Semenjak kecelakaan mobil, mas Hasan selalu mengeluhkan
pinggangnya terasa sakit. Kami pergi ke berbagai dokter bahkan dukun dan
pengobatan alternatif. Semua tdk ada hasilnya. Sejak itu pula, mas Hasan trauma
membawa mobil sendiri. Kalau bukan aku yg selalu mengantarkannya ke kantor, dia
lebih suka naik angkutan umum.
Setelah dia diangkat sebagai pimpro, dia dapat jatah mobil
dinas, lengkap beserta sopirnya. Kondisi keluarga kami semakin membaik. Hingga
mas Hasan kutemani untuk berobat ke Singapura. Menurut dokter di negara itu,
mas Hasan tdk mengalami apa-apa, kecuali trauma berat dan sedikit kelelehan
serta kurang olah raga. Dokter menyarankan, agar mas Hasan berolahraga secara
teratur.
Sejak kejadian itu juga, hubungan suami istri kami semakin
kurang harmonis. AKu harus memberikan semangat buat dia, agar dia tetap
bersemangat untuk menjalani hidup. Mas Hasan tak pernah mengetahui, kalau
hubungan suami isteri kami sebenarnya sdh tdk harmonis lagi. Aku selalu
melakukan kegiatan khusus di kamar tidur, setelah mas Hasan berangkat kerja.
AKu selalu memainkan klitorisku dan memuaskan hasrat sex ku sendiri. Aku takut
membeli alat sex. Aku tak mau mas Hasan kecewa, jika mengetahui, aku memakai
alat sex untuk memuaskan diriku. Itu pertanda aku tdk menghargainya yg sdh
melayani seksualku yg tinggi dlm usiaku 39 tahun.
Sore hujan itu, aku pulang tergesa-gesa dari senamku. Aku
memasuki rumah melalui garasi. Dari sini pula aku mendengar samar-samar suara
desisan yg membuatku penasaran dari kamar anak sulungku Bagas. Yah…selain Bagas
16 tahun yg masih duduk di bangku kelas 1 SMU aku memiliki anak satu lagi
bernama Oki, 13 tahun yg lebih suka tinggal bersama neneknya, ibunya mas Hasan.
Perlahan-lahan kuintip ke kamar itu melalui sela-sela pintu.
Aku sungguh terkejut, melihat Bagas bugil sambil mengocok penisnya, sambil
nonton DVD. Yah..film xxx. Anakku Bagas sdh semakin dewasa, pikirku.
Perlahan-lahan aku meninggalkan garasi mobil. AKu menuju ke
dapur. Setelah meletakkan tas pakaian senam, aku memanggil Bagas.
“Iya ma Sebentar…” Aku pun langsung ke kamar dan mandi. Baru
saja aku menghidupkan air, terdengar suara Bagas mengetuk pintu kamar mandi di
kamarku.
“Ada apa ma…?”
“Buruan mandi, sdh sore. Nanti kita cari makan di luar,”
kataku.
Aku pun melanjutkan mandiku. Pikiranku terus kepada kejadian
yg baru saja kulihat tadi. Bagas anakku sdh dewasa. Entah mengapa, pikiranku
jadi tak menentu. Aku melihat dgn jelas, Bagas mengocok penisnya sambil
terengah-engah. Betapa perkasanya penis itu. Berdiri tegak dan menantang.
Tubuhku mengelinjang sendiri. AKu tak tahu kenapa pikiranku jadi
menginginkannya. Haruskah aku mendapatkan apa yg kuinginkan dari Bagas anak
kandungku sendiri?
Kubersihkan seluruh tubuhku. Kukenakan daster putih. Daster
yg selalu kupakai bila mau meminta yg khusus dari mas Hasan. Jika aku memakai
daster itu, mas Hasan tahu, kalau sedang membutuhkan sex. Kebetulan mas Hasan
ada tugas ke lapangan untuk meneliti gedung yg sedang dibagun. Hari ini dia tdk
pulang ke rumah. Itu sdh mas Hasan katakan kepadaku sebelum berangkat kerja
tadi pagi.
Saat aku merias diri, pikiranku terus kepada Bagas anak
kandungku itu. Bergitu usai merias diri, aku segera memasuki kamar Bagas. Aku
menyalakan DVD-nya saat dia masih di kamar mandi. Dan….film itu begitu hot.
Membangkitkan gairah seks ku. Aku menikmati sekali menyaksikan si negro yg
sedang menyetubuhi pasangannya. AKu menjadi merangsang. Saat itu, Bagas keluar
dari kamar mandi hanya memakai CD nya saja. Dia sangat terkejut melihat aku yg
asyik menonton DVD yg baru saja di putarnya.
“Kamu dapat DVD ini dari mana sayang…?” aku bertanya lembut,
namun dgn tekanan suara seperti marah.
Bagas sangat terkejut mendengar pertanyaanku. Dia malu dan
menjawab sekenanya.
“Dari teman Bagas , ma.” Aku tahu jawaban itu asal saja.
“Udah ma jangan di lihat. Itukan tontonan anak muda.” Bagas
berusaha mencegahku dan berusaha mematikan DVD. Saat dia menjulurkan tangannya
mau menekan tombol DVD, terasa penisnya dari balik CD nya menyentuh pinggangku.
“Jangan dimatiin dong. Mama mau lihat dulu. Kok ngga boleh,
sih?”
“Udah duduk sini, kita lihat bareng, kataku.” Aku semakin
terangsang. Kusuruh dia menutup dan mengunci kamar, agar si pembantu tak
melihatnya. Bagas mengunci pintu dan kuminta dia duduk di sampingku.
Kutarik tangan Bagas untuk duduk di sampingku. Dia duduk
sambil mengeringkan rambutnya dgn handuk.
“Kamu suka lihat film beginian sejak kapan?” selidikku.
“Baru sekali ini kok ma,” Bagas mengelak. Aku tak yakin dia
baru kali ini lihat film seperti itu.
“Kamu sdh pernah melakukan hal seperti itu?” kataku pula.
“Belum pernah ma. Sumpah, ma. Sumpah mati,” katanya jujur.
AKu melihat kejujurannya dari caranya mengucapkan dan dari
matanya. Aku hafal sekali siapa Bagas. Anak yg kulahirkan dan kubesarkan.
Sebagai ibunya, aku mempercayai apa yg dia katakan.
Aku melihat Bagas semakin serius menyaksikan adegan adegan
dlm film xxx itu. Aku juga harus jujur, kalau semakin horny menyaksikannya.
Tanpa sadar, kupeluk Bagas dgn tangan kriiku. Sedangkan tangan kanannya kuraih
untuk memeluk pinggangku. Terasa sekali sentuhan kulit Bagas yg telanjang dada
itu mengena ke ketiakku, karena dasterku tanpa lengan. Kami menonton film xxx
itu dgn berangkulan. Dadaku semakin menggemuruh. Nafasku terasa semakin
memburu. Sentuhan kulit kami bikin aku horny. Tp aku tak berani memulai.
Sebagai seorang ibu kandung, aku tak mungkin memulainya.
Adegan semakin menjadi-jadi. Kurasakan, Bagas semakin
merapatkan tubuhnya dgn memelukku. Telapak tangannya terasa panas memeluk
pinggangku. Dia merapatkan tubuhnya padaku. Kubalas dgn pelukanku yg semakin
erat. Terasa toketku mengena ke dadanya. Kuraba dadanya dgn lembut, lalu turun
ke perutnya. Aku semakin berani, karena reaksi dari Bagas semakin agresif
mengelus-elus pinggangku lalu ke perutku. Aku yakin sekali, kalau aku dan Bagas
sdh horny berat. Kulirik ke arah CD nya. Ya…pennisnya semakin mengeras. Aku
yakin, kalau tadi tak sempat orgasme, karena keburu kupanggil, pikirku.
Begitu Bagas mulai mengelus-elus pahaku, kuberanikan diriku
untuk memasukkan tanganku ke dlm celana kolornya. Dan…dadaku semakin bertambah
menggemuruh, begitu menyentuh penis yg sdh mengeras.
“Besar sekali penismu sayang,” bisikku memancing.
Bagas terdiam. sementara dengusan nafasnya terasa di leherku.
Tangannya semakin dlm mengelus CD ku. Sengaja kukangkangkan kakiku, agar
tangannya bisa bebas memasuki CD ku. Dan dgn sigap pula Kuangkat daster itu, hingga
dia terlepas dari tubuhku. Kini aku tinggal memakai BH dan CD saja, sedang
Bagas hanya memakai celana dlm CD.
Kurasakan Bagas mulai menjilati tubuhku. Leherku. Ini tak
boleh disia-siakan. Secepatny pula kubuka pengkait BH ku. Lalu….bluuuurrr.
Toketku sdh terlepas dari penutupnya. Kuraih kepala Bagas untuk mengulum
toketku. Dgn rakus dan liarnya, Bagas menyedot dan mengulum toketku. Persis
ketika dia masih bayi 16 tahun lalu.
“Oooohhh….Terus sayang…mama buka celanamu ya….”
Tanpa menunggu jawaban darinya. Langsung saja kubuka CD
Bagas. Bagas ikut membantunya. Oh….penis besar itu, kini menantangku.
“Buka celana mama, sayang….”
Bagas juga tak menjawab, tp tangannya cekatan membuka CD ku.
Kini dihadapannya sdh terbentang liang kenikmatan yg di penuhi bulu hitam yg
lebat. Tempat mengeluarkan dia dulu.
Aku merasakan, meqiku yg sdh mulai basah oleh air kenikmatan.
Aku tak tahan lagi. Aku berdiri dan meminta Bagas untuk pindah ke tempat
tidurnya. Perlahan aku bangkit dan menariknya. Langkahnya terus mengikuti
langkahku, sementara mulutnya mash terus menyedot-nyedot toketku.
Aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.
“Ayo tindih mama, sayang…” kataku.
Bagas naik ke tubuhku dan menindihku. AKu mengangkangkan
kedua kakiku. Kutuntun penisnya untuk menusuk meqiku. Blessss. Penis itu
memasuki meqiku yg sdh basah dan licin.
Oh…penis yg besar itu sdh bersarang. Terasa begitu hangat dan
mengganjal, namun begitu nikmatnya. 3 tahun sdh tak pernah aku merasakan
tusukan yg begitu perkasa, walau aku masih terus melakkukannya dgn rutin
bersama mas Hasan.
Aku merasakan, meqiku basah dan semakin basah. Terdengar
suara clek..clek..clek, ketika Bagas menarik maju-mundur peniisnya. Bagas sdh
mulai memainkannya. Aku sdh tak sabar. AKu sdh hampir sampai. Tak mampu lagi
menahan kenikmatan ini. Dan tiba-tiba, aku memuntahkannya. Melepaskan air
kenimatan itu keluar dari rahimku. Aku mengempit kuat-kuat pinggang Bagas,
sampai-sampai Bagas kesulitan memompaku.
“Mama sdh sampai sayanggg….”
“Aku juga maaaaa…..Creettt….Creettt…Creettt.” Bagas
mengejang.
Aku merasakan, ada sesuatu yg menyerang jauh ke dlm rahimku.
Terasa sekali, bagaimana dulu Mas Hasan menyemprotkan air kenikmatanya, hingga
aku hamil. Hanya aku yg tahu, apakah aku hamil atau tdk.
Setelah kami periksa ke dokter, ternyata aku hamil. Demikian
juga dgn semprotan Bagas, aku tau, kalau spermanya menembus jauh ke dlm
rahimku. Aku merasakan, ada yg menyedot-nyedot dari dlm rahimku. Begitu
cepatnya permainan Bagas. Mungkin Bagas masih pemula, hingga begitu cepat
menyelesaikan segalanya. Sedang aku, sejak di kamar mandi sdh benar-benar
horny.
Hanya dgn memakai dasterku, aku ke luar kamar mengambil air
minum. Sebelumnya kuselimuti tubuh Bagas dgn selimut yg terkapar terlentang di
atas tempat tidur.
“Ayo…minum air hangat ini, biar segar,” pintaku. Kududukkan
Bagas dan menyodorkan gelas ke bibirnya. Dgn lahap, Bagas meminum air hangat
itu.
Setelah 5 menit munim air putih, kelihatan Bagas kembali
segar. Kubimbing dia ke kamar mandi. Aku membersihkan penisnya dgn air setelah
menyabuninya. Kami kembali lagi ke tempat tidur. Di bawah selimut aku memeluk
Bagas untuk memberinya kehangatan.
“Bagaimana kalau mama sampai hamil sayang…?”
“Kalau sekali apa bisa hamil, ma?” tanya Bagas.
“Bisa sayang. Tdk harus ratusan kali. Kebetulan, sekarang
masa subur mama, sayang.”
“Biar saja hamil, ma.” Kata Bagas dgn sangat tegas.
Aku berpikir keras, tp juga berharap agar aku tdk hamil.
Walau aku mengetahui tanda-tanda itu ada, dari sedotan rahimku terhadap sperma
Bagas tadi.
Jawaban Bagas itu, membuat aku tersenyum kecil. Dasar anak
muda, tdk mengerti apa yg sedang kupikirkan. Bagas mulai mengelus-elus toketku
lagi.
“Ma..Aku mau nenen lagi…”
Langsung saja dia mengulum toketku. Sementara tangannya yg
lain meraba-raba rambut meqiku. Aku terikut terbawa arus. Aku mengelus-elus
juga penisnya. Hanya sebentar, penis itu sdh bangkit. Bangkit dan bangkit.
Keras dan mengeras, serta benar-benar keras. Kulepas toketku dari mulut Bagas.
Aku mengarahkan mulutku ke penisnya dan menjilatinya. Meqiku, kurahkan ke mulut
Bagas. Sebelum memasukkan penis besar itu ke mulutku, kuminta Bagas agar
menjilati meqiku.
“Jilati meqi mama…sayang,” Setelah itu kukulum panis itu
masuk ke dlm mulutku. Kumainkan lidahku pada lubang penis itu dan mengelilingi
kepala penis itu dgn lidahku. Sementara tanganku yg lain mengelus-elus buah
zakar.
Sesekali gigi Bagas mengenai ke klitorisku. Aku harus
membimbingnya. Kuarahkan klitotrisku pada lidahnya. Nampaknya Bagas dapat
mengerti. Aku menggoyang-goyangkan tubuhku, agar toketku mampu
menyentuh-nyentuh perut Bagas sedangkan meqiku kupermainkan dibibirnya. Ah….aku
merasakan kembali meqiku basah. Aku sdh tak kuat, ingin penis itu segera masuk
lagi ke dlm liang meqiku.
Aku bangkit dan merebahkan tubuhku di sisi Bagas.
“Ayo sayang, tindih mama. Mama sdh ngga tahan lagi…masukin
dong ke dlm meqi mama,” pintaku tanpa rasa malu lagi. Bagas menindihku. Dia
kangkangkan kedua kakiku, lalu dia menusukkan penis itu ke dlm meqiku.
Sleeepppp. Penis itu masuk dgn cepat di tengah-tengah
kelicinan meqiku.
“Ayo dimainkan sayang. di goyang….terus….” kataku.
Bagas menusuk-nusuk meqiku. Aku menjilati lehernya. Tiba-tiba
Bagas menjambak rambutku dgn kuatnya. Aku tau, dia bakal orgasme. Aku harus
cepat mengimbanginya. Segera kugoyang pinggullku dan….Creeettttt…terasa sperma
itu begitu hangat. Saat deburan kedua….aku merasakan diriku melayg. Tanpa sadar
aku mengepit Bagas. Pada saat deburan ketiga sperma Bagas…..saaat itu, aku juga
oegasme. Kami mampu menyelesaikannya bersamaan, karean kami melakukannya denga
spenuh hati dan dlm kasih sayang.
Setiap kesempatan, Bagas selalu meminta, agar kami
melakukannya dan selalu kami lakukan. Pada bulan ketiga, aku lebih dahulu
melaporkannya kepad Mas Hasan, bahwa KBku mungkin bobol dan aku hamil. Kami
perika ke dokter dan mengirimkan kami ke laboratorium esok paginya. Poisitif,
aku hamil. Mas Hasan begitu bangga atas kehamilanku. Katanya:
” AKu masih perkasa, toh?!” Aku mengangguk lemah dan
meneteskan airmata yg aku sendiri yg mengetahui arti dari airmataku itu.
Aku menyempaikan hal ini kepada Bagas, dia memelukku dan
bangga sekali, sebentar lagi dia punya anak dariku. Kami sepakat
merahasiakannya. Setelah beberapa bulan aku melahirkan lagi anak laki-laki.
Kini aku memiliki 3 anak laki-laki sekaligus seorang cucu. Dan ….3 tahun
kemudian saat Bagas sdh di semester 2, kami memiliki lagi seorang anak
perempuan. Aku memilki 3 putra dan seorang putri juga sekaligus seorang cucu
laki-laki dan seorang cucu perempuan. Mas Hasan begitu senang, melihat Bagas
sangat sayang kepada kedua adiknya itu.
“Bagas sayang sekali kepada kedua adiknya itu. Maklumlah dia
baru memiliki adik kecil, kata mas Hasan. AKu diam dan diam. Juga Bagas ikut
diam.
Kini, kedua anak itu sdh sekolah di bangku Sd dan TK. Mereka
gagah, cantik dan pintar.
No comments:
Post a Comment