum mengatakan, gimana latar belakang dan keadaanku
sebenarnya.” keinginanku untuk menjelaskan dipotong Winny.
“Har, aku sudah tahu kok. Aku tanya sama teman-temanmu di
sana. Dan mereka memberi tahu apa adanya. Jadi, aku sudah tahu dan siap untuk
menjadi madumu.” jawabnya dengan centil sambil mencubitku.
“Yang bener nih..?” tanyaku sambil tertawa, bahagia sekali
rasanya.
Kutengok arlojiku, sudah jam 11 malam.
“Kamu nggak mau pulang nengok Papa-Mama Ci..?”
“Kan sudah saya bilang, saya bolos dan kamu harus
merahasiakannya, Oke..!”
Dia membalikkan badannya sehingga menghadapku, kulonggarkan
pelukanku dan dia seperti tersadar. “Lho.., jadi kamu tuh masih berpakaian
to..? Ya ampun, malu nih..! Payah kamu. Ayo dong, kamu juga buka baju..!”
Aku segera membuka baju. Winny memandang dengan penuh rasa
ingin tahu. Tanpa sadar, burungku yang tegang sekali ternyata telah
mengeluarkan cairan bening.
“Har, burungmu besar sekali. Muat nggak ya..?” tanyanya
sambil memandangi penisku yang coklat kehitaman.
Ukurannya sebenarnya tidak lah besar, tergolong kecil lah
karena hanya sekitar 14 cm.
“Kok ada cairan beningnya sih..?”
“Ya iya, aku kan juga merasakan kenikmatan dengan memberimu
yang tadi itu.”
“Har, kasih tahu dong gimana aku bisa memberimu kenikmatan
seperti yang kurakakan tadi..!” pintanya.
“Learning by doing aja ya.” jawabku.
Setelah memberi tahu cara-caranya, aku lalu rebahan. Masih
dengan agak canggung, Winny mulai memegang, menggosok dan memijat penisku, juga
buah pelirnya.
“Ooh.. Winny, enak sekali..!” gumanku menikmatinya.
“Mulai dikemut dong Sayang..!” pintaku.
Winny dengan agak ragu memasukkan penisku ke dalam mulut
mungilnya. Pada awalnya agak sakit, karena sesekali terkena giginya, tapi
kemudian Winny menjadi lebih pintar. Kuluman atas penisku menjadi lebih lembut
dan nikmat sekali.
“Kemut, jilat dan raba semuah.. Ci..!” pintaku karena mulai
menanjaklah kenikmatan itu.
Karena sering kali tidak tahan, aku menggoyangkan pantatku.
Sehingga, jilatan bagian bawah buah pelir seringkali salah ke daerah sekitar
anus. Dia memejamkan mata, jadi dia tidak tahu, tapi aku dapat merasakan
kenikmatannya.
“Oougghh.., enak sekali Ci..!” erangku tiap kali daerah
duburku terjilat.
Pada awalnya aku memang tidak sengaja, tapi kemudian sesekali
kupelesetkan karena nikmatnya. Aku belum pernah mengalami kenikmatan ini dari
wanita mana pun.
Kenikmatan mulai memuncak dan aku meminta Winny untuk
mengulum penisku, karena aku sudah mendekati puncak. Winny mengulum sambil
menggerakkan kepalanya ke atas-bawah dan kadang memutar. Dan sampailah puncak
kenikmatan itu.
“Aauugghhrhh.. aku keluarhh..!” erangku sambil meremas rambut
Winny dan memegangnya erat agar tidak lepas.
Winny terkejut karena semprotan spermaku yang kusemburkan air
nikmat itu ke dalam mulutnya, yang membuatnya menelan sambil gelagapan.
Sisa spermaku menetes dari mulutnya.
“Kenapa dikeluarkan di mulutku Har..?” Winny memprotes.
“Sama saja Sayang, kamu tadi kan begitu juga. Enak kan..?”
aku menimpali sekenanya.
Semula ia terlihat jengkel tapi kemudian tersenyum, paham.
Jam 12 malam sudah. Satu sama. Winny melihat ke penisku dan
heran.
“Lho kok jadi kecil dan pendek. Tadi besar sekali sampai
mulutku nggak muat..?”
“Ya iya dong Sayang, kalau lagi bobok yang cuma 3 cm, tapi
kalau bangun jadi tambah besar, hebat ya..!”
“Trus kalau mau bikin besar lagi, caranya gimana..?” Winny
tanya sambil meremas-remas penisku.
“Kalau mau agak lama, ya gitu, diremas, diraba. Kalau mau
cepet ya dikemut lagi.”
Dan tanpa diminta, Winny segera mengemut batang penisku, yang
kemudian memang langsung membesar pada ukuran penuhnya. Aku tidak mau
ketinggalan, kubalikkan badanku sehingga kami mempraktekkan posisi 69. Winny
sepertinya menjadi bangkit gairah dan melenguh-lenguh sambil mengulum batang
penisku.
Setelah kami sama-sama penuh gelora dan napas kami telah
tersengal-sengal penuh kenikmatan, Winny bertanya, “Gimana lanjutnya Har..?”
“Kamu bener udah siap..? Kamu nggak nyesel nanti..?” kutanya
Winny karena aku sebenarnya mendua, ingin menjaganya sekaligus ingin
menuntaskan hubungan asmara kami.
“Aku kan sudah bilang. Aku siap untuk mempersembahkan
keperawananku buat kamu. Jadi mulailah, gimana..?”
Mendengar jawaban ini, akal sehatku padam. Segera aku
berlutut di antara selangkangannya. Kutempelkan batang penisku ke vaginanya.
Menggesekkannya dan sedikit menekannya.
“Ouuch Har.., enak sekali..! Terusin Har..! Aahh..!”
lenguhnya mulai merasakan kenikmatan.
“Winny, yang pertama ini agak sakit, tapi hanya sebentar.
Kamu akan terbiasa dan mulai merasakan nikmatnya. Tahan ya..!” sambil
kutelungkupi badannya yang mungil itu.
Kucium bibirnya dengan penuh nafsu dan kusedot kuat-kuat.
Kucium dan kugigit-kecil puting susunya. Winny mendesah nikmat. Kucium lagi
bibirnya kuat-kuat. Dan ketika itulah kutekan batang penisku masuk ke liang
senggamanya. Winny memelukku erat terhenyak. Pastilah dia menahan sakit.
Setelah batang penisku masuk sepenuhnya, kubiarkan ia di
dalam, diam. Terus kucium bibirnya sambil kubuat kedutan-kedutan kecil di
kemaluanku. Winny ternyata melakukan refleks yang sama.
Otot vaginanya juga membuat kedutan-kedutan kecil, yang
semakin lama terasa seperti tarikan-tarikan halus, menyedot batang penisku,
seolah meminta lebih dalam.
Aku mulai mengayun-ayun pelan dan mulai kurasakan ujung
kamaluanku menyentuh liang rahimnya. Oooh nikmat sekali. Inilah alasanku,
mengapa aku selalu lebih senang dengan wanita bertubuh mungil. Tubuh yang dapat
memberiku kenikmatan lebih. (Tapi kalau adanya yang tinggi, ya nggak nolak, hehe..)
Ayunanku mulai lebih lancar dan berirama. Winny sepertinya
sudah tidak sakit lagi. Atau barangkali kenikmatan ini telah mengalahkan rasa
sakitnya.
“Gimana Sayang, enak..?”
“Oouuh Har.., terusin..! Lebih keras.., lebih cepat.. hegh..
ooh.. Har nikmat sekali Sayang..!”
“Winny, nanti aku semprotkan maniku di dalam atau di luar..?”
“Kalau nanti kamu hamil gimana..?”
“Biarin, biarin, aauchh..!”
Kami bicara sambil menggoyang badan kami. Dengan refleknya
Winny mengimbangi setiap sodokan dan goyanganku. Kalau aku cepat, dia pun
mempercepat. Kalau aku melambat, dia pun begitu. Sambil menggoyang, kulumat
bibirnya, kusedot dan kugigit-gigit kecil buah dadanya.
Belum lima menit kami mendayung lautan kenikmatan, Winny
kelihatan mulai lebih liar. Goyangan pinggulnya menjadi lebih cepat dan tidak
terkendali. Pelukannya menjadi lebih erat. Dan dia melenguh dengan hebat dan
aku merasakan denyutan-denyutan otot vaginanya. Ayunan batang kemaluanku kubuat
menjadi lebih kuat tapi tetap pelan untuk memberikan kenikmatan yang lebih.
Dua, satu.
“Ooch.., Har aku capek sekali, tapi kamu belum ya..?”
“Kita istirahat dulu deh, nanti lagi..!”
“Jangan Har, jangan lepaskan, kita teruskan, kupuaskan kamu,
gimana pun..!”
Winny mulai menggerakkan pinggulnya. Ayunan batang kemaluanku
kuteruskan. Agak tidak tega aku sebenarnya. Tapi Winny sepertinya agak memaksa.
Jadi, sambil berpeluk dan berguling kami terus mengayun, mendayung kenikmantan.
Orgasmeku yang kedua biasanya memang agak lama, kadang aku harus menunggu 10-20
menit.
Dan begitulah, Winny mulai melenguh kenikmatan, dia mulai
mempercepat dayungan perahu mungilnya. Aku mengimbangi. Betapa nikmatnya. Dan
rasa nikmat ini menjadi berlebih-lebih lagi, karena aku memberikan kenikmatan
pada gadisku yang mungil, cantik dan menggairahkan ini.
“Hhegh.. Har.. Har.. oh Sayang, aku mau sampai lagi..! Oooh
cepat.. cepat.. lebih keras..!” lenguhannya datang lagi bersamaan dengan
urutan-urutan lembut pada batang penisku.
Aku menjadi semakin bernafsu. Winny mulai lemas. Benar-benar
lemas.
“Har, kamu belum juga ya Sayang..? Ayo dong Say..!
Kasihanilah aku, sudah lemes banget nich..!” Winny mengiba dan memuncakkan
birahiku.
Kogoyang dengan liar penisku dalam vaginanya, terus dan terus
sampai akhirnya, “Winny, ough.. ach.. terimalah air maniku Say, nikmatilah
siraman kenikmatanku.. Hegh..!”
Dan aku pun sampai pada pelabuhan kenikmatan yang kudambakan.
Kusemprotkan maniku sejadinya. Walaupun maniku sudah habis, tapi kedutan
kenikmatan terus kurasakan pada penisku, apalagi vagina Winny terus mengurutku.
Walaupun sudah orgasme, batang kemaluanku masih tetap tegang
penuh. Tidak seperti ini biasanya. Kami berpelukan, berciuman. Kuelus dan
kukemut susunya yang besar menantang itu. Beberapa saat sampai akhirnya kami
benar-benar terkulai lemas. Habis tenaga kami. Basah kuyup badan kami oleh
peluh kenikmatan.
Kutengok TV yang masih menyala tanpa ditonton dan tanpa
suara. Buletin Malam RCTI. Waahh, berati sudah jam satu lebih. Lama sekali kami
bercinta penuh gairah, nafsu dan sayang. Winny merebahkan kepalanya di dadaku.
Sesaat kemudian, kami ke kamar mandi bersama-sama. Saling
memandikan di bawah siraman air hangat yang membuat kami segar kembali. Kadang
kami saling berpelukan sambil menggesekkan tubuh kami. Oohh.., nikmatnya dunia.
Kami kembali mengobrol dengan tubuh hanya berbalut handuk.
Dari cara duduknya, Winny secara tidak sengaja mempertontonkan bukit surganya
padaku, membuat batang penisku tetap tegak berdiri. Aku memesan makanan ringan,
teh panas untuknya dan susu untukku sendiri.
Winny menggoda, berjalan mendekatiku menyodorkan buah
dadanya, memasukkan puting susunya ke mulutku. Tepat memang, karena aku duduk
di tempat tidur.
“Susuku yang dua ini sudah kupersembahkan padamu, nggak cukup
ya..? Kok masih pesan susu ke Room Service. Susu siapa sih yang dipesan..?”
godaan ini membuat Winny dan aku tertawa terbahak-bahak.
Kami bergulingan sambil berpelukan. Bahagia sekali rasanya.
Pesanan kami telah sampai dan kami menikmati dengan saling
menyuapi. Ketika Winny mau berdiri, dia menyenggol gelas susu. Sehingga ada
sedikit yang terciprat ke dadanya. Untung susu itu hangat saja. Winny mencari
tissue, tapi kucegah. Kurebahkan dia di tempat tidur, kujilat susu yang ada di
atas dadanya sambil kujilat puting susunya. Winny mengerang kenikmatan.
“Nakal kamu ya..!” katanya sambil bangkit dan mencubitku.
“Har, kok burungnya bangun terus sih..? Aku sudah capek
sekali, kamu masih mau lagi ya..?”
“Ya masih dong, tapi nanti saja. Kita bobok dulu yuk..!”
Akhirnya kami rebahan. Kubalikkan badannya membelakangiku.
Mau tidak mau, batang penisku masuk juga ke selangkangannya. Tapi aku diam
saja. Sesekali Winny mengurut batang penisku dengan vaginanya. Berkedut-kedut.
Tanganku mengelus-elus buah dadanya. Kami mungkin sudah
sangat lelah, sehingga tanpa terasa kami tertidur, dengan penisku berada dalam
vaginanya. Tidur yang sangat nikmat.
Hari Sabtu, hari libur, hari malas. Aku biasa bangun jam 10
pagi. Tapi hari ini molor sampai jam 12. Kami bangun mandi berbenah sedikit
untuk siap-siap jalan-jalan. Penisku tetap tegap dari tadi pagi, karena aku
sangat menikmati asmara ini.
Di depan Winny, kutelepon anak-anakku. Mereka bersama dengan
baby sitter dan nenek mereka. (Jangan salah menduga, mereka tetap terurus kok.)
Kami mengobrol kurang lebih 30 menit. Aku senang, mereka pun senang. Aku bilang
bahwa aku akan pulan hari Minggu siang, setelah mengantar Winny ke bandara,
tentunya. Winny pun mengirim salam untuk mereka.
Ketulusan Winny mengirim salam pada anak-anakku membangkitkan
gairahku yang tidak tertahankan. Kubuka celananya jeans-nya dan tanpa pemanasan
kusenggamai Winny dari belakang sambil berdiri. Winny menanggapi dengan gelora
membara pula.
Vaginanya yang semula kering segera membasah membuat
gesekan-gesekan kenikmatan kami menjadi menggila. Napas Winny tersengal-sengal.
Goyangannya menjadi lebih liar, kadang maju mundur kadang memutar.
Sekehendaknya Winny mencari kenikmatan di liang senggamanya. Goyanganku pun
menjadi lebih cepat dan keras.
Tiba-tiba Winny membalikkan wajahnya, “Cium, Harr..!”
Langsung kucium bibirnya sambil kuremas-remas gemas buah
dadanya yang besar itu. Ternyata ini adalah saat-saat puncak orgasmenya.
Vaginanya meremas-remas batang penisku, berdenyut-denyut. Ini membuatku
kesetanan.
Kegenjot vaginanya keras-keras sampai tubuh Winny
berguncang-guncang. Tidak lebih dari 5 menit, kusemburkan maniku dalam vaginanya.
Luar biasa, cepat sekali. Setiap semprotan mani kusiramkan dengan
sodokan-sodokan keras penuh kenikmatan. Banjirlah vaginanya dengan siraman air
maniku.
Winny dan aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sekeluar dari kamar mandi, dia memelukku erat sekali, menciumku mesra sekali.
“Har, aku terima kamu apa adanya, rela aku jadi pendampingmu,
apapun statusku. Itu tidak terlalu penting, aku sangat mencintaimu, juga sayang
dan kasihan pada anak-anakmu. Tapi aku sadar, bagaimanapun aku tidak akan jadi
ibu mereka. Udah deh, yuk kita jalan-jalan dulu..!”
Kami jalan-jalan di Ancol, mengunjungi semua tempat hiburan
sampai malam hari. Malam Minggu yang melelahkan tapi juga sangat membahagiakan.
Sampai akhirnya, kami mojok di pantai dekat kuburan Belanda, yang paling sepi.
“Waktu cepat sekali berlalu ya Harr..!” Winny membuka
pembicaraan setelah beberapa saat kami berdiam dan lamunan kami berjalan entah
kemana.
Yang jelas, aku hanya membayang-bayangkan, gimana kelanjutan
hubungan ini.
“Begitulah Say.. Gimana kalau kamu menunda sehari lagi..?”
tanyaku tanpa harap, sebab aku tahu ini tidak mungkin.
Winny hanya terdiam. Aku pindah ke jok belakangan diikuti
Winny. Direbahkannya kepalanya di pangkuanku. Batang kemaluanku pun langsung
menegang keras. Winny merasakannya dan langsung membuka celanaku.
“Harh, si Adik bangun lagi.” sambil tangannya mengelus-elus
batang dan lidahnya mulai menari di ujung penisku.
Aku tidak mau kalah, celananya kulepas sehingga aku dapat
secara leluasa meraba, mengelus bulu-bulu halus di vaginanya.
“Heeggh, terusin Harr.. yang dalam..!” pintanya.
Jari tengahku pun mulai kumasukkan dalam liang senggamanya
yang sudah sangat basah. Winny berkelojotan lebih liar, semantara aku sendiri
merasakan penisku sudah waktunya mendapat perlakuan lanjutan.
“Winny, aku sudah nggak tahan..!” kataku sambil membimbingnya
agar duduk di pangkuanku, menghadapku, sehingga kakinya dapat bertumpu di jok.
Dikocok-kocoknya penisku sambil kami berciuman dan kemudian
dibimbingnya kemaluanku itu masih pada liang kenikmatannya. Pelan tapi pasti,
amblaslah seluruh batang penisku. Aku dan Winny sama-sama tertahan ketika ujung
penisku menyentuh pintu rahimnya.
Winny menggerakkan pinggulnya maju mundur, meskipun kami
saling berpagutan. Merangsang sekali. Tidak tahan lagi aku untuk tidak melumat
buah dadanya yang besar berayun-ayun ketika Winny bergerak ke atas-bawah. Winny
menjadi lebih liar dan gerakannya menjadi lebih dahsyat.
“Har, remas susuku sekeras-kerasnya, aku sangat
menikmatinya..! Please Har..!” pintanya.
“Ntar sakit dong Ci, aku nggak..” jawabanku dipotongnya.
“Biarin, biarin.., aku sangat menikmatinya..! Siksalah aku
dengan nikmatmu Har..! Membuatku lebih nikmat hegh..!”
Aku baru sadar bahwa Winny tampaknya agak senang dengan
sadism.
Kuremas keras susunya, kugigit agak keras karena takut
menyakitinya. Winny menjadi lebih liar dan melenguh agak keras.
“Say, ough.. ough.. nikmatnya Say, aku keluar lagi, ouch ach..
ini nikmat sekali..!” dan Winny pun mengejang hebat.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa Winny dapat
seperti ini. Entah mengapa, aku justru menjadi sangat sulit untuk mencapai
orgasme. Winny tampaknya menyadari hal ini.
“Say, nggak apa-apa kok, aku sungguh menikmatinya, gemasilah
diriku sesukamu..!”
“Kita kembali ke hotel yuk Ci, malam sudah mulai larut..!”
Winny kelihatan agak bingung, karena aku tidak menyelesaikan
puncak-puncak pendakian kenikmatan itu.
“Say, kulayani kamu semalaman ini, kita nggak usah tidur,
ya..?” pinta Winny ketika kami memasuki pintu kamar.
Aku mengiyakan saja. Winny memesan berbagai makanan kecil dan
biasa, susu kesukaanku yang dipesan Winny sampai 3 gelas. Room Service mungkin
heran, ya..? Kami sempat ngobrol sebentar sampai Winny memintaku untuk
melanjutkan puncak-puncak pendakian kenikmatan yang sempat teputus.
Winny langsung membuka seluruh pakaiannya dan tubuh mungil
indah itu berdiri tegak di hadapanku.
“Har, kamu diam saja. Aku akan melayanimu habis-habisan..!”
Dan sambil berkata begitu, Winny membuka bajuku pelan-pelan
sambil mencium dan menjilati dadaku. Ooh nikmat sekali. Lalu giliran celanaku
dibukanya, sambil menjilati dan menciumi penisku yang sudah tegang memerah.
Aku seperti majikan yang dilayani oleh seorang dayang.
Pahaku, kakiku, pantatku, semua dielus, dicium dan dijilat. Aku tidak tahu
Winny belajar dari mana, atau barangkali naluri saja.
Dengan posisiku masih duduk di kursi, Winny membalikkan
badan, duduk di pangkuanku dan memasukkan penisku ke vaginanya. Gerakan-gerakan
lembut dilakukannya. Tubuhnya menggeliat-geliat karena kuremas lembut buah
dadanya sambil kuciumi dan kujilat punggungnya.
Beberapa saat kemudian, Winny melenguh dan mengejang lagi.
Dan lagi denyutan-denyutan itu kurasakan.
“Hugh Say, kenapa jadi aku yang sampai duluan..? Nikmat
sekali rasanya, kamu mau kuapakan supaya sampai..?” semua ini dikatakan Winny
sambil terus menggoyang pinggulnya.
Aku mengajaknya naik ke ranjang. Kuarahkan dia sehingga dia
siap dengan posisi doggy style. Winny menurut saja. Kutusukkan batang penisku
amblas dalam vaginanya dan kogoyang dengan keras dan cepat.
Lama sekali kunikmati posisi ini, karena dari belakang aku
dapat menikmat kemolekan tubuhnya dan meremasi buah dadanya. Akhirnya, aku
tidak kuasa lagi menahan tekanan hebat dalam penisku, karena remasan-remasan
vagina yang tidak kunjung habis.
“Ci.., aku mau keluar niich..! Tahan ya Sayang, jangan sampai
lepash..!” dan kogoyang pantatku keras-keras sampai akhirnya, “Aachh..!”
teriakku dengan keras menyertai semprotan-semprotan maniku yang membajiri liang
vagina Winny.
“Say, goyang terus jangan berhenti..! Aku juga mau sampai
lagi, ooh..!” pinta Winny.
Aku yang sebelumnya mulai melemas kembali menggoyang
kemaluanku dengan lebih cepat dan keras.
Winny akhirnya menjerit, “Saych..!” dan denyut-denyut
kenikmatan itu kembali mengurut-urut penisku. Kami rebah kehabisan tenaga.
Badan kami basah oleh peluh. Pendakian kami akhirnya sampai juga pada puncak
kenikmatan bersama-sama.
Sambil masih berpelukan, kami saling meraba daerah-daerah
kenikmatan kami. Sampai akhirnya kami betul-betul lemas. Tidak berdaya.
“Yuk berendam yuk..! Biar nggak capek..” kuajak Winny ke
kamar mandi untuk berendam air hangat.
Setelah air penuh. Kami pun berendam, di ujung bath tub
saling berhadapan. Kakiku kadang-kadang usil untuk mempermainkan selangkangan
Winny, yang membuatnya sesekali memejamkan mata. Pastilah nikmat.
“Har, tadi waktu kamu dari belakang, jari dan burungmu
sesekali menyentuh lubang duburku, kok enak yach..?” Winny membuka pembicaraan
yang mengejutkanku.
Mungkin secara tidak sadar aku telah menyentuh duburnya tadi,
karena gerakanku yang liar penisku seringkali lepas. Dan aku pun seringkali
sambil terpejam meremas-remas pantatnya yang aduhai, indah dan merangsang.
“Kamu mau nggak melakukannya lagi..?” tanya Winny.
Aku mengiyakan, karena aku terbayang adegan-adegan yang
pernah kutonton di BF. Mungkin Winny tipe wanita yang suka coba-coba, meski
kadang itu menyakitkan dirinya.
Setelah mandi dan beristirahat entah berapa lama, kami
memulai akivitas lagi. Seperti janjiku, aku meminta Winny untuk menungging agar
pantatnya lebih terbuka. Kuelus lembut pelan-pelan lubang pantatnya.
Kuciumi dan lalu kujilati. Entah apa yang kulakukan ini,
karena aku belum pernah melakukannya. Terpikir olehku, mungkin ini akan menjadi
anal seks yang pertama. Winny sudah memberikan keperawanannya padaku,
sebanarnya itu sudah luar biasa bagiku. Tapi ini, tampaknya akan menjadi lebih
dahsyat lagi.
Winny tampak sangat menikmati perlakuanku. Desahannya sangat
merangsang, membangkitkan gairahku yang makin membara. Batang penisku sudah
menjadi sangat tegang. Winny memegangnya dan, ya ampun.., dia mengarahkan
batang kemaluanku ke anusnya. Seperti sudah tidak dapat mengendalikan diri
lagi, kugesek-gesekkan penisku ke anusnya.
“Ooch Har, enak sekali Say..! Aach..!” kata Winny sambil
menggerakkan pantatnya, seolah menginginkan kenikmatan di seluruh permukaannya.
Bayanganku pada adegan-adegan BF menguasai pikiran dan
nafsuku.
“Ci, boleh nggak kumasukkan kontolku ke duburmu..?”
Winny tampak terkejut, tentu dia tidak mengira.
“Memangnya nggak jijik..?”
“Nggak tahu deh, aku hanya ingin mencobanya.” jawabku sedikit
bohon.
Padahal aku sangat ingin mencobanya karena adegan BF itu.
Winny mengatakan terserah saja. Akhirnya kucoba juga. Sangat sulit, karena
Winny kesakitan dan selalu menghindarkan lubang pantatnya.
“Ci, jangan bergoyang terus..! Susah nih, pasrahlah..!”
pintaku padanya.
Entah dapat ilham dari mana. Akhirnya kupaksa Winny telungkup
dan kutindih pantatnya, sehingga ia tidak akan dapat banyak bergerak. Kululuri
penisku dengan ludahku sehingga menjadi lebih licin, seperti di BF. Dengan agak
memaksa dan penuh nafsu, kutekan batang penisku masuk ke anusnya.
“Har, sakit..! Stop..! Ach..!” Winny memekik kesakitan.
Tapi panisku sudah amblas dalam anusnya. Aku terdiam. Winny
kadang mengejangkan lubang anusnya, sehingga memberiku kenikmatan. Winny masih
telungkup menutup wajahnya dengan bantal.
“Kalau memang enak, terusin..! Tapi pelan-pelan..!” katanya
kemudian.
Aku pun segera mengayun sepelan mungkin. Ooh, nikmat sekali
rasanya. Belum pernah kunikmati kenikmatan seperti ini. Mungkin karena Winny
menjadi lebih rileks, sodokanku pun menjadi lebih lancar.
Kuangkat pantat Winny sehingga aku dapat menyusupkan tanganku,
agar dapat meraba vaginanya. Winny mengeliat-geliat. Tampaknya dia sudah mulai
menikmati. Vaginanya menjadi lebih basah. Desahannya pun terus terdengar. Aku
menjadi semakin menikmati pengalaman baru ini. Kenikmatan puncak yang diberikan
oleh gadisku, yang sangat mencintaiku.
Jari tengahku kumasukkan dalam lubang vaginanya. Winny sangat
menikmatinya dan vaginanya pun menjadi basah sekali.
“Har, dua jari supaya lebih terasa..!”
Maka kumasukkan jari telunjukku dalam lubang nikmat itu.
Winny menjadi lebih gila. Goyangannya menjadi semakin hebat, sehingga aku tidak
perlu menggoyang, karena tanganku harus menjangkau lubang nikmatnya itu.
“Harh.. har.. aku mau sampai Har..! Ochh Har.. Aach..!”
tinggi lenguhannya dan banjirlah vaginanya.
Aku menjadi lebih bersemangat menggenjot anusnya dan aku pun
tidak dapat menahan laju air maniku. Cret.. cret.. cret.. kutumpahkan air
nikmatku dalam anusnya dengan denyut-denyut kenikmatan yang tiada taranya.
Kami ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah itu.
Winny mencegahku untuk mencuci penisku sendiri. Winny memandikanku dengan
gosokan-gosokan yang lembut. Aku sungguh seperti seorang majikan yang dilayani
seorang dayang. Belum pernah aku mengalami seperti ini. Tidak terasa, hari
sudah pagi. Kami harus bersiap-siap karena jam 10:00 Winny harus ke bandara.
Akhirnya kuantar Winny ke bandara. Air mata Winny membasahi
pipinya. Kami berpelukan. Ciuman kami pun tidak tertahankan. Pandangan
orang-orang di sekitar kami pun terarah pada sepasang manusia. Kami tidak
menghiraukannya. Winny harus kembali ke M. Sesak rasanya dada ini. Tapi kami
saling berjanji akan menjaga cinta kami.
Dua malam yang sangat melelahkan dan membahagiakan telah
lewat. Kami akan bertemu kembali. Winny pasti akan pulang ke Jakarta lagi.
No comments:
Post a Comment