Namaku Tini, usia 49 tahun, saat ini aku tinggal di kota
Cirebon. Tetangga kiri kananku mengenalku dengan sebutan bu Haji. Ya, di blok
komplek rumahku ini, hanya aku dan suami yang sudah naik Haji. Suamiku sudah
pensiun dari Departemen Luar Negeri.
Kini ia aktif berkegiatan di masjid Al Baroq dekat rumah. Aku
pun aktif sebagai ketua pengajian di komplek rumahku ini. Tetangga kami melihat
keluargaku adalah keluarga harmonis.
Namun mereka bertanya-tanya, mengapa anakku masih kecil,
masih berusia satu tahun, padahal aku sudah berusia hampir 50 tahun. Aku bilang
saja, yah, maklum, rejeki datang lagi pas usia saya senja begini, mau diapakan
lagi, tidak boleh kita tolak, harus kita syukuri.
Sebenarnya aku punya anak lagi, anakku yang sulung, laki-laki,
dan saat ini mungkin ia sudah berusia 26 tahun. Namanya Rois. Sebelum kelahiran
anakku yang masih bayi ini, Rois adalah anak tunggal. Sampai akhirnya aku usir
dia dari rumah ini dua tahun yang lalu.
Dan sampai detik ini, suamiku, Beny, atau orang akrab
memanggil dia Pak Haji Beny atau Pak Ustad, ia belum tahu alasan mengapa Rois
meninggalkan rumah sejak dua tahun yang lalu itu, jika suamiku bertanya padaku,
aku terpaksa berbohong, bilang tidak tahu dan pura-pura kebingungan. Walaupun
aku tahu, karena akulah yang mengusir Rois dari rumah tanpa sepengetahuan
suamiku.
Cerita sedih ini berawal ketika Rois yang selama 15 tahun
kami tinggalkan hidup dengan Neneknya di Cirebon, akhirnya kumpul bersama
dengan kami layaknya keluarga. Bisa aku tinggalkan selama 15 tahun karena aku
dan suami harus tinggal di Belanda. Saat aku dan suami ke Belanda, Rois baru
berusia delepan tahun, ibuku (nenek Rois) tidak ingin jauh dari Rois, beliau
mungkin takut Rois akan terbawa arus kehidupan eropa dan lupa adat indonesia.
Jadilah Rois tinggal di Cirebon bersama ibuku, lalu aku dan suami tinggal di
Eropa.
Lima belas tahun kemudian, aku dan suami pulang ke tanah air,
sebelum pulang aku dan suami menyempatkan diri untuk naik haji. Setelah pulang
menunaikan haji, aku dan suami pulang ke tanah air dan pergi ke Cirebon.
Tak kusangka anakku sudah besar, ya Rois telah berusia 23
tahun. Kami lihat ia tumbuh menjadi anak yang sangat soleh, santun dan lemah
lembut.
Aku sangat berterima kasih dengan ibu waktu itu, telah
membuat Rois tetap menjadi anak yang baik dan rajin beribadah. Beberapa bulan
setelah kami berkumpul bersama, ibuku (nenek Rois) meninggal. Kami sedih sekali
waktu itu.Setelah itu kami hidup sekeluarga bertiga.
Kehidupan keluarga kami sangat sakinah mawadah dan rohmah.
Aku bangga sekali punya anak Rois. Ia rajin ke mesjid dan mengaji. Hal itu
membuat aku dan suami selalu merasa bahagia. Seakan-akan kami awet muda
rasanya.
Kebahagiaan ini juga mempengaruhi kemesraan aku dan suami
sebagai suami istri. Walaupun kami sudah tua, tapi kami masih rutin melakukan
hubungan pasutri meski hanya satu minggu sekali. Sampai suatu hari, suamiku
mendapat tugas dari untuk dinas selama tiga bulan di Qatar.
Suamiku mengajak kami berdua (aku dan Rois anakku) namun Rois
yang sudah kerasan tinggal di Cirebon menolak ikut, akupun karena tidak mau
lagi jauh dengan anakku menolak ikut. Akhirnya hanya suamiku sendiri saja yang
pergi.
Hari-hari tanpa suamiku, hanya aku dan anakku tinggal di
rumah kami. Aku sibuk sebagai ketua pengajian ibu-ibu dan memberikan ceramah
kecil-kecilan setiap ada arisan di komplek rumahku ini. Rois aktif sebagai
remaja masjid di masji Baroq dekat rumah. Terkadang karena aku sudah berusia
hampir 50, aku mudah merasa capek setelah berkegiatan.
Suatu siang aku merasa sangat capek, sehabis pulang
memberikan ceramah ibu-ibu di masjid. Aku pun langsung tertidur. Saat aku
tengah-tengah enaknya merasa nyaman dengan kasurku, aku seperti merasa ada
sesuatu yang membuat paha, pinggang dan daerah dadaku geli dan gatal. Setengah
sadar dan tidak sadar, aku lihat Rois sedang berada di dekatku. Sambil setengah
ngantuk aku berkata, “Kenapa Ron? Mama capek nih…”
“Ga, ma, Rois tahu, makanya Rois pijetin, udah mama tidur
aja”, balas Rois.
Aku senang mendengarnya, senang pula punya anak yang tumbuh
dewasa dan baik seperti Rois. Oh terima kasih Tuhan.
Lama kelamaan, aku mengalami hari yang sangat aneh, terutama
setiap malam saat aku tidur. Aku merasa, ada sesuatu yang menggelitik daerah
sensitifku, terutama daerah selangkanganku. Enak sekali rasanya, oh apakah ini
setengah mimpi yang timbul akibat hasratku sebagai seorang istri yang butuh
kehangatan suami.
Ya, aku yakin karena aku ditinggal suami saat aku lagi merasa
kembali muda dan penuh gairah, makanya aku sering sekali mimpi basah setiap
malam. Mimpi yang rasanya sadar tidak sadar, kenikmatannya seperti nyata. Ya,
aku menjadi senang tidur malam, karena ingin cepat-cepat mimpi basah lagi.
Aku menduga ini adalah rejeki dari Tuhan, agar gairahku
sebagai istri tetap terjaga, dan kebutuhan biologisku tetap tersalurkan
walaupun hanya diberi mimpi basah sama Tuhan. Oh… nikmat sekali. Aku
membayangkan suamiku, Beny, yang berhubungan denganku, oh nikmat sekali.
Dan karena seringnya dikasih mimpi basah oleh Tuhan, setiap
pagi aku bangun aku merasa kemaluanku selalu basah kuyup sampai celana dalamku
basah total. Yah, jadinya aku punya kebiasaan baru selalu mandi wajib setiap
pagi.
Yang aku takuntukan hanya satu, takut saat aku mimpi basah, aku
mengigau dan takut suara mendesahku terdengar anakku Rois. Tapi saat aku liat
dari gelagatnya sehari-hari, nampaknya ia tidak tahu.
Sampai tiga bulan lamanya, hampir tiap malam aku selalu mimpi
basah, aku jadi heran. Apa penyebabnya dari nutrisi yang kumakan atau kuminum
sehari-hari ya? Hmm, mungkin saja. Soalnya aku punya kebiasaan minum teh hijau
sebelum tidu.
Kata dokterku itu baik untuk orang setua aku, apalagi biar
selalu sehat menjelang usia setengah abad. Akhirnya aku coba meminum teh hijau,
saat pagi hari, malamnya kucoba tidak minum.
Malam harinya, saat aku tidur, ditengah asyiknya tidurku, dan
gelapnya lampu kamarku. Aku merasa perasaan mimpi basah mulai datang kembali,
yah, mmh, rasanya ada yang menggelitik kemaluanku, sesuatu yang lembut, oh,
bergerak-gerak.
Selangkanganku pun ikut tergelitik hingga aku merasa ada
sesuatu yang membuat basah kemaluan dan selangkanganku. Lalu berbarengan dengan
rasa sensasi pada daerah kemaluanku, sesuatu yang lebut bergerak-gerak
menyentuh buah dadaku, bergantian, pertama yang kiri lalu yang kanan,
kemudian.. Aw!.. Ada rasa hisapan yang lembut hangat namun kuat pada puting
buah dadaku yang sebelah kanan.
Oh enak sekali, terima kasih Tuhan, jantungku mulai berdegup
kencang, ini rasanya seperi nyata, yah! Tiba-tiba aku merasa tertindih oleh
seuatu, hisapan kenikmatan juga tidak berhenti. Lalu ada sesuatu yang menusuk
masuk ke liang kemaluanku saat itu aku setengah sadar terbangun, dan aneh, rasa
ini masih kurasakan, setengah sadar aku jelas sekali ternyata memang ada
sesuatu yang menindihku, sekilas aku masih membayangkan ini suamiku, berikut
terdengar dari sesuatu itu suara perlahan yang serak, “ooohgh… Oogghh…”
Siapa ini?! Astaghfirullah!! Saat aku tersadar penuh dan
mataku terbelalak. Dalam keremangan gelapnya kamar aku sadar bahwa seseorang
telah menindihku dan menyetubuhiku!! Lebih kaget lagi saat aku mendengar suara
seseorang yang menindihku itu berkata, “Maaah… Ayo ma… oughhgh… Uhhh… mamahhh…”
Langsung kudorong dia kuat-kuat!
“Rois!! Kurang ajar!!! ASTAGHFIRULLAAH!!”
Rois langsung berlari keluar kamar, aku pun langsung mengejar
sambil menangis penuh amarah.
“Rois!!”, bentakku.
“Maafin Rois Ma! Rois ga tahan!”, Rois pun menangis takut.
Aku tak kuasa bingung menghadapi perasaan ini, antara kalut,
marah, benci, jijik, sedih dan takut. Hingga terucap kata-kata yang langsung
keluar dari muluntuku, “Keluar dari rumah ini!!! Kamu bukan anak mama!!! Setan
kamu! Binatang kamu ya!”
Rois keluar rumah berlari. Aku duduk lemas menangis. Jadi,
selama tiga bulan ini, baru aku sadari, mimpi basah itu bukan hanya sekedar
mimpi.
Semua mimpi itu nyata. Anakku!? Anakku sendiri yang melakukan
ini padaku?!!
Selama dua, tiga minggu aku tidak keluar rumah, bahkan
semenjak kejadian itu aku jatuh sakit. Sampai saat itu aku masih tidak habis
pikir dan belum lupa kejadian itu, dalam benakku terbesit, ya Tuhan, selama ini
anakku telah menodai aku, aku ibunya, selama ini anakku yang selalu rajin
beribadah ternyata adalah setan yang mengumbar nafsunya pada tubuhku yang mulai
renta ini… Dosa apa hamba, ya Tuhan!?
Saat aku menerima sepucuk surat yang dikirim oleh Rois, tanpa
alamat jelas, ia berkata meminta maaf pada ku, ia mengakui bahwa ia sudah mulai
tertarik secara seksual denganku sejak aku bertemu lagi dengannya, ia bilang
aku cantik dan menarik, ia mengaku telah memberi obat tidur pada teh hijau yang
selalu aku minum tiap malam agar aku teler dan tidak sadar saat ia
memperkosaku…
Pantas saja! Pantas ia selalu bermuka manis menyiapkan teh
hijau tanpa kuminta terlebih dahulu. Ternyata selama ini anakku adalah Iblis
laknat yang merusak semuanya. Rois pun berkata pada akhir suratnya, bahwa ia
tidak lagi akan pulang ke rumah, ia malu dan merasa bersalah.
Membaca surat itu, aku merasa benci sekali! Ya, “Kamu bukan
anakku!”, Kurobek dan kubakar surat itu.
Sebulan kemudian, tepat saat dua minggu sebelum suamiku
pulang, aku merasa pusing dan mual. Ya Tuhan, masa sih aku hamil!? Tidak! Ini
tidak mungkin!! Aku pun memastikan dengan membeli dan menggunakan tes
kehamilan, berdebar-debar aku melihat hasilnya. ASTAGHFIRULLAH! Aku positif
hamil! Tidak! Aku menggandung anak dari anakku sendiri!
Aku pun lemas dan sempat sedikit pingsan. Aku menangis tiada
henti-hentinya. Apa yang harus kukatakan pada suamiku nanti? Apa yang akan
tetangga bilang jika tahu aku ini seorang bu Haji yang hamil hasil hubunganku
dengan anak kandungku sendiri? Apa yang akan terjadi! Apa lebih baik aku mati
saja!! Tidak aku tidak mau mati! Itu dosa!
Lalu, saat suamiku pulang, aku tutupi semuanya yang telah
terjadi selama tiga bulan ini. Aku pura-pura menangis karena Rois belum
pulang-pulang sudah dua minggu. Lalu aku dan suami sempat lapor ke polisi.
Di tengah-tengah itu, aku juga pura-pura merasa kangen dengan
kedatangan suamiku dan mengajaknya melakukan hubungan suami istri sesering dari
biasanya. Suamiku heran, namun ia maklum, ya yang pikirnya, biasanya aku dan
dia berhubungan seminggu sekali, ini tidak melakukannya dalam tiga bulan
lamanya. Sudah pasti wajar jika aku selalu minta berhubungan terus.
Dua minggu setelahnya, aku mengaku hamil. Suamiku kaget, loh,
khan menggunakan kondom? Kok bisa. Aku bilang saja, mungkin saja jebol. Khan
wajar karena kondom tidak akurat 100%. Suamiku pun mengangguk setuju.
Cuma ia hanya khawatir apakah aku tidak apa-apa umur segini
hamil lagi. Akupun meyakinkan dia tidak apa-apa, walaupun hatiku meringis dan
menangis karena mengingat bayi ini hasil hubunganku dengan anakku. Tidak!
Anakku yang memperkosa aku!!!
“Ma”, sapaan suamiku menyadarkan aku dari lamunanku tentang
masa lalu. Aku lihat suamiku sudah siap berangkat ke masjid.
“Ma, aku pergi ke masjid dulu ya, mama biar jaga si kecil
yah”, pamitnya.
“Iya pa”, jawabku.
Ya, si kecil ini telah lahir ke dunia. Saat ini ia berada di
pangkuanku. Kuperhatikan wajahnya. Mirip sekali dengan Rois, anakku… Oh bukan…
Ayah dari anakku.
No comments:
Post a Comment