Ibu yang terkenal cantik itu
namanya Ibu Eri beliau mengajar sebagi guru sejarah umurnya si sudah STW yaitu
perkiraan 30an tahun tingginya kira kira 174 cm dan ukuran BH nya 36B murid
muridnya terutama untuk laki laki semua berpikiran sama yaitu ingin melihat
tubuh Ibu Eri talanjang bulat.
Suatu hari Eri terpaksa harus
memanggil salah satu muridnya ke rumahnya, untuk ulangan susulan. Si Anto harus
mengulang karena ia kedapatan menyontek di kelas. Anto juga terkenal karena
kekekaran tubuhnya, maklum dia sudah sejak SD bergulat dengan olah raga
beladiri, karenanya ia harus menjaga kebugaran tubuhnya.
Bagi Eri, kedatangan Anto ke
rumahnya juga merupakan suatu kebetulan. Ia juga diam-diam naksir dengan anak
itu. Karenanya ia bermaksud memberi anak itu ‘pelajaran’ tambahan di Minggu
siang ini.
“Sudah selesai Anto?”, Eri masuk
kembali ke ruang tamu setelah meninggalkan Anto selama satu jam untuk
mengerjakan soal-soal yang diberikannya.
“Hampir bu” “Kalau sudah nanti
masuk ke ruang tengah ya saya tinggal ke belakang..”
“Iya..” “Bu Eri, Saya sudah
selesai”, Anto masuk ke ruang tengah sambil membawapekerjaannya. “Ibu dimana?”
“Ada di kamar.., Anto sebentar
ya”, Eri berusaha membetulkan t-shirtnya. Ia sengaja mencopot BH-nya untuk
merangsang muridnya itu.
Di balik kaus longgarnya itu
bentuk payudaranya terlihat jelas, terlebih lagi puting susunya yang menyembul.
Begitu ia keluar, mata Anto nyaris copot karena melotot, melihat tubuh gurunya.
Eri membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas, tidak seperti biasanya saat ia
tampil di muka murid-muridnya.
“Kenapa ayo duduk dulu, Ibu
periksa..” Muka Anto merah karena malu, karena Eri tersenyum saat pandangannya
terarah ke buah dadanya.
“Bagus bagus…, Kamu bisa gitu kok
pakai menyontek segala..?”
“Maaf Bu, hari itu saya lupa
untuk belajar..”
“oo…, begitu to?” “Anto kamu mau
menolong saya?”, Eri merapatkan duduknya di karpet ke tubuh muridnya.
“Apa Ibu?”, tubuh Anto bergetar
ketika tangan gurunya itu merangkul dirinya, sementara tangan Eri yang satu
mengusap-uasap daerah ‘vital’ nya.
“Tolong Ibu ya…, dan janji jangan
bocorkan pada siapa–siapa”.
“Tapi tapi…, Saya”. “Kenapa?,
oo…, kamu masih perawan ya?”.
Muka Anto langsung saja merah
mendengar perkataan Eri”Iya” “Nggak apa-apa”, Ibu bimbing ya. Eri kemudian
duduk di pangkuan Anto. Bibir keduanya kemudian saling berpagutan, Eri yang
agresif karena haus akan kehangatan dan Anto yang menurut saja ketika tubuh hangat
gurunya menekan ke dadanya.
Ia bisa merasakan puting susu Eri
yang mengeras. Lidah Eri menjelajahi mulut Anto, mencari lidahnya untuk
kemudian saling berpagutan bagai ular. Setelah puas, Eri kemudian berdiri di
depan muridnya yang masih melongo.
Satu demi satu pakaiannya
berjatuhan ke lantai. Tubuhnya yang polos seakan akan menantang untuk diberi
kehangatan oleh perjaka yang juga muridnya ini. “Lepaskan pakaiannmu Anto”, Eri
berkata sambil merebahkan dirinya di karpet.
Rambut panjangnya tergerai bagai
sutera ditindihi tubuhnya. “Ahh cepat Anto”, Eri mendesah tidak sabar. Anto
kemudian berlutut di samping gurunya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pengetahuannya tentang seks hanya di dapatnya dari buku dan video saja.
“Anto…, letakkan tanganmu di dada
Ibu”, Dengan gemetar Anto meletakkan tangannya di dada Eri yang turun naik.
Tangannya kemudian dibimbing untuk meremas-remas payudara Eri yang montok itu.
“Oohh…, enakk…, begitu caranya…,
remas pelan-pelan, rasakan putingnya menegang..” Dengan semangat Anto melakukan
apa yang gurunya katakan.
“Ibu…, Boleh saya hisap susu
Ibu?”. Eri tersenyum mendengar pertanyaan muridnya, yang berkata sambil
menunduk, “Boleh…, lakukan apa yang kamu suka”. Tubuh Eri menegang ketika
merasakan jilatan dan hisapan mulut pemuda itu di susunya.
Perasaan yang ia pernah rasakan 3
tahun lalu saat ia masih bersama suaminya. “Oohh…, jilat terus sayang…, ohh”,
Tangan Eri mendekap erat kepala Anto ke payudaranya.
Anto semakin buas menjilati
puting susu gurunya tersebut, mulutnya tanpa ia sadari menimbulkan bunyi yang
nyaring. Hisapan Anto makin keras, bahkan tanpa ia sadari ia gigit-gigit ringan
puting gurunya tersebut. “mm…, nakal kamu”, Eri tersenyum merasakan tingkah
muridnya itu.
“Sekarang coba kamu lihat daerah
bawah pusar Ibu”. Anto menurut saja. Duduk diantara kaki Eri yang membuka
lebar. Eri kemudian menyandarkan punggungya pada dinding di belakangnya.
“Coba kamu rasakan”, ia
membimbing telunjuk Anto memasuki vaginanya.
“Hangat Bu..” Bisa kamu rasakan
ada semacam pentil…?”
“Iya..” “Itu yang dinamakan
kelentit, itu adalah titik peka cewek juga. Coba kamu gosok-gosok”Pelan-pelan
jari Anto mengusap-usap clitoris yang mulai menyembul itu.
“Terus…, oohh…, ya…, gosok…,
gosok”, Eri mengerinjal-gerinjal keenakan ketika clitorisnya digosok-gosok oleh
Anto.
“Kalo diginiin nikmat ya Bu?”,
Anto tersenyum sambil terus menggosok-gosok jarinya.
“Oohh…, Antoo…, mm”, tubuh Rini
telah basah oleh peluh, pikirannya serasa di awang-awang, sementara bibirnya
merintih-rintih keenakan.
Tangan Anto semakin berani
mempermainkan clitoris gurunya yang makin bergelora dirangsang birahi. Nafasnya
yang semakin memburu pertanda pertahanan gurunya akan segera jebol.
“Ooaahh…, Anntoo”, Tangan Eri
mencengkeram pundak muridnya, sementara tubuhnya menegang dan otot-otot
kewanitaannya menegang. Matanya terpejam sesaat, menikmati kenikmatan yang
telah lama tidak dirasakannya.
“Hmm…, kamu lihai Anto…,
Sekarang…, coba kamu berbaring”. Anto menurut saja. Penisnya segera menegang
ketika merasakan tangan lembut gurunya. “Wah…, wahh.., besar sekali”, tangan
Eri segera mengusap-usap penis yang telah mengeras tersebut.
Segera saja benda panjang dan
berdenyut-denyut itu masuk ke mulut Eri. Ia segera menjilati penis muridnya itu
dengan penuh semangat. Kepala penis muridnya itu dihisapnya keras-keras,
sehingga Anto merintih keenakan.
“Ahh…, enakk…,enakk”, Anto tanpa
sadar menyodok-nyodokkan pinggulnya untuk semakin menekan penisnya makin ke
dalam kuluman Eri.
Gerakannya makin cepat seiring
semakin kerasnya hisapan Eri. “oohh Ibu…, Ibbuu” Muncratlah cairan mani Anto di
dalam mulut Eri, yang segera menjilati cairan itu hingga tuntas. “Hmm…, manis
rasanya Anto”,
Eri masih tetap menjilati penis
muridnya yang masih tegak.
“Sebentar ya aku mau minum dulu”.
Ketika Eri sedang membelakangi muridnya sambil menenggak es teh dari kulkas.
Tiba-tiba ia merasakan seseorang mendekapnya dari belakang.
“Anto…, biar Ibu minum dulu”.
“Tidak…, nikmati saja ini”, Anto yang masih tegang berat mendorong Eri ke
kulkas. Gelas yang dipegang Eri jatuh, untungnya tidak pecah. Tangan Eri kini
menopang tubuhnya ke permukaan pintu kulkas.
“Ibu…, sekarang!” “Ahhkk”, Eri
berteriak, saat Anto menyodokkan penisnya dengan keras ke liang vaginanya dari
belakang.
Dalam hatinya ia sangat menikmati
hal ini, pemuda yang tadinya pasif berubah menjadi liar.
“Antoo…, enakk…, ohh…, ohh”.
Tubuh Eri bagai tanpa tenaga menikmati kenikmatan yang tiada taranya. Tangan
Anto satu menyangga tubuhnya, sementara yang lain meremas payudaranya. Dan
penisnya yang keras melumat liang vaginanya.
“Ibu menikmati ini khan”, bisik
Anto di telinganya “Ahh…, hh”, Eri hanya merintih, setiap merasakan sodokan
keras dari belakang. “Jawab…, Ibu”, dengan keras Anto mengulangi sodokannya.
“Ahh…,iyaa” “Anto…, Anto
jangann…, di dal.. La” belum sempat ia meneruskan kalimatnya, Eri telah
merasakan cairan hangat di liang vaginanya menyemprot keras. Kepalang basah ia
kemudian menyodokkan keras pinggulnya.
“Uuhgghh”, penis Anto yang
berlepotan mani itupun amblas lagi ke dalam liang Eri.”Ahh”. Kedua insan itupun
tergolek lemas menikmati apa yang baru saja mereka rasakan. Setelah kejadian
dengan Anto, Eri masih sering bertemu dengannya guna mengulangi lagi perbuatan
mereka.
Namun yang mengganjal hati Eri
adalah jika Anto kemudian membocorkan hal ini ke teman-temannya. Ketika Eri
berjalan menuju mobilnya seusai sekolah bubar, perhatiannya tertumbuk pada
seorang muridnya yang duduk di sepeda motor di samping mobilnya, katakanlah dia
Reza.
Ia berbeda dengan Anto, anaknya
agak pembuat onar jika di kelas, kekar dan nakal. Hatinya agak tidak enak
melihat situasi ini. “Bu Eri salam dari Anto”, Reza melemparkan senyum sambil
duduk di sepeda motornya.
“Terima kasih, boleh saya masuk”,
Ia harus berkata begitu karena sepeda motor Reza menghalangi pintu mobilnya.
“Boleh…, boleh Bu saya juga ingin
pelajaran tambahan seperti Anto.” Langkah Eri terhenti seketika.
Namun otaknya masih berfungsi
normal, meskupun sempat kaget. “Kamu kan nilainya bagus, nggak ada masalah
kan..”, sambil duduk di balik kemudi. “Ada sedikit sih kalau Ibu nggak bisa
mungkin kepala guru bisa membantu saya, sekaligus melaporkan pelajaran Anto”,
Reza tersenyum penuh kemenangan.
“Apa hubungannya?”, Keringat mulai menetes di dahi Eri. “Sudahlah kita
sama-sama tahu Bu. Saya jamin pasti puas”.
Tanpa menghiraukan omongan
muridnya, Eri langsung menjalankan mobilnya ke rumahnya.
Namun ia sempat mengamati bahwa
muridnya itu mengikutinya terus hingga ia menikung untuk masuk kompleks
perumahan. Setelah mandi air hangat, ia bermaksud menonton TV di ruang tengah.
Namun ketika ia hendak duduk pintu depan diketuk oleh seseorang.
Eri segera menuju pintu itu, ia
mengira Anto yang datang. Ternyata ketika dibuka “Reza! Kenapa kamu ngikuutin
saya!”,
Eri agak jengkel dengan muridnya
ini. “Boleh saya masuk?”.
“Tidak!”.
“Apa guru-guru perlu tahu
rahasiamu?”.
“!!”dengan geram ia mempersilakan
Reza masuk. “Enak ya rumahnya, Bu”, dengan santainya ia duduk di dekat TV.
“Pantas aja Anto senang di sini”.
“Apa hubunganmu dengan Anto?, Itu
urusan kami berdua”, dengan ketus Eri bertanya. “Dia teman dekat saya. Tidak
ada rahasia diantara kami berdua”.
“Jadi artinya”, Kali ini Eri
benar-benar kehabisan akal. Tidak tahu harus berbuat apa.
“Bu, kalo saya mau melayani Ibu
lebih baik dari Anto, mau?”, Reza bangkit dari duduknya dan berdiri di depan
Eri. Eri masih belum bisa menjawab pertanyaan muridnya itu. Tubuhnya panas
dingin. Eri masih belum bisa menjawab pertanyaan muridnya itu.
Tubuhnya panas dingin. Belum
sempat ia menjawab, Reza telah membuka ritsluiting celananya. Dan setelah
beberapa saat penisnya meyembul dan telah berada di hadapannya. “Bagaimana Bu,
lebih besar dari Anto khan?”.
Reza ternyata lebih agresif dari
Anto, dengan satu gerakan meraih kepala Eri dan memasukkan penisnya ke mulut
Eri.
“Mmpfpphh”. “Ahh yaa…, memang Ibu
pandai dalam hal ini. Nikmati saja Bu…, nikmat kok” Rupanya nafsu menguasai
diri Eri, menikmati penis yang besar di dalam mulutnya, ia segera mengulumnya
bagai permen.
Dijilatinya kepala penis pemuda
itu dengan semangat. Kontan saja Reza merintih keenakan. “Aduhh…, nikmat sekali
Bu oohh”, Reza menyodok-nyodokkan penisnya ke dalam mulut Eri, sementara tangannya
meremas-remas rambut ibu gurunya itu.
Eri merasakan penis yang
diisapnya berdenyut-denyut. Rupanya Reza sudah hendak keluar. “oohh…, Ibu
enakk…, enakk…, aahh”.
Cairan mani Reza muncrat di mulut
Eri, yang segera menelannya. Dijilatinya penis yang berlepotan itu hingga
bersih. Kemudian ia berdiri. “Sudahh…, sudah selesai kamu bisa pulang”, Namun
Eri tidak bisa memungkiri perasaannya.
Ia menikmati mani Reza yang manis
itu serta membayangkan bagaimana rasanya jika penis yang besar itu masuk ke
vaginanya.
“Bu, ini belum selesai. Mari ke
kamar, akan saya perlihatkan permainan yang sebenarnya.” “Apa! beraninya kamu
memerintah!”, Namun dalam hatinya ia mau. Karenanya tanpa berkata-kata ia
berjalan ke kamarnya, Reza mengikuti saja.
Setelah ia di dalam, Eri tetap
berdiri membelakangi muridnya itu. Ia mendengar suara pakaian jatuh, dugaannya
pasti Reza sedang mencopoti pakaiannya. Ia pun segera mengikuti jejak Reza.
Namun ketika ia hendak melepaskan kancing dasternya.
“Sini saya teruskan”, ia
mendengar Reza berbisik ke telinganya. Tangan Reza segera membuka kancing
dasternya yang terletak di bagian depan. Kemudian setelah dasternya jatuh ke
lantai, tangan itupun meraba-raba payudaranya.
Eri juga merasakan penis pemuda
itu diantara belahan pantatnya. “Gilaa…, besar amat”, pikirnya. Tak lama
kemudian iapun dalam keadaan polos. Penis Reza digosok-gosokkan di antara
pantatnya, sementara tangan pemuda itu meremasi payudaranya.
Ketika jemari Reza meremas puting
susu Eri, erangan kenikmatan pun keluar. “mm oohh”. Reza tetap melakukan aksi
peremasan itu dengan satu tangan, sementara tangan satunya melakukan operasi ke
vagina Eri.
“Reza…, aahh…, aahh”, Tubuh Eri
menegang saat pentil clitorisnya ditekan-tekan oleh Reza. “Enak Bu?”, Reza
kembali berbisik di telinga gurunya yang telah terbakar oleh api birahi itu.
Eri hanya bisa menngerang, mendesah, dan berteriak lirih.
Saat usapan, remasan, dan
pekerjaan tangan Reza dikombinasi dengan gigitan ringan di lehernya. Tiba-tiba
Reza mendorong tubuh Eri agar membungkuk. Kakinya di lebarkan. “Kata Anto ini
posisi yang disukai Ibu”
“Ahhkk…, hmm…, hmmpp”, Eri
menjerit, saat Reza dengan keras menghunjamkan penisnya ke liang vaginanya dari
belakang.”
“Ugghh…, innii…, innii”, Reza
medengus penuh gairah dengan tiap hunjaman penisnya ke liang Eri. Eripun
berteriak-teriak kenikmatan, saat liang vaginanya yang sempit itu dilebarkan
secara cepat.
“Adduuhh…, teruss.., teruss
Rezaa…, oohh”, Kepala ibu guru itu berayun-ayun, terpengaruh oleh sodokan Reza.
Tangan Reza mencengkeram pundak Eri, seolah-olah mengarahkan tubuh gurunya itu
agar semakin cepat saja menelan penisnya.
“Oohh Eri…, Rinnaa”. Eri segera
merasakan cairan hangat menyemprot di dalam vaginanya dengan deras. Matanya
terpejam menikmati perasaan yang tidak bisa ia bayangkan. Eri masih tergolek
kelelahan di tempat tidur.
Rambutnya yang hitam panjang
menutupi bantalnya, dadanya yang indah naik-turun mengikuti irama nafasnya.
Sementara itu vaginanya sangat becek, berlepotan mani Reza dan maninya sendiri.
Reza juga telajang bulat, ia duduk di tepi tempat tidur mengamati tubuh gurunya
itu.
Ia kemudian duduk mendekat,
tangannya meraba-raba liang vagina Eri, kemudian dipermainkannya pentil
kelentit gurunya itu. “mm capek…, mm”, bibir Eri mendesah saat pentilnya
dipermainkan.
Sebenarnya ia sangat lelah, tapi
perasaan terangsang yang ada di dalam dirinya mulai muncul lagi. Dibukanya
kakinya lebar-lebar sehingga memberikan kemudahan bagi Reza untuk memainkan
clitorisnya.
“Rezz aahh”, Tubuh Eri bergetar,
menggelinjang-gelinjang saat Reza mempercepat permainan tangannya. “Bu…,
balik…, Reza pengin nih” “Nakal kamu ahh”, dengan tersenyum nakal, Eri bangkit dan
menungging.
Tangannya memegang kayu dipan
tempat tidurnya. Matanya terpejam menanti sodokan penis Reza. Reza meraih
payudara Eri dari belakang dan mencengkeramya dengan keras saat ia menyodokkan
penisnya yang sudah tegang
“Adduuhh…, owwmm”, Eri mengaduh
kemudian menggigit bibirnya, saat lubang vaginannya yang telah licin melebar
karena desakan penis Reza.
“Bu Eri nikmat lho vagina Ibu…,
ketat”, Reza memuji sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya. “mm…, aahh…, ahh…,
ahhkk”, Eri tidak bisa bertahan untuk hanya mendesah. Ia berteriak lirih
seiring gerakan Reza.
Badannya digerakkannya untuk
mengimbangi serangan Reza. Kenikmatan ia peroleh juga dari remasan muridnya
itu.
“Ayoo…, aahh.., ahh… Mm.., buat
Ibu keluuaa.. Rr lagi…”. Gerakan Eri makin cepat menerima sodokan Reza. Tangan
Reza beralih memegangi tubuh Eri, diangkatnya gurunya itu sehingga posisinya
tidak lagi “doggy style”, melainkan kini Eri menduduki penisnya dengan
membelakangi dirinya.
Reza kini telentang di tempat
tidur yang acak-acakan dan penuh oleh mani yang mengering. “Ooww..”, Teriakan
Eri terdengar keras saat ia tidak bisa lagi menahan orgasmenya. Tangannya
mencengkeram tangan Reza, kepalanya mendongak menikmati kenikmatan yang
menjalar ke seluruh tubuhnya. Sementara Reza sendiri tetap menusuk-nusukkan
penisnya ke vagina Eri yang makin becek.
“Ayoo…, makin dalam dalamm”.
“Ahh.., aahh…, aahh..”, Rezapun mulai berteriak-teriak. “Mau kelluuaarr” Eri
sekali lagi memejamkan matanya, saat mani Reza menyemprot dalam liang
vaginanya. Eri kemudian ambruk menindih tubuh Reza yang basah oleh keringat.
Sementara diantara kaki-kaki
mereka mengalir cairan hangat hasil kenikmatan mereka. “Bu Eri…, sungguh luar
biasa, Coba kalau Anto ada disini sekarang”. “mm memangnya kamu mau apa”, Eri
kemudian merebahkan dirinya di samping Reza.
Tangannya mengusap-usap puting
Reza. “Kita bisa main bertiga, pasti lebih nikmat..” Eri tidak bisa menjawab
komentar Reza, sementara perasaannya dipenuhi kebingungan. Akhirnya hari
kelulusan murid klas 3 sampai juga.
Dengan demikian Eri harus
berpisah dengan kedua murid yang disayanginya, terlebih lagi ketika ia harus
pindah ke kota lain untuk menempati pos baru di Kanwil. Karenanya ia memanggil
Anto untuk datang ke rumahnya untuk memberitahukan perihal kepindahannya.
Ketika seputar Indonesia mulai
ditayangkan, Anto muncul. Ia langsung dipersilakan duduk. “Bu, Anto kangen
lho”.
“Iya deh…, nanti. Gini, Ibu bulan
depan pindah ke kota B, soalnya akan dinaikkan pangkatnya.
Jadi…, jadi…, Ibu ingin malam ini
malam terakhir kita”, mata Eri berkaca-kaca ketika mengucapkan itu. “…………..”,
Anto tidak bisa menjawab. Ia kaget mendengar berita itu. Baginya Eri merupakan
segalanya, terlebih lagi ia telah mendapatkan pelajaran berharga dari gurunya
itu.
“Tapi Anto masih boleh berkirim
surat kan?”. Eri bisa sedikit tersenyum melihat muridnya tabah, “Iya…, boleh…,
boleh”. “Minum dulu Nto, ada es teh di meja makan. Kalau sudah nonton VCD di
kamar yaa”, Eri mengerling nakal ke muridnya sambil beranjak ke kamar.
Di kamar ia mengganti pakaiannya
dengan kimono kegemarannya, melepas BH, menghidupkan AC dan tentu saja menyetel
VCD ‘Kamasutra-nya Penthouse”.
Lalu ia tengkurap di tempat tidur
sambil menonton TV. Diluar Anto meminum es teh yang disediakan Eri dan
membiarkan pintu depan tidak terkunci. Ia mempunyai rencana yang telah disusun
rapi. Lalu Anto menyusul Eri ke kamar tidur.
Begitu pintu dibuka ia melihat
gurunya tengkurap menonton VCD dengan dibalut kimono merah tipis, lekuk
tubuhnya jelas terlihat. Rambutnya yang panjang tergerai di punggungnya bagai
gadis iklan shampo Pantene.
“Ganti pakaian itu Nto..”, Eri
menunjuk celana pendek dan kaos tipis yang terlipat rapi di meja riasnya.
Ketika Anto sedang mencopot celananya Eri sempat melihat penis pemuda itu
menyembul di balik CD GT Man-nya. Setelah selesai Anto juga tengkurap di
samping Eri.
“Sudah liat film ini belum? Bagus
lho untuk info posisi-posisi ngesex”. “Belum tuh…”, Mata Anto tertuju pada
posisi dimana si wanita berdiri memegang pohon sementara si pria memasukkan
penisnya dari belakang, sambil meremas-remas payudara partnernya.
“mm…, itu posisi fave saya. Kalau
kamu suka nanti CD itu bisa kamu ambil”. “Thanx..”, Anto kemudian mengecup pipi
gurunya. Adegan demi adegan terus bergulir, suasana pun menjadi semakin panas.
Eri kini tengkurap dengan tidak lagi mengenakan selembar benangpun.
Demikian pula Anto. Anto kemudian
duduk di sebelah gurunya itu, dibelainya rambut Eri dengan lembut, kemudian
disibakkannya ke sebelah kiri. Bibir Anto kemudian menciumi tengkuk Eri,
dijilatinya rambut-rambut halus yang tumbuh lebat. “aahh…”
Setelah puas, Anto kemudian
memberi isyarat pada Eri agar duduk di pangkuannya. “Bu, biar Anto yang puasin
ibu malam ini…”,
Bisik Anto di telinga Eri. Eri
yang telah duduk di pangkuan Anto pasrah saja saat kedua tangan muridnya
meremas-remas payudaranya yang liat. Kemudian ia menjerit lirih saat puting
susunya mendapat remasan.
“Akhh…”, Eri memejamkan matanya.
“Anto…, jilatin vagina ibu…” Anto kemudian merebahkan Eri, dibukanya kaki
gurunya itu lebar-lebar, kemudian dengan perlahan ia mulai menjilati vagina
gurunya. Bau khas dari vagina yang telah basah oleh gairah itu membuat Anto
kian bernafsu.
“oohh…, teruss…, teruuss…”, Eri
bergetar merasakan kenikmatan itu. Tangannya membimbing tangan Anto dalam
meremasi susunya. Memberikan kenikmatan ganda. “Jilatin…, pentil itu…, oohohh”,
Bagai dikomando Anto menjilati pentil clitoris Eri, dengan penuh semangat.
“Aduuhh….. Oohh…oohh…hh.. Hh…..”
“Anto…, massuukk”. Kaki Eri kemudian disampirkannya ke pundak, dan dengan cepat
disodokkannya penisnya ke vagina Eri yang becek. “mm…”, Eri menggigit bibirnya.
Meskipun lubang vaginanya telah
licin, namun penis yang besar itu tetap saja agak kesulitan menerobos masuk.
“Uuhh…, masih susah juga ya Bu…”, Anto sambil meringis memaju mundurkan
penisnya. Ia merasakan penisnya bagai diremas-remas oleh tangan yang sangat
halus saat di dalam. Tangan Eri mempermainkan puting Anto.
Dengan gemas dicubitnya hingga
Anto berteriak. “Uhh…, nakal, Ini balasannya!”, sodokan Anto makin keras, lebih
keras dari saat ia memasukkan penisnya. “aa…”. Tiba-tiba pintu kamar tebuka!
Spontan Eri terkejut, tapi tidak bagi Anto.
Reza sudah berdiri di muka pintu,
senjatanya telah tegak berdiri. “mm…, hot juga permainan Ibu dengan Dia, boleh
saya bergabung?”, Reza kemudian berjalan mendekati mereka. Eri yang hendak
berdiri ditahan oleh Anto, yang tetap menjaga penisnya di dalam vagina Eri.
“Nikmati saja…” Reza kemudian
mengangkangi Eri, penisnya berada tepat di mukanya. “Isap… Ayoo”, sambil
memasukkan penisnya. Saat itu pula Anto menghentakkan gerakannya. Saat Eri
berteriak, saat itu pula penis Reza masuk.
“Ahh…, nikmat..”, Eri merem-melek
menghisap-hisap penis muridnya, sementara Anto dengan puas menggarap vaginanya.
“uufff…, jilatin…, jilatt”, tangan Reza memegangi kepala Eri, agar semakin
dalam saja mengisap penisnya.
Posisi itu tetap bertahan hingga
akhirnya Anto keluar duluan. Maninya menyemprot dengan leluasa di lubang vagina
gurunya yang cantik. Sementara Reza tetap mengerang-erang sambil
medorong-dorong kepala Eri.
Setelah Anto mengeluarkan
penisnya dari vagina Eri, “Berdiri menghadap tembok Bu!” Eri masih kelelahan.
Ia telah orgasme pula saat Anto keluar, namun ia tidak bisa teriak karena ada
penis di mulutnya.
Saat ia berdiri dengan tangan di
tembok menahan tubuhnya, mani anto menetes ke lantai. “mm…, Nto…, liat tuh
punya kamu..”, seru Reza sambil tertawa. Ia kemudian menempelkan tubuhnya ke
Eri. Penisnya tepat berada di antara kedua pantat Eri.
“Nih Bu rasakan punya Reza juga
ya”. Anto dengan santai menyaksikan temannya menggarap gurunya dari belakang.
Tangan Reza memegangi pinggang Eri saat ia menyodok-nyodokkan penisnya keluar masuk
dengan cepat.
Saat Eri merintih-rintih
menikmati permainan mereka, Anto merasakan penisnya tegang lagi. Ia tidak tahan
melihat pemandangan yang sangat erotik sekali. Kedua insan itu saling mengaduh,
mendesah, dan berteriak lirih seiring kenikmatan yang mereka berikan dan
rasakan.
“ooww…”, Tubuh Eri yang disangga
Reza menegang, kemudian lemas. Anto menduga mereka berdua telah sampai di
puncak kenikmatan. Timbul isengnya, ia kemudian mendekati mereka dan menyusup
diantara Eri dan tembok.
Dipindahkannya tangan Eri ke
pundaknya, dan penisnya menggantikan posisi milik Reza. “Anto…”, Lagi-lagi Eri
mendesah saat penis Anto masuk dan pinggulnya didorong oleh Reza dari belakang.
“Ahh.. Ahh….
Dorongg…dorongg………….” “aa.. Aa… Aa”. “oohhkk…, kk…, kk..”, Eri berteriak keras
sekali, saat dorongan Reza sangat keras menekan pinggulnya. penis Anto amblas
hingga mencapai pangkalnya masuk ke vagina Eri.
Saat itu pula ia merasakan penis
yang berdenyut-denyut itu melepaskan muatannya untuk kedua kali. Malam itu
merupakan malam yang liar bagi ketiga insan yang akan berpisah itu. Malam yang
tidak bisa mereka lupakan untuk selamanya.
No comments:
Post a Comment