DEWALOTTO

DEWALOTTO
Tersedia 6 Bank BCA, BNI, MANDIRI, BRI, DANAMON dan NIAGA ™DAFTAR™ Klik Gambar Diatas*****

Thursday, 29 June 2017

Cerita Sex - Kakak dari Rica..


Kring kring kring suara handphoneku berbunyi begitu bunyinya hehe..”halllo” dengan nada yang rendah dan merdu aku sudah bisa menebak kalau dia adalah Rica.

“hai men kamu berangkat saja dulu, aku masih di kantor nih malah ada rapat segala, nanti aku susul langsung habis selesai rapatnya” cerita orang ngentot, kumpulan cerita ngentot, ngentot cerita, cerita hot ngentot, cerita nyata ngentot 2017

“yess tak masalah aku menuju rumahmu sekarang aja ya , lha kira kira kamu selesaianya jam berapa nih??

“belum tau men mungkin sore, ya kamu nunggu aja lah dirumahku”

Cerita Sex Mesum Terbaru – Perlu di ketahui Rica adalah pacarku yang mana dia sekarang baru naik naiknya pangkatnya di kantor maka dari itu dia akhri akhir ini sering melakukan rapat kantor, kalau aku juga bekerja di kantoran namun untuk posisi mah lumayan juga, aku bekerja di salah satu periklanan diamana aku juga sering di kejar deadline.

Karena di ibukota sudah terkenal macetnya aku kalau pergi kekantor sering menggunakan motor , rica pun tak masalah aku pakai motor malah dia suka karena sering aku menghantarkan dia lewat jalan jalan tikus, tapi kadang pula rica sudah mendapat jaminan antar jemput dari kantor.

Jadi, aku bisa tenang saja pergi ke rumahnya tanpa perlu menjemputnya terlebih dulu. Sesampai di rumahnya, pagar rumah masih tertutup walau tidak terkunci. Aku mengetok pagar, dan keluarlah Vina, kakak Rica, untuk membuka pintu.

“Loh, enggak kerja?” tanyaku.

“Nggak, aku izin dari kantor mau ngurus paspor,” jawabnya sambil membuka pintu pagarnya yang berbentuk rolling door lebar-lebar agar motorku masuk ke dalam.

“Nyokap ke mana?” tanyaku lagi.

“Oh, dia lagi ke rumah temannya tuh, ngurusin arisan,” kata Vina,

“Kamu mau duduk di mana Dodi? Di dalam nonton TV juga boleh, atau kalau mau di teras ya enggak apa juga. Bentar yah, saya ambilin minum.”

Setelah motor parkir di dalam pekarangan rumah, kututup pagar rumahnya.

Aku memang akrab dengan kakak Rica ini, umurnya hanya selisih dua tahun dari umurku. Yah, aku menunggu di teras sajalah, canggung juga rasanya duduk nonton TV bersama Vina, apalagi dia sedang pakai celana pendek dan kaos oblong.

Setelah beberapa lama menunggu Rica di teras rumah, aku celingukan juga tak tahu mau bikin apa.

Iseng, aku melongok ke ruang tamu, hendak melihat acara televisi. Wah, ternyata mataku malah terpana pada paha yang putih mulus dengan kaki menjulur ke depan. Kaki Vina ternyata sangat mulus, kulitnya putih menguning. Vina memang sedang menonton TV di lantai dengan kaki berjelonjor ke depan. Kadang dia duduk bersila.

Baju kaosnya yang tipis khas kaos rumah menampakkan tali-tali BH yang bisa kutebak berwarna putih. Aku hanya berani sekali-kali mengintip dari pintu yang membatasi teras depan dengan ruang tamu, setelah itu barulah ruang nonton TV. Kalau aku melongokkan kepalaku semua, yah langsung terlihatlah wajahku.

Tapi rasanya ada keinginan untuk melihat dari dekat paha itu, biar hanya sepintas. Aku berdiri.

“Vin, ada koran enggak yah,” kataku sambil berdiri memasuki ruang tamu.

“Lihat aja di bawah meja,” katanya sambil lalu. Saat mencari-cari koran itulah kugunakan waktu untuk melihat paha dan postur tubuhnya dari dekat.

Ahhh, putih mulus semua. Buah dada yang pas dengan tubuhnya. Tingginya sekitar 160 cm dengan tubuh langsing terawat, dan buah dadanya kukuh melekat di tubuh dengan pasnya.

“Aku ingin dada itu,” kataku membatin. Aku membayangkan Vina dalam keadaan telanjang.

Ah, ‘adikku’ bergerak melawan arah graricasi. “Heh! Kok kamu ngeliatin saya kayak gitu?! Saya bilangin Rica lho!,” Vina menghardik dan aku hanya terbengong-bengong mendengar hardikannya.

Aku tak sanggup berucap walau hanya untuk membantah. Bibirku membeku, malu, takut Vina akan mengatakan ini semua ke Rica.

“Apa kamu melotot begitu, mau ngancem?! Hah!”

“Astaga, Vina, kamu.. kamu salah sangka,” kataku tergagap. Jawabanku yang penuh kegamangan itu malah membuat Vina makin naik pitam.

“Saya bilangin kamu ke Rica, pasti saya bilangin!” katanya setengah berteriak.

Tiba-tiba saja Vina berubah menjadi sangar. Kekalemannya seperti hilang dan barangkali dia merasa harga dirinya dilecehkan. Perasaan yang wajar kupikir-pikir. “Vina, maaf, maaf. Benar-benar enggak sengaja saya. saya enggak bermaksud apa-apa,” aku sedikit memohon.

“Vin, tolong dong, jangan bilang Rica, kan cuma ngeliatin doang, itu juga enggak sengaja. Pas saya lagi mau ngambil koran di bawah meja, baru saya liat elu,” kataku mengiba sambil mendekatinya.

Vina malah tambah marah bercampur panik saat aku mendekatinya.

“Kamu ngapain nyamperin saya?! Mau ngancem? Keluar kamu!,” katanya garang. Situasi yang mencekam ini rupanya membuatku secara tidak sengaja mendekatinya ke ruang tamu, dan itu malah membuatnya panik.

“Duh,Vin, maaf banget nih. Saya enggak ada maksud apa-apa, beneran,” kataku.

Namun, situasi telah berubah, Vina malah menganggapku sedang mengancamnya. Ia mendorong dadaku dengan keras. Aku kehilangan keseimbangan, aku tak ingin terjatuh ke belakang, kuraih tangannya yang masih tergapai saat mendorongku. Raihan tangan kananku rupanya mencengkeram erat di pergelangan tangan kirinya.

Tubuhnya terbawa ke arahku tapi tak sampai terjatuh, aku pun berhasil menjaga keseimbangan. Namun, keadaan makin runyam.

“Eh! kamu kok malah tangkep tangan saya! Mau ngapain kamu? Lepasin enggak!!,” kata Vina.

Entah mengapa, tangan kananku tidak melepaskan tangan kirinya. Mungkin aku belum sempat menyadari situasinya.

Merasa terancam, Vina malah sekuat tenaga melayangkan tangan kanannya ke arah mukaku, hendak menampar. Aku lebih cekatan.

Kutangkap tangan kanan itu, kedua tangannya sudah kupegang tanpa sengaja. Kudorong dia dengan tubuhku ke arah sofa di belakangnya, maksudku hanya berusaha untuk menenangkan dia agar tak mengasariku lagi.

Tak sengaja, aku justru menindih tubuh halus itu. Vina terduduk di sofa, sementara aku terjerembab di atasnya. Untung saja lututku masih mampu menahan pinggulku, namun tanganku tak bisa menahan bagian atas tubuhku karena masih mencengkeram dan menekan kedua tangannya ke sofa. Jadilah aku menindihnya dengan mukaku menempel di pipinya.

Tercium aroma wangi dari wajahnya, dan tak tertahankan, sepersekian detik bibirku mengecup pipinya dengan lembut. Tak ayal, sepersekian detik itu pula Vina meronta-ronta. Vina berteriak,

“Lepasin! Lepasin!” dengan paraunya.

Waduh, runyam banget kalau terdengar tetangga. Yang aku lakukan hanya refleks menutup mulutnya dengan tangan kananku.

Vina berusaha memekik, namun tak bisa. Yang terdengar hanya, “Hmm!” saja. Namun, tangannya sebelah kiri yang terbebas dari cengkeramanku justru bergerak liar, ingin menggapai wajahku.

Hah! Tak terpikir, posisiku ini benar-benar seperti berniat memperkosa Vina. Dan, Vina sepertinya pantas untuk diperkosa.

Separuh tubuhnya telah kutindih. Dia terduduk di sofa, aku di atasnya dengan posisi mendudukinya namun berhadapan. Kakinya hanya bisa meronta namun tak akan bisa mengusir tubuhku dari pinggangnya yang telah kududuki.

Tangan kanannya masih dalam kondisi tercengkeram dan ditekan ke sofa, tangan kirinya hanya mampu menggapai-gapai wajahku tanpa bisa mengenainya, mulutnya tersekap.

Tubuh yang putih itu dengan lehernya yang jenjang dan sedikit muncul urat-urat karena usaha Vina untuk memekik, benar-benar membuatku dilanda nafsu tak kepalang. Aku berpikir bagaimana memperkosanya tanpa harus melakukan berbagai kekerasan seperti memukul atau merobek-robek bajunya. Dasar otak keparat, diserang nafsu, dua tiga detik kemudian aku mendapatkan caranya.

Tanpa diduga oleh Vina, secepat kilat kulepas cengkeraman tanganku dari tangan dan mulutnya, namun belum sempat Vina bereaksi, kedua tanganku sudah mencengkeram erat lingkaran celana pendeknya dari sisi kiri dan kanan, tubuhku meloncat mundur ke belakang.

Kaki Vina yang meronta-ronta terus ternyata mempermudah usahaku, kutarik sekeras-kerasnya dan secepat-cepatnya celana pendek itu beserta celana dalam pinknya.

Karena kakinya meronta terus, tak sengaja dia telah mengangkat pantatnya saat aku meloncat mundur. Celana pendek dan celana dalam pink itu pun lolos dengan mudahnya sampai melewat dengkul Vina. Astaga! Berhasil! Vina jadi setengah bugil. Satu dua detik Vina pun sempat terkejut dan terdiam melihat situasi ini.

Ku gunakan kelengahan itu untuk meloloskan sekalian celana pendek dan celana dalamnya dari kakinya, dan kulempar jauh-jauh. Vina sadar, dia hendak memekik dan meronta lagi, namun aku telah siap. Kali ini kubekap lagi mulutnya, dan kususupkan tubuhku di antara kakinya.

Posisi kaki Vina jadi menjepit tubuhku, karena dia sudah tak bercelana, aku bisa melihat memeknya dengan kelentit yang cukup jelas.

Jembutnya hanya menutupi bagian atas memek. Vina ternyata rajin merawat alat genitalnya. Pekikan Vina berhasil kutahan. Sambil kutekan kepalanya di sandaran sofa, aku berbisik,

“Vina, kamu sudah kayak gini, kalau kamu teriak-teriak dan orang-orang dateng, percaya enggak orang-orang kalau kamu lagi saya perkosa?” Vina tiba-tiba melemas.

Dia menyadari keadaan yang saat ini berbalik tak menguntungkan buatnya. Kemudian dia hanya menangis terisak. Kubuka bekapanku di mulutnya, Vina cuma berujar sambil mengisak, “Dodi, please.. Jangan diapa-apain saya.

Ampun, Di. saya enggak akan bilang Rica. Beneran.” Namun, keadaan sudah kepalang basah, syahwatku pun sudah di ujung tanduk rasanya.

Aku menjawabnya dengan berusaha mencium bibirnya, namun dia memalingkan mukanya. Tangan kananku langsung saja menelusup ke selangkangannya. Vina tak bisa mengelak. Ketika tanganku menyentuh halus permukaan memeknya, saat itulah titik balik segalanya.

Vina seperti terhipnotis, tak lagi bergerak, hanya menegang kaku, kemudian mendesis halus tertahan. Dia pun pasti tak sengaja mendesah. Seperti mendapat angin, aku permainkan jari tengah dan telunjukku di memeknya.

Aku permainkan kelentitnya dengan ujung-ujung jari tengahku. Vina berusaha berontak, namun setiap jariku bergerak dia mendesah. Desahannya makin sulit ditutupi saat jari tengahku masuk untuk pertama kali ke dalam memeknya.

Kukocokkan perlahan memeknya dengan jari tengahku, sambil kucoba untuk mencumbu lehernya. “Jangan Dod,” pintanya, namun dia tetap mendesah, lalu memejamkan mata, dan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, membuatku leluasa mencumbui lehernya.

Sekarang dia tak meronta lagi, tangannya hanya terkulai lemas. Sambil kukocok memeknya dan mencumbui lehernya, aku membuka resleting celanaku.

“Adik”-ku ini memang sudah menegang sempurna sedari tadi, namun tak sempat kuperlakukan dengan selayaknya. Karena tubuhku telah berada di antara kakinya, mudah bagiku untuk mengarahkan kontolku ke memeknya.

Vina sebetulnya masih dalam pergulatan batin. Dia tak bisa mengelak terjangan-terjangan nafsunya saat memeknya dipermainkan, namun ia juga tak ingin kehilangan harga diri. Jadilah dia sedikit meronta, menangis, namun juga mendesah-desah tak karuan.

Aku bisa membaca situasi ini karena dia tetap berusaha memberontak, namun memeknya malah makin basah. Ini tanda dia tak mampu mengalahkan rangsangan.

Kontolku mengarah ke memeknya yang telah becek, saat kepala kontol bersentuhan dengan memek, Vina masih sempat berusaha berkelit. Namun, itu semua sia-sia karena tanganku langsung memegangi pinggulnya. Dan, kepala kontolku pun masuk perlahan. Memek Vina seperti berkontraksi. Vina tersadar, “Jangan..” teriaknya atau terdengar seperti rintihan.

Rasa hangat langsung menyusupi kepala kontolku. Kutekan sedikit lebih keras, Vina sedikit menjerit, setengah kontolku telah masuk. Dan satu sentakan berikutnya, seluruh kontolku telah ada di dalam memeknya. Vina hanya memejamkan mata dan menengadahkan muka saja. Ia sedang mengalami kenikmatan tiada tara sekaligus perlawanan batin tak berujung.

Ku goyangkan perlahan pinggulku, kontolku keluar masuk dengan lancarnya. Terasa memek Vina mengencang beberapa saat lalu mengendur lagi. Tanganku mulai bergerilya ke arah buah dadanya. Vina masih mengenakan kaos rumah.

Tak apa, toh tanganku bisa menyusup ke dalam kaosnya dan menyelinap di balik BH dan mendapati onggokan daging yang begitu kenyal dengan kulit yang terasa begitu halus.

Payudara Vina begitu pas di tanganku, tidak terlalu besar tapi tidak juga bisa dibilang kecil. Kuremas perlahan, seirama dengan genjotan kontolku di memeknya. Vina hanya menoleh ke kanan dan ke kiri, tak mampu melakukan perlawanan. Pinggulnya ternyata mulai mengikuti goyangan pinggulku.

Aku buka kaos Vina, kemudian BH-nya, Vina menurut. Pemandangan setelah itu begitu indah. Kulit Vina putih menguning langsat dengan payudara yang kencang dan lingkaran di sekitar pentilnya berwarna merah jambu Pentil itu sendiri berwarna merah kecokelatan. Tak menunggu lama, kubuka kemejaku.

Aktiricas ini kulakukan sambil tetap menggoyang lembut pinggulku, membiarkan kontolku merasai seluruh relung memek Vina. Sambil aku bergoyang, aku mengulum pentil di payudaranya dengan lembut.

Kumainkan pentil payudara sebelah kanannya dengan lidahku, namun seluruh permukaan bibirku membentuk huruf O dan melekat di payudaranya. Ini semua membuat Vina mendesah lepas, tak tertahan lagi. Aku mulai mengencangkan goyanganku.

Vina mulai makin sering menegang, dan mengeluarkan rintihan, “Ah.. ah..” Dalam goyangan yang begitu cepat dan intens, tiba-tiba kedua tangan Vina yang sedang mencengkeram jok kursi malah menjambak kepalaku.

”Aaahh,” lenguhan panjang dan dalam keluar dari mulut mungil Vina. Ia sampai pada puncaknya. Lalu tangan-tangan yang menjambak rambutku itu pun terkulai lemas di pundakku. Aku makin intens menggoyang pinggulku. Kurasakan kontolku berdenyut makin keras dan sering.

Bibir Vina yang tak bisa menutup karena menahan kenikmatan itu pun kulumat, dan tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Vina membalasnya dengan lumatan juga. Kami saling berpagut mesra sambil bergoyang.

Tangan kananku tetap berada di payudaranya, meremas-remas, dan sesekali mempermainkan putingnya.

Memek Vina kali ini cukup terasa mencengkeram kontolku, sementara denyut di kontolku pun semakin hebat. “Uhh,” aku mengejang. Satu pelukan erat, dan sentakan keras, kontolku menghujam keras ke dalam memeknya, mengiringi muncratnya spermaku ke dalam liang rahimnya.

Tepat saat itu juga Vina memelukku erat sekali, mengejang, dan menjerit, “Aahh”. Kemudian pelukannya melemas. Dia mengalami ejakulasi untuk kedua kalinya, namun kali ini berbarengan dengan ejakulasiku.

Vina terkulai di sofa, dan aku pun tidur telentang di karpet. Aku telah memperkosanya. Vina awalnya tak terima, namun sisi sensitif yang membangkitkan libidonya tak sengaja kudapatkan, yaitu usapan di memeknya.


Ternyata, dia sudah pernah bercinta dengan kekasihnya terdahulu. Dia hanya tak menyangka, aku-pacar adiknya malah menjadi orang kedua yang menyetubuhinya. Grreekk. Suara pagar dibuka. Rica datang! Astaga! aku dan Vina masih bugil di ruang tamu, dengan baju dan celana yang terlempar berserakan.


Tuesday, 27 June 2017

Cerita Sex - Antara Takut dan Ingin..



Sungguh malang nasibku dimana aku yang masih muda sudah ditinggal suamiku yang meninggal karena kecelakaan, sekarang jadilah janda muda disini aku hanya tinggal sendiri rumah yang di kasih oleh suamiku akan aku kenang , bukti kalau dia tulus cinta terhadapku dia mengatas namakan rumah ini dengan namaku.

Di komplek ya rumahku terletak di komplek yang mana orang orangnya cuek mikir diri sendiri, di ibukota sudah tak kaget lagi dengan kehidupan seperti ini individualisme , jarak antara rumah dengan rumah yang satunya memang terpaut jauh jauh karena biasanya setiap rumah memiliki tanah kosong di sampingnya.

Di sini setiap hari aku sendirian sempat berpikir untuk mencari pembantu yang membatuku mengatasi rumah, tapi aku tak rela kalau barang barang pemberian suamiku di pegang pegang maka dari itu aku tak ingin memperkejakan orang di rumahku dan aku juga ada kesibukan di rumah biar gak terlarut larut dalam kesedihan.

Suatu hari aku pulang agak larut karena baru pulang dari acara ulang tahun temanku. Setelah mengunci pintu depan aku mencari-cari kontak lampu karena suasana rumahku masih gelap. Aku berangkat dari tadi siang untuk bantu-bantu di acara ulang tahun tersebut. Begitu lampu menyala, aku langsung menuju kamarku untuk mengganti baju yang kotor.

Aku melepaskan seluruh pakaianku lalu menyimpan baju kotorku di keranjang yang memang kusediakan di kamar untuk pakaian kotor. Sungguh aku sekarang telanjang bulat. Aku merasa sendiri di rumahku sehingga aku merasa bebas walaupun ke ruang tengah atau ke dapur dalam keadaan telanjang.

Aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badanku. Selesai mandi rasanya badanku terasa segar. Kemudian duduk santai menonton TV di ruang tengah sambil minum susu hangat. Aku hanya melilitkan handuk pada badanku, sambil mengeringkan rambutku dengan kipas angin aku buka channel TV sana-sini. Acaranya tidak ada yang menarik hatiku.

Iseng-iseng aku menonton film BF koleksi suamiku. Aku pernah protes padanya karena dia menonton film begituan. Dia hanya tersenyum dan mengatakan bahwa dia mencari style bercinta untukku. Di film itu pria bule sedang mencumbu seorang wanita asia yang kelihatannya begitu menikmati cumbuan dari pri bule. Aku sedikit terangsang melihat adegan itu, seandainya suamiku masih ada.

Aku melepaskan handuk yang melilit badanku, lalu mengelus-elus payudaraku sendiri dengan lembut. Payudaraku memang tidak begitu besar, tapi suamiku selalu memujiku dengan sebutan montok. Untuk urusan mengurus badan, aku memang agak telaten. Karena bagiku kecantikan wanita dan kemulusan badan itu adalah harga mati. Aku tidak menyadari sama sekali kalau ada sepasang mata yang memperhatikan kegiatanku

Kuelus-elus buah dadaku dengan lembut hingga terus terang menimbulkan rangsangan tersendiri bagiku. Libidoku tiba-tiba datang dan hasratku jadi memuncak, rasanya aku ingin berlama-lama, matakupun tak terasa mulai sayu merem melek merasakan rangsangan.

Kali ini bukan lagi belaian yang kulakukan, tapi aku sudah mulai melakukan remasan ke buah dadaku. Kupilin-pilin puting susuku dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjukku. Nikmat sekali rasanya. Tanganku perlahan-lahan turun mengelus-elus selangkanganku.

Saat jari-jariku mengenai bibir-bibir memekku, aku pun merasakan darah yang mengalir di tubuhku seakan mengalir lebih cepat daripada biasanya.

Aku terangsang sekali, liang memekku sudah dibanjiri oleh lendir yang keluar membasahi bibir memekku. Lalu jari-jariku kuarahkan ke klitorisku. Kutempelkan dan kugesek-gesek klitorisku dengan jariku sendiri hingga aku pun tak kuasa membendung gejolak dan hasratku yang semakin menggebu.

Badanku melengkung merasakan kenikmatan, kukangkangkan pahaku semakin lebar. Jari tengah dan telunjuk tangan kiriku kupakai untuk menyibak bibir memekku sambil menggesek-geseknya. Sementara jari tengah dan telunjuk tangan kananku aktif menggosok-gosok klitorisku.

Kualihkan jari tangan kananku ke arah lipatan memekku. Ujung jariku mengarah ke pintu masuk liang kenikmatanku, kusorongkan sedikit masuk ke dalam. Liang memekku sudah benar-benar basah oleh lendir yang licin hingga dengan mudahnya menyeruak masuk ke dalam liang memekku.

Kini jari tangan kiriku sudah tidak perlu lagi menyingkap bibir kemaluanku lagi hingga kualihkan tugasnya untuk menggesek-gesek klitorisku.

Kukocokkan jari tangan kananku keluar masuk liang memekku. Jari-jariku menyentuh dan menggesek-gesek dinding memekku bagian dalam, ujung-ujung jariku menyentuh G-spot, punggung dan kepalaku jadi tersandar kuat pada sofa di ruang tengah, seakan-akan tubuhku melayang-layang dengan kenikmatan tiada tara.

Aku sudah benar-banar mencapai puncaknya untuk menuju klimaks saat ada sesuatu yang rasanya akan meledak keluar dari dalam rahimku, ini pertanda aku akan segera mencapai orgasme. Gesekan jari tangan kiri di klitorisku makin kupercepat lagi, demikian pula kocokan jari tangan kanan dalam memekku pun makin kupercepat pula.

Untuk menyongsong orgasmeku yang segera tiba, kurasakan kedutan bibir memekku yang tiba-tiba mengencang menjepit jari-jariku yang masih berada di dalam liang senggamaku.

Bersamaan dengan itu aku merasakan sesekali ada semburan dari dalam yang keluar membasahi dinding memekku. Aku serasa sedang kencing namun yang mengalir keluar lebih kental berlendir, itulah cairan maniku yang mengalir deras.

“AHH……..” aku terpekik, lalu tubuhku bergetar hebat. Setelah beberapa detik baru terasa badanku seperti lemas sekali.

Mataku terpejam sambil menikmati rasa indah yang menjalar di sekujur badanku, tiba-tiba terasa ada benda dingin menempel di leherku. Mataku sedikit terbuka, lalu…..

“ Diam atau lehermu akan terluka.” Suara seorang laki-laki terdengar mengejutkanku. Jantungku rasanya hampir berhenti menyadari ada pria yang menempelkan pisau ke leherku, dan aku dalam keadaan telanjang.

Aku terdiam tak berdaya ketika dia berusaha mengikat tanganku. Aku takut kalau dia merasa terancam, maka dia akan membunuhku. Matanya jelalatan melihat tubuhku yang tidak tertutup sehelai kain. Terbersit penyesalan dalam hatiku, kenapa aku sangat gegabah. Bagaimana dia masuk ke dalam rumah ini, dan apa yang akan mereka lakukan. Segala macam perasaan dalam diriku saat itu.

“He.. he.. he… cantik, ijinkan aku untuk membantumu menyelesaikan hasrat terpendam dalam dirimu.” Lelaki itu duduk disampingku.

“Nah cantik…. Sekarang Abang akan memuaskanmu.” Laki-laki yang memanggil dirinya Abang kemudian dengan kalemnya dia raih tangan dan pinggangku untuk memelukku. Antara takut dan marah, aku masih berontak dan berusaha melawan. Kutendangkan kakiku ke tubuhnya sekenanya, tetapi.. Ya ampuunn.. Dia sangat tangguh dan kuat bagiku.

Lelaki itu berpostur tinggi pula dan mengimbangi tinggiku, dan usianya yang aku rasa tidak jauh beda dengan usia suamiku disertai dengan otot-otot lengannya yang nampak gempal saat menahan tubuhku yang terus berontak.

Dia lalu menyeretku menuju ke kamar tidurku. Aku setengah dibantingkannya ke ranjang. Dan aku benar-benar terbanting. Dia ikat tanganku ke backdrop ranjang itu. Aku meraung, menangis dan berteriak sejadi-jadinya, tapi hanya terdengar gumaman dari mulutku karena mereka membekap mulutku. hingga akhirnya,

sehingga aku menyadari tidak ada gunanya lagi berontak maupun berteriak. Sesudah itu dia tarik tungkai kakiku mengarah ke dirinya. Dia nampak berusaha menenangkan aku, dengan cara menekan mentalku, seakan meniupi telingaku. Dia berbisik dalam desahnya,

“Ayolah cantik, jangan lagi memberontak. Percuma khan, jarak antar rumah di komplek ini cukup berjauhan. Lagian kalaupun ada yang tahu mereka tidak akan berani menggangu”.

Aku berpikir cepat menyadari kata-katanya itu dan menjadi sangat khawatir. Laki-laki ini seakan-akan sengaja memperhitungkan keadaan. Kemudian dengan tersenyum dia benamkan wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri. Menimbulkan rasa geli sekaligus membangkitkan gairah.

Tangan-tangannya menjamah dan menelusup kemudian mengelusi pinggulku, punggungku, dadaku. Tangannya juga meremas-remas susuku. Dengan jari-jarinya dia memilin puting-puting susuku. Disini dia melakukannya mulai dengan lembut dan demikian penuh perasaan.

Bajingan! Dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya yang demikian itu. Aku terus berontak dalam geliat.. Tetapi aku bagaikan mangsa yang siap diterkam.

Aku sesenggukan melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari mulutku yang tersumpal. Yang ada hanya air mataku yang meleleh deras. Aku memandang ke-langit-langit kamar.

Aku merasa sakit atas ketidak adilan yang sedang kulakoni. Kini lelaki itu menatapku. Aku menghindari tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air mataku,

“Kamu cantik banget….. ” dia berusaha menenangkanku.

Dia juga menciumi tepian bibirku yang tersumpal. Tangannya meraba pahaku dan mulai meraba-raba kulitku yang sangat halus karena tak pernah kulewatkan merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku. Dia merabanya dengan pelan dan mengelusinya semakin lembut.

Betapa aku dilanda perasaan malu yang amat sangat. Hanya suamiku yang melihat auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang lelaki asing yang demikian saja merabaiku dan menyingkap segala kerahasiaanku.

Aku merasakan betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati tangan-tangannya. Pemberontakanku sia-sia. Wajahnya semakin turun mendekat hingga kurasakan nafasnya yang meniupkan angin ke selangkanganku. Lelaki itu mulai menenggelamkan wajahnya ke selangkanganku.

“ Ah…..” Bukan main. Belum pernah ada seorangpun berbuat macam ini padaku. Juga tidak begini suamiku selama ini. Aku tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku.

Lidah itu sangat pelan menyapu dan sangat lembut. Darahku berdesir. Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian samudra yang sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku. Aku mungkin sedang terseret dalam sebuah arus yang sangat tak mampu kulawan. Aku merasakan lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah.

Seribu lidah lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku. Seribu lidah lelaki inilah yang menyeretku ke tepian samudra kemudian menyeret aku untuk tertelan dan tenggelam. Aku tak bisa pungkiri. Aku sedang jatuh dalam lembah nikmat yang sangat dalam.

Aku sedang terseret dan tenggelam dalam samudra nafsu birahiku. Aku sedang tertelan oleh gelombang nikmat syahwatku yang telah enam bulan tidak terlampiaskan semenjak suamiku meninggal.

Dan saat kombinasi lidah yang menjilati selangkanganku dan sesekali dan jari-jari tangannya yang mengelusi paha di wilayah puncak-puncaknya rahasiaku, aku semakin tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku. Isak tangisku terdiam, berganti dengan desahan dari balik kain yang menyumpal mulutku.

Dan saat kombinasi olahan bibir dan lidah dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi remasan pada kemaluanku, desahanku berganti dengan rintihan yang penuh derita nikmat birahi.

Laki-laki itu tiba-tiba mrenggut sumpal mulutku.Dia begitu yakin bahwa aku telah tertelan dalam syahwatku.

“Ayolah, sayang.. mendesahlah.. merintihlah.. Puaskan aku…..”

Aku mendesah dan merintih sangat histeris. Kulepaskan dengan liar derita nikmat yang melandaku. Aku kembali menangis dan mengucurkan air mata. Aku kembali berteriak histeris. Tetapi kini aku menangis, mengucurkan air mata dan berteriak histeris beserta gelinjang syahwatku. Aku meronta menjemput nikmat. Aku menggoyang-goyangkan pinggul dan pantatku dalam irama nafsu birahi yang menerjangku.

Aku tak mampu mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang mengangkat pantatku untuk mendorong dan menjemputi bibirnya karena kegatalan yang amat sangat pada kemaluanku dilanda nafsu birahi. Dan kurasakan betapa kecupan dan gigitan lidah lelaki ini membuatku seakan-akan menggigil dan gemetar lupa diri.

“Masukin… bang.. auh… aku gak tahan…..” aku mendesah tidak karuan. Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih.

Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga bisa kuraih bibirnya. Aku rakus menyedotinya. Aku berpagut dengan pemerkosaku. Aku melumat mulutnya. Aku benar-benar dikejar badai birahiku. Aku benar-benar dilanda gelombang syahwatku.

Aku betul-betul tidak sabar menunggu dia melepas pakaiannya. Aku masih berkelojotan diranjang. Dan kini aku benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan penisnya ke kemaluanku pula. Aku benar-benar berharap karena sudah tidak tahan merasakan badai birahiku yang demikian melanda seluruh organ-organ peka birahi di tubuhku.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang sama sekali diluar dugaanku. Aku sama sekali tak menduga, karena memang aku tak pernah punya dugaan sebelumnya. Kemaluan lelaki ini demikian gedenya.

Rasanya ingin tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di backdrop ranjang ini. Yang akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat kepalaku dan berusaha melihat kemaluan itu. Ampuunn.. Sungguh mengerikan. Rasanya ada pisang ambon gede dan panjang yang sedang dipaksakan untuk menembusi memekku. Aku menjerit tertahan. Tak lagi aku sempat memandangnya.

Lelaki ini sudah langsung menerkam kembali bibirku. Dia kini berusaha menjulurkan lidahnya di rongga mulutku sambil menekankan penisnya untuk menguak bibir memekku. Kini aku dihadapkan kenyataan betapa besar penis di gerbang kemaluanku saat ini. Aku sendiri sudah demikian dilanda birahi dan tanpa malu lagi mencoba merangsekkan lubang kemaluanku.Cairan-cairan kewanitaanku membantu penis itu memasuki kemaluanku.

“Blesek……..Blesek………. Ohh…… Kenapa sangat nikmat begini…….. Oh aku sangat merindukan kenikmatan ini…..” Aku semakin meracau.

Sensasi cengkeraman kemaluanku pada bulatan keras batang besar penis lelaki ini sungguh menyuguhkan fantasy terbesar dalam seluruh hidupku selama ini. Aku rasanya terlempar melayang kelangit tujuh. Aku meliuk-liukkan tubuhku, menggeliat-liat, meracau dan mendesah dan merintih dan mengerang dan.. Aku bergoncang dan bergoyang tak karuan…. Orgasmeku dengan cepat menghampiri dan menyambarku.

Aku kelenger dalam kenikmatan tak terhingga.. Aku masih kelenger saat dia mengangkat salah satu tungkai kakiku untuk kemudian dengan semakin dalam dan cepat menggenjoti hingga akhirnya muntah dan memuntahkan cairan panas dalam rongga kemaluanku.

“Auh………. AHH…… “ aku menjerit merasakan gelombang-gelombang listrik kenikmatan menjalar di sekujur tubuhku.

Kami langsung roboh. Hening sesaat. Aneh, aku tak merasa menyesal, tak merasa khawatir, tak merasa takut. Ada rasa kelapangan dan kelegaan yang sangat longgar. Aku merasakan seakan menerima sesuatu yang sangat aku rindukan selama ini. Apakah aku memang hipersex atau memang karena lelaki ini memang tangguh dan pandai bercinta. Ah aku tidak mau berfikir lagi.. Akupun tertidur kelelahan.


Besok pagi aku terbangun dengan badan sedikit pegal-pegal. Tidak ada tanda-tanda dia masih ada di rumah. Dan kuperiksa tidak ada barang yang hilang. Apakah dia memang datang untuk memperkosaku?…. kadang-kadang aku masih inigin melakukan hal yang sama. Aku merindukan penisnya yang telah membuatku mencapai kenikmatan tertinggi dalam bercinta.


Sunday, 25 June 2017

Cerita Unik - Terjebak di rumah Zahra..



Untuk kali ini aku menuliskan pengalaman cerita ku yang berbau seks , banyak sekali aku mempunyai pengalaman tapi dalam cerita ini aku ambil kisahku yang tak pernah ku lupa dan apabila tulisanku di bawh ini kurang asyik di maklumi saja karena aku juga bukan penulis handal tapi ingin mengutarakan cerita dewasaku ini.

Perkenalkan terlebih dahulu namaku Atika biasa dipanggil Tika, rambut panjang lurus berkulit putih, kisah ini terjhakim semasa aku kuliah dimana aku berusia 22 tahun, saat itu Visa dan Zahra temanku sekampus main dirumah Zahra untuk mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosen syarat untuk menuju ke semesteran.

Cerita Dewasa Terbaru – Di dalam rumah Zahra gak terlalu besar mulai depan ada ruang tamu, kamarnya Zahra dan di lantai 2 ada kamar hakimknya dan kamar pembatu di belakang , hakimknya namanya dammar dia masih kelas SMP sedangkang pembantunya sering di panggil mbok inem.

Sore hari itu ketika kami sedang belajar di kamar Zahra, tiba-tiba ibunya Zahra masuk ke dalam kamar lalu:

“Wah.. Lagi pada belajar yaa..” serunya

“Iya Mah” jawab Zahra

“O iya.. Ra.. Ini ada Om Hakim..”

Lalu aku melihat seorang pria masuk ke dalam kamar.. Orangnya biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa.. Tidak terlalu tinggi.. Berkulit sawo matang dan usianya kira-kira menjelang 40 tahun, tapi masih tampak segar, dan Om Hakim ini langsung menyalami kami semua.. termasuk aku.

“Ra.. Nanti Om Hakim akan nginap disini.. Tapi sekarang Mama mau pergi dulu sama Om Hakim..” seru ibunya Zahra

“Kemana Maa..?”, tanya Zahra,”

“Ah.. Hanya ke rumah Tante Nike aja.. Malam juga pulang” sahut ibunya Zahra.

“Okee.. Maa.. Hati-hati yaa.. Om Hakim.. Jagain Mama yaa” sahut Zahra.

Lalu mereka pergi keluar kamar, dan kami meneruskan belajar lagi. Setelah belajar, diskusi dan becanda.. Tanpa disadari waktu sudah pukul 11 malam.. Lalu Zahra mengusulkan agar kita tidur dulu. Maka kami bertigapun segera ganti baju.. Aku mengenakan baju daster biasa yang aku bawa dari rumah, dimana dasterku model terusan dan hanya sampai sebatas lutut saja.

Setelah ganti daster akupun pergi ke kamar mandi.. Untuk gosok gigi dan buang air kecil.. Lalu aku melepas bra dan CD ku, sudah kebiasaan aku kalau tidur hanya pake daster saja tanpa CD dan bra, kembali kekamar.. Aku melihat Zahra dan Visa sudah berbaring diatas ranjang memakai selimut, dan akupun segera bergabung dengan mereka dan tidur dengan nyenyak.

Pagi harinya aku bangun jam 8 pagi dan aku lihat Zahra dan Visa sudah mengenakan pakaian rapih,

“Eh.. Pada mau kemana?” tanyaku.

“Aku mau anterin Visa pulang..”sahut Zahra.

“Jangan lama-lama dong.. Aku kan sendirian.. Ibu lu kemana ra?” tanyaku lagi.

“O.. Mama tahu tuh thakim pergi..”

“Terus.. Om lu itu.. Om Hakim kemana?”

“Dia nganterin Damar sekolah”

“Wah aku sendirian dong..” sahutku.

“Sudah.. Tenang aja.. Kan ada si mbok” sahut Zahra.

Lalu mereka pergi meninggalkan aku sendiri di kamar, setelah menyisir rambut aku mengambil handuk dan keluar kamar.. Tampak sepi didalam rumah itu, dan akupun menuju ke kamar mandi, ketika aku sedang mandi.. Tiba-tiba terdengar suara.

“Non.. Non tika”

Ah.. Ada apa nih si mbok.. Pikirku, “Kenapa mbok..?” seruku dari dalam kamar mandi.

“Non.. Mbok pergi kepasar dulu yaa..” serunya.

“Iya.. Mbok” sahutku.

Selesai mandi.. Aku menutupi tubuhku yang telanjang itu dengan handuk, tidak terlalu besar handuk itu.. Hanya sebatas leher sampai ke setengah paha, lalu aku keluar kamar mandi.. Dan memang tampak sepi sekali dalam rumah itu, dan akupun yakin.. Tidak ada siapa-apa lagi selain aku didalam rumah itu.

Lalu aku menuju kekamar.. Tanpa menutup pintu.. (suatu kesalahan bagiku, tetapi..) karena jendela aku tutup maka aku pun menyalakan lampu sehingga kamar terang benderang, aku berdiri di depan meja rias sembari menyisir rambutku yang panjang.

Tiba-tiba..”ting”.. Giwangku jatuh ke lantai dan meluncur kebawah ranjang, akupun segera berlutut dilantai dan menjulurkan tanganku kebawah ranjang.. Tapi tidak tersentuh giwangku itu, lalu aku semakin membungkukkan tubuh ku.

Sehingga posisi ku menungging dengan kepala masuk kebawah ranjang.. Aku tidak sadar kalau posisiku itu membelakangi pintu.. Dan yang lebih parah lagi aku tidak sadar kalau diambang pintu ada Om Hakim yang sedang memperhatikan.

Jelas saja Om Hakim itu dapat melihat bentuk kemaluanku dengan jelas dari belakang.. Karena saat itu handukku pun tersibak ke atas.. Aku tidak tahu berapa lama Om Hakim memperhatikan kemaluanku dari belakang karena cukup lama aku mencari-cari giwangku itu.

Tiba-tiba.. Ehmm.. Ehmm.. Terdengar batuk Om Hakim.. Aku terkejut setengah mati, dan buru-buru berlutut lagi..

“Oh.. Om Hakim..” seruku gugup, tampak Om Hakim hanya tersenyum saja..

Akupun segera bangkit berdiri dengan perasaan tidak karuan.. Karena gugupnya.. Tiba-tiba.. Handukku terlepas dan jatuh kelantai.

Kini aku jhakim tambah salah tingkah.. Dan didalam kegugupan itu aku hanya berdiri diam saja menghadap Om Hakim.. Tampak mata Om Hakim berbinar.. Memandangi tubuhku yang telanjang itu dari atas sampai kebawah.

Dalam kepanikan itu.. Aku bukannya mengambil handuk itu, tapi aku malah berjalan menuju kelemari.. Karena aku berniat segera mengambil baju, belum sempat aku membuka lemari.. Tiba-tiba Om Hakim sudah dibelakangku.

Segera ia memegang kedua bahuku.. Dan mendorong aku ke lemari.. Sehingga dadaku menempel kelemari.. Lalu dengan ganasnya Om Hakim mulai menciumi belakang leherku, terdengar nafasnya yang memburu.. Aku meronta kecil.. Dan

“Jangan.. Jangan Om..” seruku, tetapi tampaknya Om Hakim tidak peduli..

Ia terus menciumi leherku dari belakang dan tangannya segera mengelus-elus piinggiran tubuhku, aku mengelinjang kegelian.. Ciuman dan jilatan Om Hakim membuat aku berhenti meronta dan membiarkan ciuman Om Hakim yang makin lama makin kebawah.

Kepunggungku dan akhirnya sampai kebongkah pantatku.. Nggk.. Aahh.. Aku hanya bisa mendesah saja dengan tubuh merinding ketika Om Hakim menyapu bongkah pantatku dengan lidahnya.. Tiba-tiba Om Hakim merenggangkan kedua pahaku dan terasa lidahnya segera menjilati bibir memekku dari belakang..

Wowww.. Oohh.. Nikmat.. Sekali.. Sehingga tanpa sadar aku menungging-in sedikit pantatku kebelakang sampai kakiku berjinjit.. Aahh.. Nggkk.. Auuhh.. Rintihku dengan mata terpejam.. Dan kedua tanganku hanya bisa menahan tubuhku ke lemari.

“Aah.. Jangan.. Om.. Aakkhh” desisku ketika Om Hakim membuka belahan pantatku dan segera lidahnya menjilat habis lobang pantatku..


Aku benar-benar merasakan nikmat atas permainan lidah Om Hakim.. Sehingga tanpa sadar aku mengoyang-goyangkan pinggulku. Om Hakim tampak mengetahui betul kalau aku sudah terangsang hebat, dan dia tidak sungkan-sungkan menjilati cairan yang keluar dari liang kemaluanku, akupun semakin lupa diri.

Tidak peduli siapa itu Om Hakim, bahkan aku mengulurkan kedua tanganku kebelakang dan membuka belahan pantatku.. dalam hatiku “Jilat.. Jilat omm.. Jilatin seluruhnya”, dan tampaknya Om Hakim mengetahui keinginanku.. Iapun segera menyapu lobang pantatku lagi sampai ke memekku dengan lidahnya..

Aku hanya bisa mengigit bibirku dengan mata terpejam menikmati permainan lidah Om Hakim, terkadang aku harus berjinjit tinggi agar Om Hakim leluasa menjilati memekku, emang kedua kakiku mulai terasa pegal dan lemas, tetapi aku tidak mau permainan ini berakhir, beberapa kali aku sempat menjerit kecil ketika lidah Om Hakim mencolok-colok liang memekku.. Oohh.. Aahhkk.. Mhmm..

Lalu Om Hakim bangkit berdiri dan dengan masih menciumi serta menjilati punggungku.. Kedua tangannya segera meremas-remas buah dadaku dari belakang, beberapa kali tubuhku tersentak nikmat ketika kedua puting payudarku dipijit-pijit oleh jari-jari Om Hakim.. Oohh.. Nikmat sekali.

Tiba-tiba Om Hakim memegang tangan kananku.. Dan dibimbingnya tangan kananku sehingga menyentuh celana Om Hakim.. Terasa ada benda keras dibalik celana Om Hakim itu.. Aku pun secara refleks segera merema-remas benda itu.. Dan mengurut-urutnya dari atas kebawah.. Lalu Om Hakim membalikkan tubuhku, sehingga aku kini berdiri berhadapan dengan dia.

Aku tidak mau melihat wajah Om Hakim, jhakim sengaja aku menoleh kesamping dengan mata setengah terpejam, dan aku meringis menahan nikmat ketika Om Hakim mulai menjilati kedua buah dadaku.. Dan secara bergantian mengisap-isap kedua puting buah dadaku.

Aku sudah benar-benar terangsang hebat.. Apalagi ketika jari telunjuk tangan kanan Om Hakim menyodok-nyodok ke dalam liang memekku.. Aku semakin merenggangkan kedua pahaku.. Oohh.. Nggkk.. Desahku.. Lalu Om Hakim menghentikan permainannya tampak dia membuka celana panjangnya dan melepasnya.

Kemudian celana kolor nyapun dilepas maka tampaklah batang kemaluan Om Hakim yang besar, hitam, keras dan panjang itu.. Kemudian Om Hakim duduk ditepian ranjang.. Aku tahu maksud Om Hakim.. Dan tanpa disuruh akupun segera berlutut diantara kedua kaki Om Hakim..

Tampak batang kemaluan Om Hakim yang berdiri tegak dan keras sehingga tampak urat-uratnya menonjol. Segera aku mencekal batang kemaluan Om Hakim dan dengan ganas aku ciumin batang kemaluan Om Hakim itu.. Terdengar Om Hakim sedikit mengerang sembari merebahkan tubuhnya ke atas ranjang.. Akupun segera beraksi.

Kujilati batang kemaluan Om Hakim itu dari pangkal sampai kekepala.. Lalu kuisap, kukulum dalam mulut sementara tangan kiriku mengelus-elus biji pelirnya terasa beberapa kali tubuh Om Hakim tersentak karena nikmat.. Lalu kujilati biji pelir Om Hakim.. Terdengar.. Aaahhkk.. Om Hakim mengerang kenikmatan, mendengar itu aku tambah gairah.. Terus ku jilati biji pelir Om Hakim itu.

Sementara tangan kananku mengurut-urut batang kemaluannya.. Semakin lama aku semakin lost kontrol.. Dengan kedua tanganku ku angkat kedua paha Om Hakim sehingga kedua lutut Om Hakim hampir menyentuh dadanya.. Dengan posisi demikian aku leluasa menjilati batang kemaluan Om Hakim.. Dari ujung kepala sampai ke sekitar biji pelirnya.

Lalu aku menjilat semakin kebawah.. Kebawah.. Dan akhirnya ujung lidahku menyentuh dubur Om Hakim yang berbulu itu.. Segera lidah ku menari-nari diatas dubur Om Hakim.. Terasa sekali tubuh Om Hakim beberapa kali bergetar.. Aakkh.. Oougghh.. Erangnya.. Mendengar itu aku tambah bernapsu.. Kucolok-colok lobang pantat Om Hakim dengan ujung lidahku.. Semakin dalam ku julurkan lidahku ke dalam lobang pantat Om Hakim.

Semakin bergetar tubuh Om Hakim terasa beberapa kali batang kemaluan Om Hakim yang ku kocok berdenyut-denyut rupanya Om Hakim sudah tidak tahan.. Lalu ia memegang tanganku dan membimbing ku naik ke atas ranjang.

Aku disuruh menungging diatas ranjang.. Rupanya Om Hakim menginginkan dogystyle.. Ah itu yang aku sukai.. Tetapi bagaimana kalau Om Hakim menginginkan anal sex.. Ah.. Aku tidak membayangkan batang kemaluan Om Hakim yang besar dan panjang itu masuk ke dalam duburku.. Oohh mudah-mudahan jangan.. harapku.

Sebelum mencobloskan batang kemaluannya.. Om Hakim sekali lagi memperhatikan bentuk kemaluanku dari belakang, aku pun menanti penuh harap.. Dan akhirnya terasa batang kemaluan Om Hakim menempel dibibir memekku dan masuk perlahan-lahan ke dalam liang kemaluan ku.. terasa seret.. tapi.. nikmat.

Oohh.. Nggk.. Ahh.. Desisku ketika seluruh batang kemaluan Om Hakim amblas.. Lalu ia mulai melakukan gerakan erotisnya.. Ahh.. Nikmat sekali.. Dan aku benar-benar mencapai klimaks dalam posisi demikian.. Rupanya Om Hakim belum klimaks juga.. Lalu ia menyuruh aku berbaring miring.. Sementara dia berada dibelakang punggungku..

Aku segera menekuk kedua lututku.. Dan membiarkan Om Hakim mencobloskan batang kemaluannya ke dalam memekku.. Ooucch.. Aahh.. Nikmat sekali.. Dalam posisi demikian tangan kanan Om Hakim leluasa meremas-remas buah dadaku dari belakang.. Hentakan Om Hakim makin lama makin keras dan cepat.. Aku tahu kalau Om Hakim hampir klimaks.

Tetapi aku enggak mau dia mengeluarkan air maninya dalam memekku.. Lalu aku memegang pinggul Om Hakim.. Dan otomatis Om Hakim menghentikan gerakannya.. Lalu aku mencopot batang kemaluan Om Hakim dari memekku.. Dan dengan gesit akupun berlutut disamping Om Hakim..

Tampak Om Hakim tersenyum.. Tapi aku tidak peduli.. Aku segera menjilati batang kemaluan Om Hakim yang berlendir itu.. Lalu kuisap-isap batang yang keras dan berurat itu.. Ooh.. Nggkk.. Aakk.. Om Hakim mengerang keenakan.

Dan aku semakin mempercepat gerakan kepala ku naik turun, beberapa kali Om Hakim mengerang sembari mengeliat, ternyata Om Hakim ini kuat juga pikirku.. Lalu aku membasahi telunjuk tangan kiriku dengan ludahku, setelah itu kucucukan telunjuk jari ku itu ke dalam dubur Om Hakim.

Tampak tubuh Om Hakim sedikit tersentak ketika aku menekan jariku lebih dalam lagi kelobang pantat Om Hakim.. Rupanya Om Hakim merasakan nikmat luar biasa dengan isapanku pada batang kemaluannya dan sodokan jari ku di anusnya.

Hingga.. Aaahh.. Aaakkhh.. Om Hakim mengerang hebat bersamaan dengan menyemburnya air mani Om Hakim dalam mulutku.

Crott.. Croot.. Banyak sekali.. Akupun rada gelagapan.. Sehingga sebagian air mani Om Hakim aku telan.. Sengaja aku mencabut jariku dari lobang pantat Om Hakim secara perlahan-lahan dan hal ini membuat semburan air mani Om Hakim tidak dapat ditahan, lalu aku melepas batang kemaluan Om Hakim dari dalam mulutku.. Tampak sedikit sisa-sisa air mani Om Hakim keluar.. Dan aku segera menyapu dengan lidahku cairan kental itu..

“Hebat.. Hebat.. Sekali kau Dik Tia..” puji Om Hakim, aku hanya tersenym saja.

Lalu Om Hakim bangkit dan kembali mengenakan celananya..

“Kamu tidak menceritakan kejhakiman ini sama siapa-apa kan?” tanya Om Hakim yang memandangiku yang masih duduk berlutut diatas ranjang, lalu Om Hakim menjulurkan tangannya dan menyeka sudut bibirku dari sisa airmaninya, aku hanya tersenyum saja.. Dalam hati.. Gila.. Mana mungkin aku cerita ke siapa-siapa.. Bertemu dengan dia lagi juga aku ogah.. pikirku.


Dan begitulah ceritanya.. Setelah kejhakiman itu aku tidak mau berkunjung ke rumah kawanku itu.. Walau sampai sekarang aku masih berteman baik dengan Zahra, memang beberapa kali Om Hakim menelphonku.. Tetapi aku menghindar.. Bagiku itu hanya sebuah pengalaman saja.. Dan akupun tidak mau mengulang pada orang yang sama.. Kecuali pada tunanganku..selesai.

Friday, 23 June 2017

Cerita Sex - Memek Vina Terlezat..



Sewaktu aku berusia 25 tahun disaat itu aku gak ada pekerjaan , dimana aku disuruh untuk membantu saudara dalam hal bisnisnya bergelut di dunia pasar selama kurang lebih 4 bulanan aku ikut dengan dia hingga suatu saat aku kenal dengan salah satu pelanggan yang sering datang , namanya yaitu Bu Nuria aku di minta bantuannya untuk sekalian mengantar di rumahnya, gak jauh sih dari pasar.

Aku menurunkan pesanannya dan saat menutup pintu mobil aku disuruh untuk duduk dulu dibuatkan minum yang dingin “Vin tolong bawakan minum ke depan mas ade disana”,

Mendengar bu Nuria menyuruh orang aku gak tau kalau yang datang adalah wanita dia adalah anak dari bu nuria namanya Vina aku tebak umurnya mungkin baru 20 an tahun , wajahnya juga mirip sama bu Nuria tapi kulitny lebih putih Vina.

“Mas, minum dulu…” begitu dia menyapaku.

“I.. Iya.. Makasih..” balasku.

Masih sambil senyum dia balik kanan untuk masuk kembali ke dalam rumahnya. Aku masih tertegun sambil memandangnya. Seperti ingin tembus pandang saja niatku, ‘Pantatnya aduhai, jalannya serasi, lumayan deh..’ batinku.

Tak seberapa lama Bu Nuria keluar. Dia sudah ganti baju, mungkin yang biasa dia pakai kesehariannya..

“Dik Ade, itu tadi anak saya si Vina..” kata Bu Nuria.

“Dia tuh lagi ngurus surat-surat katanya mau ke Malaysia jadi TKW.” lanjutnya. Aku manggut-manggut..

“O gitu yah.. Ngapain sih kok mau jauh-jauh ke Malaysia, kan jauh.. Nanti kalau ada apa-apa gimana..” aku menimpalinya.

Begitu seterusnya aku ngobrol sebentar lalu pamit undur diri. Belum sampai aku menstater mobil pickupku, Bu Nuria sambil berlari kecil ke arahku..

“Eh dik Ade, tunggu dulu katanya Vina mau ikut sampai terminal bis. Dia mau ambil surat-surat dirumah kakaknya. Tungguin sebentar ya..”

Aku tidak jadi menstater dan sambil membuka pintu mobil aku tersenyum karena inilah saatnya aku bisa puas mengenal si Vina. Begitulah akhirnya aku dan Vina berkenalan pertama kali. Aku antar dia mengambil surat-surat TKW-nya. Di dalam perjalanan kami ngobrol dan sambil bersendau gurau.

Di situ aku mulai berani ngomong yang sedikit nakal, karena sepertinya Vina tak terlalu kaku dan lugu layaknya gadis-gadis didesa. Pantas saja dia berani merantau keluar negeri, pikirku.

Sesampai dirumah kakaknya, ternyata tuan rumah sedang pergi membantu tetangga yang sedang hajatan. Hanya ada anaknya yang masih kecil kira-kira 7 tahunan dirumah. Vina menyuruhnya memanggilkan ibunya.

“Eh Ugi, Ibu sudah lama belum perginya? susulin sana, bilang ada Lik Vina gitu yah..”

Ugi pergi menyusul ibunya yang tak lain adalah kakaknya Vina. Selagi Ugi sedang menyusul ibunya, aku duduk-duduk di dipan tapi di dalam rumah. Vina masuk ke ruangan dalam mungkin ambil air atau apa, aku diruangan depan. Kemudian Vina keluar dengan segelas air putih ditangannya.

“Mas minum lagi yah.. Kan capek nyetir mobil..” katanya.

Diberikannya air putih itu, tapi mata Vina yang indah itu sambil memandangku genit. Aku terima saja gelasnya dan meminumnya. Vina masih saja memandangku tak berkedip. Akupun akhirnya nekat memandang dia juga, dan tak terasa tanganku meraih tangan Vina, dingin dan sedikit berkeringat.

Tak disangka, malah tangan Vina meremas jariku. Aku tak ambil pusing lagi tangan satunya kuraih, kugenggam. Vina menatapku.

“Mas.. Kok kita pegang-pegangan sih..” Vina setengah berbisik.

Agak sedikit malu aku, tapi kujawab juga, “Abis, .. Kamu juga sih..”

Setelah itu sambil sama-sama tersenyum aku nekad menarik kedua tangannya yang lembut itu hingga tubuhnya menempel di dadaku, dan akhirnya kami saling berpelukan tidak terlalu erat tadinya. Tapi terus meng-erat lagi, erat lagi.. Buah dadanya kini menempel lekat didadaku. Aku semakin mendapat keberanian untuk mengelus wajahnya.

Aku dekatkan bibirku hingga menyentuh bibirnya. Merasa tidak ada protes, langsung kukecup dan mengulum bibirnya. Benar-benar nikmat. Bibirnya basah-basah madu. Tanganku mendekap tubuhku sambil kugoyangkan dengan maksud sambil menggesek buah dadanya yang mepet erat dengan tubuhku. Sayup-sayup aku mendengar Vina seperti mendesah lirih, mungkin mulai terangsang kali..

Apalagi tanpa basa-basi tonjolan di bawah perutku sesekali aku sengaja kubenturkan kira-kira ditengah selangkangannya. Sesekali seperti dia tahu iramanya, dia memajukan sedikit bagian bawahnya sehingga tonjolanku membentur tepat diposisi “mecky”nya.

Sinyal-sinyal nafsu dan birahiku mulai memuncak ketika tanpa malu lagi Vina menggelayutkan tangannya dipundakku memeluk, pantatnya goyang memutar, menekan sambil mendesah. Tanganku turun dan meremas pantatnya yang padat.

Akupun ikut goyang melingkar menekan dengan tonjolan penisku yang menegang tapi terbatas karena masih memakai celana lumayan ketat. Ingin rasanya aku gendong tubuh Vina untuk kurebahkan ke dipan, tapi urung karena Ugi yang tadi disuruh Vina memanggil ibunya sudah datang kembali.

Buru-buru kami melepas pelukan, merapikan baju, dan duduk seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Begitu masuk, Ugi yang ternyata sendirian berkata seperti pembawa pesan.

“Lik Vina, Ibu masih lama, sibuk sekali lagi masak buat tamu-tamu. Lik Vina suruh tunggu aja. Ugi juga mau ke sana mau main banyak teman. sudah ya Lik..”

Habis berkata begitu Ugi langsung lari ngeloyor mungkin langsung buru-buru mau main dengan teman-temannya. Aku dan Vina saling menatap, tak habis pikir kenapa ada kesempatan yang tak terduga datang beruntun untuk kami, tak ada rencana, tak ada niat tahu-tahu kami hanya berdua saja disebuah rumah yang kosong ditinggal pemiliknya.

“Mas, mending kita tunggu saja yah.. sudah jauh-jauh balik lagi kan mubazir.. Tapi Mas Ade ada acara nggak nanti berabe dong..” berkata Vina memecah keheningan.

Dengan berbunga-bunga aku tersenyum dan setuju karena memang tidak ada acara lagi aku dirumah.

“Vin sini deh.. Aku bisikin..” kataku sambil menarik lengan dengan lembut.

“Eh, kamu cantik juga yah kalau dipandang-pandang..”

Tanpa ba-Bi-Bu lagi Vina malah memelukku, mencium, mengulum bibirku bahkan dengan semangatnya yang sensual aku dibuat terperanjat seketika. Akupun membalasnya dengan buas. Sekarang tidak berlama-lama lagi sambil berdiri. Aku mendorong mengarahkannya ke dipan untuk kemudian merebahkannya dengan masih berpelukan.

Aku menindihnya, dan masih menciumi, menjilati lehernya, sampai ke telinga sebelah dalam yang ternyata putih mulus dan beraroma sejuk. Tangannya meraba tonjolan dicelanaku dan terus meremasnya seiring desahan birahinya.

Merasa ada perimbangan, aku tak canggung-canggung lagi aku buka saja kancing bajunya. Tak sabar aku ingin menikmati buah dada keras kenyal berukuran 34 putih mulus dibalik bra-nya.

Sekali sentil tali bra terlepas, kini tepat di depan mataku dua tonjolan seukuran kepalan tangan aktor Arnold Swchargeneger, putih keras dengan puting merah mencuat kurang lebih 1 cm. Puas kupandang, dilanjutkan menyentuh putingnya dengan lubang hidungku, kuputar-putar sebelum akhirnya kujilati mengitari diameternya kumainkan lidahku, kuhisap, sedikit menggigit, jilat lagi, bergantian kanan dan kiri.

Vina membusung menggeliat sambil menghela nafas birahi. Matanya merem melek lidahnya menjulur membasahi bibirnya sendiri, mendesah lagi.. Sambil lebih keras meremas penisku yang sudah mulai terbuka resluiting celanaku karena usaha Vina.

Tanganku mulai merayap ke sana kemari dan baru berhenti saat telah kubuka celana panjang Vina pelan tapi pasti, hingga berbugil ria aku dengannya. Kuhajar semua lekuk tubuhnya dengan jilatanku yang merata dari ujung telinga sampai jari-jari kakinya. Nafas Vina mulai tak beraturan ketika jilatanku kualihkan dibibir memeknya.

Betapa indah, betapa merah, betapa nikmatnya. Clitoris Vina yang sebesar kacang itu kuhajar dengan kilatan kilatan lidahku, kuhisap, kuplintir-plintir dengan segala keberingasanku. Bagiku Mecky dan klitoris Vina mungkin yang terindah dan terlezaat se-Asia tenggara.

Kali ini Vina sudah seperti terbang menggelinjang, pantatnya mengeras bergoyang searah jarum jam padahal mukaku masih membenam diselangkangannya. Tak lama kemudian kedua paha Vina mengemVin kepalaku membiarkan mulutku tetap membenam di meckynya, menegang, melenguhkan suara nafasnya dan…

“Aauh.. Ahh.. Ahh.. Mas.. Vina.. Mas.. Vina.. Keluar.. Mas..” mendengar lenguhan itu semakin kupagut-pagut, kusedot-sedot meckynya, dan banjirlah si-rongga sempit Vina itu. Iri sekali rasanya kalau aku tak sempat keluar orgasme, kuangkat mukaku, kupegang penisku, kuhujam ke memeknya.

Ternyata tak terlalu susah karena memang Vina tidak perawan lagi. Aku tak perduli siapa yang mendahului aku, itu bukan satu hal penting. Yang penting saat ini aku yang sedang berhak penuh mereguk kenikmatan bersamanya. Lagipula aku memang orang yang tidak terlalu fanatik norma kesucian, bagiku lebih nikmat dengan tidak memikirkan hal-hal njelimet seperti itu.

Kembali ke “pertempuranku”, setengah dari penisku sudah masuk keliang memek semVinnya, kutarik maju mundur pelan, pelan, cepet, pelan lagi, tanganku sambil meremas buah dada Vina. Rupanya Vina mengisyaratkan untuk lebih cepat memacu kocokan penis saktiku, akupun tanggap dan memenuhi keinginannya. Benar saja dengan

“Ahh.. Uhh”-nya Vina mempercepat proses penggoyangan aku kegelian. Geli enak tentunya. Semakin keras, semakin cepat, semakin dalam penisku menghujam.

Kira-kira 10 menit berlalu, aku tak tahan lagi setelah bertubi-tubi menusuk, menukik ke dalam sanggamanya disertai empotan dinding memek bidadari calon TKW itu, aku setengah teriak berbarengan desahan Vina yang semakin memacu, dan akhirnya detik-detik penyampaian puncak orgasme kami berdua datang.

Aku dan Vina menggelinjang, menegang, daan.. Aku orgasme menyemprotkan benda cair kental di dalam mecky Vina. Sebaliknya Vina juga demikian.

Mengerang panjang sambil tangannya menjambak rambutku.. Tubuhku serasa runtuh rata dengan tanah setelah terbang ke angkasa kenikmatan. Kami berpelukan, mulutku berbisik dekat telinga Vina.

“Kamu gila Vin.. Bikin aku kelojotan.. Nikmat sekali.. Kamu puas Vin?”

Vina hanya mengangguk, “Mas Ade.., aku seperti di luar angkasa lho Mas.. Luar biasa benar kamu Mas..” bisiknya..

Sadar kami berada dirumah orang, kami segera mengenakan kembali pakaian kami, merapihkannya dan bersikap menenangkan walaupun keringat kami masih bercucuran. Aku meraih gelas dan meminumnya.

Kami menghabiskan waktu menunggu kakaknya Vina datang dengan ngobrol dan bercanda. Sempat Vina bercerita bahwa keperawanannya telah hilang setahun lalu oleh tetangganya sendiri yang sekarang sudah meninggal karena demam berdarah. Tapi tidak ada kenikmatan saat itu karena berupa perkosaan yang entah kenapa Vina memilih untuk memendamnya saja.

Begitulah akhirnya kami sering bertemu dan menikmati hari-hari indah menjelang keberangkatan Vina ke Malaysia. Kadang dirumahnya, saat Bu Nuria kepasar, ataupun di kamarku karena memang bebas 24 jam tanpa pantauan dari sepupuku sekalipun.

Tak lama setelah keberangkatan Vina aku pindah ke Jakarta. Khabar terakhir tentang Vina aku dengar setahun yang lalu, bahwa Vina sudah pulang kampung, bukan sendiri tapi dengan seorang anak kecil yang ditengarai sebagai hasil hubungan gelap dengan majikannya semasa bekerja di negeri Jiran itu.


Sedang tentangku sendiri masih berpetualang dan terus berharap ada “Vina-Vina” lain yang nyasar ke pelukanku. Aku masih berjuang untuk hal itu hingga detik ini. Kasihan sekali aku.

Cerita Sex - Keluarga Yang Pengertian..

Hai namaku Siti Zubadiyah. Umurku 17 tahun. Saat ini aku sedang berada di dapur membantu ummi menyiapkan hidangan makan siang. “Kresh…k...