“Kamu luar biasa, Tel,” bisikku sambil menggeleng-gelengkan
kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya.
Stella tersenyum manis dan berkesan manja.
“Eh, bisa keluar aku kalo kamu kayak gini terus,” bisikku
lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada kemaluanku.
Stella tersenyum.
“Kalo kamu udah nggak pengen keluar, keluarin aja, nggak usah
ditahan-tahan,” jawabnya dan setelah itu menjulurkan lidahnya keluar dan
mengenai ujung batang kemaluanku.
Rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan
ejakulasiku.
“Aaghh..” desahku agak keras menahan rasa ngilu.
Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya bergerak tidak
karuan, seiring dengan gerakan kepalanya yang naik turun, kedua tangannya tak
henti-henti meraba dadaku, terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan
jarinya, terkadang ia melepaskan kuluman untuk mengambil nafas sejenak lalu
melanjutkannya lagi.
Semakin lama gerakannya makin cepat. Aku sudah berusaha
semaksimal untuk menahan ejakulasi.
Kualihkan perhatianku dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah. Kubuka
kancing celananya. Agak lama kucoba membuka dan akhirnya terlepas juga.
Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana
dalamnya. Aku dapat rasakan rambut kemaluannya tipis. Mungkin dipelihara,
pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Stella mengubah posisinya.
Tadinya ia yang hanya bersangga pada satu sisi pantatnya
saja, sekarang ia renggangkan kedua kakinya. Dengan mudah aku dapat menyentuh
kemaluannya. Beberapa saat telunjukku bermain-main di bagian atas kemaluannya.
Aku naik-turunkan jari telunjukku. Ugh, nikmat sekali nih
rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku ke dalam lubang kemaluannya.
Aku jelajahi setiap milimeter ruangan di dalam kemaluan Stella. Aku temukan
sebuah kelentit di dalamnya.
Kumainkan klitoris itu dengan telunjukku. Ugh, pegal juga rasanya
tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu aku menikmati setiap
kuluman Stella. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku keluar. Aku benar-benar
dibuat mabuk kepayang olehnya.
Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan
jari tengahku. Pada saat aku memasukkan kedua jariku, Stella tampak melengkuh
dan mendesah pelan.
Semakin lama semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua
jariku di lubang kemaluannya dan Stella beberapa menghentikan kuluman pada
batang kemaluanku sambil tetap memegang batang kemaluanku.
Entah sudah berapa orang yang melihat kegiatan kami terutama
para supir atau kenek truk yang kami lewati, namun aku tidak peduli.
Kenikmatan yang kurasakan saat itu benar-benar membiusku
sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu. Kembali Stella menjilat, menghisap
dan mengulum batang kemaluanku dan entah sudah berapa lama kami melakukan ini.
Kutundukkan kepalaku untuk melihat yang sedang dikerjakan
Stella pada kemaluanku. Kali ini Stella melakukan dengan penuh kelembutan, ia
julurkan lidahnya hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi.
Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung lubang
kemaluanku. Sungguh dashyat kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku
bergetar namun ia tetap pada sikapnya. Sesekali ia masukkan semua batang
kemaluanku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam.
“Ooh.. Tel.. enakk..” desahku sambil melepaskan tangan kiriku
dari lubang kemaluannya.
Kupegang kepalanya mengikuti gerakan naik turun.
“Stella, aku sudah nggak tahann..” kataku agak lirih menahan
ejakulasi.
Namun gerakan Stella makin cepat dan beberapa kali ia buka
matanya namun tetap mengulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya.
“Aaagghh..” desahku keras diiringi dengan keluarnya sperma
dari dalam batang kemaluanku di dalam mulutnya.
Keadaan mobil kami saat itu sedikit tersentak oleh pijakan
kaki kananku. Aku menikmati setiap sperma yang keluar dari dalam kemaluanku
hingga akhirnya habis. Stella tetap menjilati kemaluanku dengan lidahnya.
Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala
kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya. Setelah membersihkan seluruh spermaku
dengan lidahnya, Stella bergerak ke atas.
Kulihat dia, tampak ada beberapa spermaku menempel di sebelah
kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku mulai bergerak memperbaiki posisi dudukku,
perlahan-lahan. Sambil tetap digenggamnya batang kemaluanku yang sudah lemas,
Stella beranjak ke atas melumat bibirku, masih terasa spermaku.
Sekian detik kami bercumbu dan aku memejamkan mata. Akhirnya
ia merapikan posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya. Aku pun merapikan
pakaianku sekedarnya. Aku kenakan celana panjangku namun tidak kumasukkan
kemejaku.
Beberapa hari setelah itu, aku main ke kost Stella dan pada
saat itu pula kami mengikat tali kasih. Awal bulan Maret lalu Stella kembali
dari Manado setelah 2 minggu ia berada di sana dan ia tidak kembali lagi
bekerja di salon itu.
Sekarang kami hidup bersama di sebuah tempat di daerah
Grogol, sekarang ia diterima sebagai operator di salah satu perusahaan penyedia
jasa komunikasi handphone. Sedangkan aku tetap sebagai animator yang bekerja di
sebuah perusahaan di daerah Kedoya tapi aku harus meninggalkan kostku.
Setelah kami hidup seatap, Stella mengakui padaku bahwa
selama enam bulan ia bekerja di salon itu, ia pernah melayani pelanggannya dan
ia mengatakan bahwa semua pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja seks.
Stella tidak mengetahui bagaimana asal mulanya. Stella
sendiri tidak tahu apakah salon merupakan sebuah kedok atau seks adalah sebuah
tambahan. Dia mengatakan bahwa untuk mengajak keluar salah satu karyawati di
situ, seseorang harus membayar di muka sebesar Rp 500.000.
Rasanya Jakarta hanya milik kami berdua, tiap malam setelah
mandi sepulang dari kerja atau setelah makan malam, kami melakukan hubungan
seks. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir. Kami sungguh menikmati setiap
hari yang akan kami lalui dan telah kami lalui bersama.
Aku sungguh tidak peduli dengan asal-usulnya pekerjaan Stella
sebab makin hari aku makin terbius oleh kenikmatan seks dan mataku
seolah-seolah tertutup oleh rasa sayangku pada dia.
No comments:
Post a Comment