Sulastri dan Haryo tinggal menyewa rumah di sebuah kampung.
Surya, berumur 51 tahun yg bekerja sebagai buruh kontrak menebang hutan
seringkali masuk ke hutan hingga berhari-hari lamanya, malah kadang kala hingga
sebulan tak pulang ke rumah. Manakala Sulastri pula, 48 tahun, menjadi ibu
rumah tangga sepenuh waktu menjaga anaknya Syifa yg masih duduk di bangku
sekolah dasar. Anaknya Mansyur, atau sering dipanggil Rosid oleh temannya yg
berumur 20 tahun bekerja di bengkel motor yg terletak selang 2 buah rumah dari
rumahnya. Jarak umur Rosid dengan adiknya memang jauh, malah Sulastri dan Haryo
sendiri tdk menygka bahwa mereka masih boleh menimang buah hati setelah sekian
lama diterka hanya Rosid sajalah anak tunggalnya.
Kerja Rosid sebagai mekanik dimulai sejak dia menamatkan
sekolah kejuruannya. Lantaran masalah keuangan keluarganya, dia tdk dapat
melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Demi membantu keluarga, Rosid bekerja di
bengkel pak Abu. Berawal sebagai anak suruhan, Rosid kini sudah pandai
memperbaiki motor, hasil didikan pak Abu yg percaya dan yakin dengan keahlian
terpendam Rosid. Uang gajinya selalu digunakan untuk membantu ibu dan adiknya
membeli kebutuhan lantaran bapaknya, Haryo yg jarang pulang ke rumah karena
bertugas di pedalaman dan jauh dari rumah.
Sulastri yg merupakan ibu rumah tangga, masih cantik
wajahnya. Berwajah putih berseri dengan tahi lalat di kiri dagunya, sering
memakai kerudung ketika keluar rumah, menyembunyikan rambutnya yg pendek
sebahu. Selalu juga Sulastri merasakan kesepian menikmati hubungan suami isteri
lantaran hidupnya yg selalu ditinggalkan suami.
Namun apa daya, dia tetap meneruskan hidup bersama
anak-anaknya. Malah, Sulastri juga pernah berniat untuk selingkuh demi tuntutan
nafsu yg seringkali sulit untuk dibendung, namun hati baiknya berkata tdk,
lantaran statusnya sebagai isteri orang. Sulastri tahu, hanya pinggulnya yg
besar dan montok itulah senjatanya lantaran bentuknya yg memang semok dan
menggoda.
Walau pun dia cantik, bertubuh semampai namun padat berisi,
toket yg besar (36 C) sedikit melayut karena telah berumur, perut yg agak
buncit, paha dan pantat yg lebar namun karena telah berumur itulah memberi
kemungkinan bahwa tak ada siapapun yg bernafsu kepadanya. Ini mendorong
Sulastri untuk memendamkan saja kesepiannya sendirian. Sejak suaminya masuk ke
hutan 2 minggu lalu, dia tdk pernah merasakan kenikmatan seksual. Pernah juga
dia mencoba masturbasi sendirian, tdk nikmat rasanya, jadi, dipendamlah saja
perasaan birahinya.
Namun, sudah hendak menjadi cerita, pada suatu pagi yg indah,
Syifa pergi untuk mengikuti kegiatan alam dari sekolahnya . Esok baru pulang ke
rumah. Jadi tinggal hanya Sulastri dan Rosid saja di rumah. Oleh karena hari
itu adalah hari Minggu, bengkel di tutup, maka Rosid mengambil keputusan untuk
bangun siang di pagi yg indah itu. Sulastri yg sendirian menonton televisi
merasa bosan karena tak ada teman berbagi cerita, dikarenakan anak keduanya
Syifa sudah pergi bersama rombongan sekolahnya. Lantas dia teringat Rosid yg
sedang tidur di kamarnya.
Sulastri masuk ke kamar Rosid, dilihatnya anaknya itu masih
berselimut di atas tempat tidur. Di gerakkan kakinya supaya bangun dari tidur.
Dengan mata yg malas, Rosid membuka mata. Terlihat emaknya sedang berdiri di
pinggir tempat tidur meperhatikannya.
“Rosid, dah pukul 9.00 pagi ni. Kenapa tak bangun, Mak bosan
sendirian.” Kata Sulastri .
“Hmmm… bentar lagi Rosid bangun…” kata Rosid sambil kembali
melelapkan matanya.
“Ayo bangun, sbentar lagi kalau mak datang tak bangun, mak
siram dengan air.” Kata Sulastri sambil tersenyum dan berlalu dari kamar anak
bujangnya.
Rosid, yg terjaga itu sukar hendak melelapkan matanya
kembali. Terlalu sayang rasanya hendak meninggalkan tempat tidur di pagi hari
Minggu yg dingin itu. Kabut yg masih menerawang menyejukkan suasana. Batang
penis Rosid yg jadi keras sendiri setelah bangun tidur menongkat selimut yg di
pakainya. Perlahan-lahan di urut batang penisnya dari luar selimut, fikirannya
terbayang Nur, anak pak Haji Ali yg selalu menjadi bayangan onaninya itu.
Tiba-tiba emaknya muncul kembali. Rosid pun pura-pura tidur
karena takut emaknya tahu kelakuannya yg sedang mengurut batang penisnya yg
sedang ngacung menongkat selimut itu.
“Ish.. ish.. ish… masih tak bangun lagi si bujang ni…” bisik
hati Sulastri .
Namun, perhatiannya tertarik kepada bonjolan yg menongkat
tinggi selimut anaknya. Serta merta perasaannya berdebar. Naluri kebirahian
seorang wanita yg membutuhkan sentuhan nafsu itu terus bangkit melihat kain yg
menyelimuti anaknya di tongkat batang penis anaknya yg sedang keras itu.
Niatnya yg hendak mengejutkan Rosid serta merta mati, apa yg ada di fikirannya
adalah, gelora ingin melihat batang penis keras milik anaknya.
Sulastri yg menygka anaknya masih tidur itu perlahan-lahan
duduk di tepi tempat tidur. Tangannya terasa ingin sekali memegang batang penis
yg sedang keras menegak itu. Sudah lama rasanya dia tdk dapat memegang batang
penis suaminya. Keinginannya telah mendorong Sulastri untuk memberanikan diri
memegang batang penis Rosid. Batang penis Rosid di pegangnya lembut. Kekerasan
otot batang penis anaknya menambah kebirahian Sulastri untuk melihatnya lebih
dekat.
Perlahan-lahan Sulastri membuka selimut Rosid, maka
terpampanglah tubuh Rosid yg tidur tanpa seurat benangpun di hadapan matanya.
Batang penis Rosid yg sudah tdk tertutup itu di usapnya lembut. Hampir sama
dengan batang penis milik suaminya. Sulastri mengusap-usap batang penis Rosid
dengan perasaan birahi. Nafsunya yg merindukan batang penis suaminya itu telah
menghilangkan kewarasannya dan membuatnya lupa bahwa dia sebenarnya sedang
bernafsu memegang batang penis anaknya sendiri.
Rosid yg pura-pura tidur itu, berdebar-debar merasakan batang
penisnya dipegang emaknya. Dia tdk menygka emaknya berani memegang batang
penisnya. Hendak di buka matanya, takut emaknya memarahinya pula karena
terlambat bangun tidur dan menipu berpura-pura tidur. Jadi Rosid mengambil
keputusan membiarkan saja perlakuan emaknya terhadap batang penisnya.
Sentuhan lembut tapak tangan dan jari jemari Sulastri di
batang penis Rosid membangkitkan kenikmatan kepada Rosid. Batang penisnya
menegang setegang-tegangnya dan ini memberikan sensasi kepada Sulastri untuk
memegangnya lebih kuat lagi. Sulastri mengocok batang penis Rosid dengan
nafasnya yg semakin terburu-buru. Bukan main senang rasanya merasakan batang
penis lelaki, jadi, peluang sudah ada didepan mata, ini lah waktunya.
Rosid yg masih berpura-pura tidur itu benar-benar menikmati
batang penisnya dikocokkan emaknya sendiri. Dia membiarkan emaknya mengocok
batang penisnya dan di fikirannya terbayang Nur anak pak Haji Ali yg sedang
mengocoknya. Kebirahiannya akhirnya memuncak dan membuat air maninya memancut
keluar dari batang penisnya yg keras.
Sulastri yg terkagum-kagum dengan pancutan demi pancutan air
mani anaknya, Rosid itu terus mengocokkan batang penis anaknya hingga tak ada
lagi air mani yg keluar. Aroma air mani yg sudah lama tdk menusuk ke hidungnya
memberikannya satu perasaan yg melambangkan sedikit kepuasan. Air mani anaknya
yg melekit di tangannya di ciumnya dan di hirupnya sedikit demi sedikit dengan
penuh nafsu. Rosid yg terkejut mendengar bunyi hirupan itu membuka sedikit
matanya dan terlihat olehnya Sulastri sedang menjilat air maninya yg berlumur
di tangan. Berdebar-debar perasaan Rosid ketika itu. Dia tdk menygka bahwa
emaknya mampu bertindak seperti itu.
Sulastri yg puas merasakan air mani anaknya yg melekit di
tangannya kembali bangun dari tempat tidur dan menyelimuti anaknya. Dia
kemudian keluar dari kamar Rosid dan kembali ke ruang tamu menonton tv. Terasa
sayang hendak mencuci tangannya. Bau air mani lelaki yg dirindui itu terasa
sayang hendak dihilangkan dari tangannya. Kalau boleh, dia ingin tangannya
terus melekat dengan air mani anaknya itu selama-lamanya. Perasaan bersalah ada
sedikit terpikirkan, namun, baginya ia tdk perlu dirisaukan karena perbuatannya
itu tdk disadari anaknya. Dia melakukannya ketika anaknya sedang terlelap
tidur.
Namun berbeda pula bagi Rosid, dia benar-benar tdk menygka
bahwa batang penisnya di kocokkan oleh emaknya sendiri. Malah, air maninya juga
dinikmati dengan nikmat di hadapan matanya sendiri. Rosid terasa malu kepada
diri sendiri, juga kepada emaknya. Namun kenikmatan yg baru saja di nikmati
secara tiba-tiba membangkitkan seleranya dan kalau boleh dia ingin emaknya
melakukannya lagi, tetapi perasaan hormatnya sebagai anak serta merta mematikan
hasratnya. Baginya, yg lebih baik adalah, merahasiakan perkara ini dan
membiarkan emaknya masih menganggap bahwa dirinya sedang tidur ketika kejadian
itu berlangsung.
Hari itu, mereka anak beranak berlagak seperti tak terjadi
apa-apa. Masing-masing membuat kesibukan sendiri. Namun di hati masing-masing,
hanya tuhan saja yg tahu…
Pada sore harinya, Sulastri yg selesai mengangkat pakaian
dari jemuran terlihat kelibat anaknya yg sedang terbaring di sofa. Bunyi tv masih
terdengar namun tdk pasti apakah anaknya sedang tidur atau tdk. Perlahan-lahan
dia menghampiri anaknya dan dia melihat mata anaknya terpejam rapat. Terlintas
di fikirannya ingin mengulangi kembali saat-saat indah menikmati batang penis
keras anaknya di dalam genggamannya.
Sementara itu, Rosid yg terbaring di sofa sebenarnya tdk
tidur. Dia sebenarnya ingin memancing emaknya karena kenikmatan batang penisnya
dikocok pagi tadi mendorongnya untuk menikmatinya sekali lagi. Dia tahu emaknya
ragu-ragu memastikan apakah dirinya sedang tidur. Jadi Rosid sengaja mematikan
dirinya di atas sofa.
Sulastri sadar, inilah waktunya yg paling sesuai untuk
melepaskan nafsunya. Tanpa segan lagi, Sulastri menyelak celana pendek tipis
anaknya. Batang penis anaknya yg gemuk dan panjang itu di pegang dan terus di
kocoknya. Tdk sampai semenit, batang penis anak bujangnya itu sudah mengeras di
dalam genggamannya. Sulastri berkali-kali menelan air liur melihat batang penis
yg keras di hadapan matanya itu. Semakin di kocok semakin galak kerasnya.
Kepala batang penis Rosid yg kembang berkilat bak kepala cendawan itu di
mainkan dengan ibu jarinya. Rosid sedikit menggeliat karena ngilu. Serta merta
Sulastri memperlambat kocokkannya karena takut Rosid akan terbangun.
Sulastri sadar, seleranya kepada batang penis anak lelakinya
itu meluap-luap di lubuk nafsunya. Dia tahu risiko melakukan perbuatan terkutuk
itu, lebih-lebih lagi bersama darah dagingnya sendiri. Sulastri menggigit
bibirnya gemas. Sulastri tdk peduli, tekaknya seolah berdenyut ketagihan
melihat batang penis tegang anaknya di depan mata. Nafasnya semakin naik.
Sulastri akhirnya membuat keputusan nekat. Birahinya yg sudah semakin hilang
arah itu membuat dia berani membenamkan batang penis anaknya ke dalam mulutnya
yg lembab itu.
Rosid sekali lagi menggeliat kenikmatan. Batang penisnya yg
sedang di pegang emaknya tiba-tiba merasakan memasuki lubang yg hangat dan
basah. Perlahan-lahan dia membuka matanya kecil. Dilihatnya batang penisnya
kini sudah separuh hilang di dalam mulut emaknya. Terlihat olehnya raut muka
emaknya yg masih cantik itu sedang mengulum batang penisnya dengan matanya yg
tertutup. Hidung emaknya kelihatan kembang kempis bersama deru nafas yg semakin
cepat. Inilah pertama kali Rosid merasakan bagaimana nikmat batang penisnya di
nikmati mulut wanita. Kenikmatan yg dirasakan membuatnya tdk peduli siapa
wanita yg sedang mengulum batang penisnya itu. Lebih-lebih lagi, itu bukan
dilakukan secara paksa. Rosid cepat-cepat kembali memejamkan matanya apabila
dilihat emaknya seakan ingin membuka mata.
Sulastri yg yakin anaknya tidur, perlahan-lahan menghisap
batang penis anaknya. Perlahan-lahan dia menghirup air liurnya yg meleleh di
batang penis anaknya. Penuh mulut Sulastri menghisap batang penis Rosid.
Semakin lama Sulastri menghisap batang penis Rosid, semakin dia lupa bahwa dia
sedang menghisap batang penis anaknya sendiri. Perasaan Sulastri yg diselubungi
nafsu membuatkan dia semakin galak menghisap batang penis anaknya. Batang penis
keras yg penuh menusuk lelangit mulutnya dirasakan sungguh menggairahkan, air
pelumas anaknya yg menyatu dengan air liurnya dirasakan sungguh membangkitkan
selera. Sudah lama benar dia tdk menikmati batang penis suaminya. Dirinya
seolah-olah seperti seorang anak kecil yg senang setelah mendapat pemainan
baru.
Rosid semakin tdk tahan. Hisapan ibunya di batang penisnya yg
keras menegang itu membuat Rosid semakin tak karuan. Dia nekat, apa yg terjadi,
jadilah. Dia tak dapat bertahan lagi berpura-pura tidur seperti itu. Akhirnya
disaat air maninya hendak meledak. Rosid memberanikan dirinya memegang kepala
emaknya, Sulastri . Kepala ibu kandungnya yg sedang galak turun naik menghisap
batang penisnya itu di pegang dan di tarik rapat kepadanya, membuatkan batang
penisnya terbenam jauh ke tekak Sulastri , ibu kandungnya.
Sulastri terkejut, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.
Serta merta dia merasakan teramat malu apabila disadarinya, anaknya sadar
dengan perbuatannya, malah, anaknya memegang kepalanya sementara batang penis
anaknya itu semakin terbenam jauh ke dalam mulutnya. Sulastri coba menarik
kepalanya dan coba mengeluarkan batang penis anaknya dari mulutnya namun dia
gagal. Rosid menarik kepala Sulastri serapat mungkin ke tubuhnya dan serentak
itu, memancut-mancut air mani Rosid memenuhi mulut Sulastri . Rosid benar-benar
kenikmatan.
Sulastri yg sadar, batang penis anaknya itu sedang
memuntahkan air mani di dalam mulutnya terus diam tdk meronta. Dia membiarkan
saja mulutnya menerima pancutan demi pancutan panas air mani anaknya hingga tdk
dapat ditampung oleh mulutnya itu. Sulastri tak ada pilihan, dia tdk dapat
melepas kepalanya agar batang penis anaknya memancut di luar mulutnya. Maka,
dalam keterpaksaan, berdegup-degup Sulastri meneguk air mani anaknya yg
menerjang kerongkongannya. Cairan pekat yg meledak dari batang penis anak
bujangnya yg dihisap itu di telan sepenuhnya bersama air mata yg mulai mengalir
ke pipinya.
Pautan tangan Rosid di kepala emaknya semakin longgar,
seiring dengan air maninya yg semakin habis memancut dari batang penisnya. Sulastri
mengambil peluang itu dengan terus menarik kepalanya hingga terlepas batang
penis Rosid dari mulutnya. Segera Sulastri bangun dan berlari ke kamar. Rosid
yg tiba-tiba merasakan penyesalan itu segera bangun ke kamar emaknya. Pintu
kamar emaknya terkunci dari dalam. Rosid mengetuk pintu perlahan berkali-kali
sambil suaranya lembut memanggil emaknya. Namun hanya suara isakan emaknya di
dalam kamar yg di dengarnya.
“Makk… Maaf makk… Rosid minta maaf mak… Rosid tak sengaja
makk… Mak…” Rayu Rosid di luar kamar emaknya.
Sementara di dalam kamar, Sulastri sedang tertelungkup di
atas tempat tidur. Membenamkan mukanya ke bantal dengan air matanya yg semakin
bercucuran jatuh. Rasa penyesalan akibat pengaruh nafsu telah membuat dirinya
seolah hilang harga diri hingga melakukan perbuatan terkutuk itu dengan anak
kandungnya sendiri. Sulastri benar-benar menyesal atas segala perbuatannya. Dia
sadar, ini semua bukan salah anaknya. Ini semua salahnya. Sulastri tersedu-sedu
menenangkan tangisnya di atas tempat tidur sendirian, membiarkan anaknya, Rosid
sendirian membujuk minta maaf di luar kamarnya.
Rosid.. mari makan nak…. “ ajak Sulastri kepada Rosid di
pintu kamar anaknya.
Rosid yg sedang termenung di tepi tempat tidur seolah tdk
menghiraukan emaknya. Fikirannya merasa bersalah dan malu atas apa yg telah
terjadi sore tadi. Sulastri sadar perubahan sikap anaknya. Dia terus duduk
rapat di sebelah Rosid. Jari jemarinya memegang telapak tangan Rosid. Di remas
lembut jari jemari Rosid.
“Mak.. Rosid merasa bersalah mak… Rosid minta maaf makk…”
kata Rosid sambil matanya masih terus menatap kosong ke lantai.
“Rosid…. Mak yg seharusnya minta maaf.. Rosid gak salah,
kalau bukan mak yg mulai, perbuatan ini takkan terjadi…” kata Sulastri .
Mereka terdiam seketika. Suasana sepi malam seolah memberikan
ruang untuk ibu dan anak itu berbicara secara pribadi dari hati ke hati.
Sulastri menarik tangan Rosid yg digenggamnya ke atas pahanya yg padat berisi.
Jari jemari anaknya di remas lembut, penuh kasih sayang seorang ibu kepada
anak.
“Mak…. Kenapa begini mak … mmm.. boleh Rosid tahu?…. “ Tanya
Rosid sedikit gugup.
Sulastri terdiam sejenak. Otaknya cepat mencari jawaban untuk
pertanyaan yg terlalu sensitif dari anaknya itu. Secara tak langsung, dia gugup
ingin menjawabnya. Tangannya yg memegang tangan anaknya di atas paha yg lembut
itu semakin di tarik ke arah memeknya. Fikirannya berkecamuk, buntu.
“Mak… kenapa mak…” sekali lagi Rosid bertanya kepada Sulastri
.
“Rosid… susah mak mau bilang… masalah perempuan… nanti Rosd
pasti tau … “ kata Sulastri ringkas dan dia terus berdiri lalu keluar dari
kamar Rosid, meninggalkan anaknya diam sendirian.
Rosid keliru dengan jawaban emaknya. Akal mudanya tdk terlalu
memahami objektif jawaban emaknya. Dia hanya mampu melihat emaknya pergi keluar
dari kamarnya meninggalkannya sendiri bersama seribu satu pertanyaan di kepala.
Pantat lebar emaknya yg semok itu terlihat melenggok ketika melangkah keluar.
Rosid menelan air liur melihat harta berharga milik emaknya. Hatinya berdebar,
perasaannya tiba-tiba berkecamuk.
Rasa kasihan dan sayang kepada emaknya yg sebelum ini terbit
dari hatinya secara tiba-tiba di hinggapi oleh perasaan nafsu yg terlalu malu
bagi dirinya untuk dipikirkan. Rosid lantas beranjak ke dapur, terlihat emaknya
sedang duduk di meja makan. Mata emaknya seolah merenung kosong, hidangan makan
malam yg telah disediakan di atas meja. Perlahan-lahan Rosid menghampiri
emaknya, di pegangnya kedua bahu emaknya lembut. Rosid menunduk dan bibirnya
menghampiri telinga emaknya.
“Mak… Rosid janji, Cuma kita berdua yg tau…. Mak janganlah
risau… Rosid sayang mak… “ bisik Rosid di telinga emaknya.
Sulastri merasakan sejuk hatinya mendengar kata-kata Rosid yg
lembut itu. Jari jemari Rosid yg sedang memegang bahunya terasa sungguh
berbeda. Hembusan nafas di telinganya membangkitkan bulu roma Sulastri .
Perasaan berdebar-debar menyelinap ke dadanya bersama selautan rasa sayang yg
tinggi menggunung kepada anak bujangnya itu. Sulastri menoleh perlahan
memandang wajah Rosid yg hampir rapat di pipinya. Sikap Rosid kepadanya seolah
mengisi sedikit kekosongan batinnya yg merindukan belaian lelaki, yaitu
suaminya.
Wajah mereka saling berhadapan. Rosid mengukir senyuman yg
ikhlas di bibirnya, begitu juga Sulastri . Pipi halus Sulastri di usap Rosid
dengan lembut. Sulastri memejamkan matanya. Bibirnya yg lembab dan tipis
terbuka sedikit. Rosid yg seperti di pukau dengan bisikan gendang setan itu pun
tanpa ragu-ragu membenamkan mulutnya mengecup bibir emaknya. Mereka berkecupan,
penuh kasih sayang. Perasaan yg sejak awalnya kasih sayang antara ibu dan anak
akhirnya bertukar menjadi perasaan kasih sayang yg berlambangkan seks yg saling
memenuhi dan memerlukan.
Tangan Sulastri perlahan-lahan mengusap rambut anak bujangnya
yg sedang hangat mencumbui bibirnya. Bibir Sulastri lihai memagut bibir Rosid
yg nampaknya masih tdk mahir dalam permainan manusia dewasa itu. Nafas
masing-masing saling bertukar silih berganti. Degup jantung dua insan itu
semakin kencang, seiring dengan deru nafsu yg semakin bergelora. Sulastri
semakin lemah, dia terus memeluk tubuh Rosid. Tertunduk Rosid di peluk emaknya,
mulutnya masih mengecup bibir emaknya. Gairah Rosid kembali bangkit,
lebih-lebih lagi apabila bayangan emaknya menghisap batang penisnya di pagi dan
sore hari itu silih berganti di kotak fikiran.
Rosid semakin berani melangkah, tangannya yg tadi memegang
bahu emaknya kini menjalar ke toket emaknya yg masih berbalut kaos. Kekenyalan
toket emaknya yg tdk memakai bra itu dirasakan sungguh mengasyikkan. Puting
emaknya yg semakin keras dan menonjol di permukaan kaos dipelintir lembut
berulang kali, Sulastri semakin terangsang dengan tindakan anaknya itu. Ini
mendorong Sulastri untuk meraba dada anaknya yg bidang itu. Tangannya kemudian
turun ke pinggang anaknya dan seterusnya dia menangkap sesuatu yg keras dan
membonjol menusuk sarung yg dipakai anaknya.
Batang penis Rosid yg semakin keras di dalam kain sarung di
genggam Sulastri . Di genggam batang penis anaknya penuh nafsu. Perasaan penuh
nafsu yg melanda Sulastri mendorongnya untuk mengulangi sekali lagi
perbuatannya seperti di waktu siang tadi. Sulastri melepaskan kecupan di bibir
anaknya. Senyuman terukir di wajahnya, mempamerkan rasa birahi yg tak
terbendung lagi. Sulastri melepaskan kain sarung Rosid, maka jatuhlah kain
sarung yg Rosid pakai ke lantai dan sekaligus memperlihatkan batang penisnya yg
keras dan berotot itu tegak mengacung ke wajah emaknya. Sulastri tau kehendak
Rosid. Malah, dia juga menginginkannya juga. Perlahan-lahan Sulastri
membenamkan batang penis keras Rosid ke dalam mulutnya.
Rosid memperhatikan perbuatan emaknya tanpa malu lagi.
Sedikit demi sedikit batang penisnya di lihat tenggelam ke dalam mulut emaknya
yg menggemaskan. Tahi lalat di dagu emaknya menambah kecantikan emaknya yg
sedang menghisap perlahan batang penisnya.
Sulastri semakin galak menghisap batang penis anaknya.
Perasaan keibuan yg sepatutnya dicurahkan kepada anaknya sama sekali hilang.
Nafsu dan kerinduan batinnya menguasai akal dan fikiran membuatnya hilang
pertimbangan hingga terjerumus permainan nafsu bersama anak kandungnya sendiri.
Sulastri benar-benar tenggelam dalam arus birahi.
Batang penis anaknya yg di hisap dan keluar masuk mulutnya
benar-benar memberikan sensasi kelezatan menikmati batang penis lelaki yg di
rindui selalu. Setiap lengkuk batang penis anaknya di hisap dan dinikmati penuh
perasaan. Tangan kirinya mengusap-usap memeknya dari luar kain batik. Sungguh
terlena dirinya dirasakan ketika itu, dahaga batin yg selama ini membelenggu
jiwanya terasa seolah terbang jauh bersama angin. Dirinya merasakan begitu
dihargai. Jiwanya semakin tenteram dalam gelora nafsu.
Rosid pula benar-benar menikmati betapa nikmat merasakan
batang penisnya di hisap oleh emaknya. Wajah emaknya yg sedang terpejam
menikmati batang penisnya penuh nafsu itu memberikan satu kenikmatan yg sulit
untuk di ucapkan. Matanya tertuju kepada tangan emaknya yg sedang
menggosok-gosok memeknya. Kain batik yg dipakai emaknya terlihat merosot ke
bawah akibat kelakuan emaknya. Paha montok emaknya yg kelihatan lembut dan
membangkitkan selera Rosid.
Serta merta Rosid menarik batang penisnya keluar dari mulut
emaknya. Rosid terus menunduk mengecup emaknya dan sekaligus dia memeluk tubuh
emaknya. Sulastri membalas perlakuan Rosid dengan kembali mengecupinya. Sambil
bibirnya mengecup emaknya, Rosid menarik Sulastri agar berdiri dan Sulastri
terdorong untuk mengikuti kemauan Rosid.
Mereka pun sama-sama berdiri dan berpelukan erat, dengan
bibir masing-masing yg berkecupan penuh birahi. Rosid mengusap selangkangan
emaknya. Kain batik lusuh yg menutupi memek emaknya terasa basah akibat lendir
nafsu yg semakin banyak membanjiri lorong nikmat kewanitaan emaknya. Rosid
menyelak kain batik emaknya ke atas, mencoba mengarahkan batang penis mudanya
memasuki lubang memek emaknya.
Sulastri tahu keinginan anaknya. Sambil tersenyum, dia
menyingkap kain batiknya ke atas dan berbalik menghadap meja makan, mempamerkan
pantatnya yg tdk memakai celana dalam kepada anaknya. Rosid seperti terpukau
menatap pantat emaknya yg putih mulus dan bulat montok di hadapan matanya. Pantat
lebar emaknya di usap dan di remas penuh nafsu. Usapannya kemudian semakin
bernafsu, dari pinggang turun ke paha, kelentikan pinggang emaknya yg seksi
benar-benar membakar nafsunya.
Sementara Sulastri memegang batang penis Rosid yg mengacung
di belakangnya. Tanpa segan, Sulastri menarik batang penis Rosid agar mengambil
posisi yg memudahkan mereka menjalankan misi yg selanjutnya. Batang penis Rosid
di tarik hingga terselip di celah kelengkangnya. Rosid yg membiarkan saja
tindakan emaknya itu terdorong ke depan memeluk belakang tubuh emaknya dan
batang penisnya terus menyelinap ke celah selangkang emaknya yg sudah terlalu
licin dan becek dengan lendir nafsu.
Sulastri menunggingkan tubuhnya dan tubuhnya maju mundur
menggesek batang penis Rosid di celah selangkangnya. Rosid yg pertama kali
menikmati pengalaman mengasyikkan itu semakin terbakar birahinya. Tangannya tak
henti meraba dan meremas pantat lebar emaknya yg montok menyentuh perutnya.
Sulastri sudah tdk sabar lagi, tangannya segera mencapai batang penis Rosid yg
keras di alur selangkangnya dan mengarahkannya masuk ke mulut lubang kenikmatan
miliknya. Dia sudah tdk peduli batang penis siapa yg sedang dipegangnya itu.
Dengan sekali sentak saja, tubuhnya dengan mudah menerima seluruh daging keras
anaknya menerobos lubang memek nya yg sudah lama merindukan tusukan batang
penis lelaki.
Rosid dan Sulastri saling menahan nafas, terdiam menikmati
batang penis dan lubangnya bertemu. Sulastri membiarkan batang penis hangat
Rosid terendam di lubuk kewanitaannya. Statusnya sebagai ibu kepada anak
lelakinya itu sudah hilang begitu saja. Nafsu benar-benar menghilangkan
kewarasannya sebagai ibu, hingga sanggup menyerahkan seluruh tubuhnya, malah
mahkota kewanitaan yg selama ini hanya dinikmati oleh suaminya seorang, dinikmati
oleh anaknya atas keinginannya dan kerelaannya sendiri. Sulastri benar-benar
menikmati batang penis anaknya menusuk-nusuk pangkal lubang nikmatnya. Dia
mengemut batang penis anaknya semau hatinya, terasa seperti ingin melumat
batang penis itu di dalam memek nya.
Manakala Rosid benar-benar menikmati kemutan yg dirasakan
oleh batang penisnya di liang senggama emaknya yg hangat itu. Seluruh otot
batang penisnya yg mengembang keras terasa dihimpit oleh dinding daging yg
lembut dan licin. Terasa seolah batang penisnya di hisap oleh memek emaknya.
Rosid kemudian perlahan-lahan memompa batang penisnya hingga kepalanya yg
berkembang besar itu menggesek pangkal memek wanita yg seharusnya disanjung
sebagai ibu.
Perasaan sayang Rosid yg sebelum itu sekedar hubungan anak
kepada ibu semakin dihantui nafsu yg membara. Birahi yg diciptakan ibunya
mendorong Rosid untuk menyaygi ibunya seolah seorang kekasih, yg rela
memberikan kenikmatan persetubuhan sumbang antara darah daging. Rosid tahu,
dari lubang yg sedang di pompanya itulah dirinya keluar dahulu. Namun kini
lubang itu sekali lagi dia masuki dengan penuh kerelaan, hanya cara dan
permainan perasaan saja yg berbeda.
Begitu juga Sulastri , terfikir juga di benaknya, bahwa
batang penis lelaki yg sedang dinikmati di liang senggamanya itu adalah milik
seorang bayi yg keluar dari liang senggamanya dahulu. Namun kini, bayi itu
sudah besar dan kembali memasuki liang senggamanya atas desakan batinnya
sendiri. Perasaan birahi Sulastri yg selama ini terpendam terasa seolah ingin
meletup di dalam dirinya. Keringat semakin deras mengalir di dahi dan tubuhnya
bersama nafas yg semakin cepat dan memburu.
Batang penis yg semakin galak dan cepat menompa memeknya
semakin menenggelamkan Sulastri dalam lautan nafsu. Akhirnya Sulastri menikmati
puncak kenikmatan. Sulastri merasakan tubuhnya menegang karena klimaks yg telah
dia tunggu-tunggu. Tubuhnya bergetar bersama ototnya yg mengejang. Batang penis
anaknya yg menusuk lubang memeknya dari belakang di himpit penuh. Pantatnya
semakin di lentikkan agar batang penis itu semakin kuat menghentak dasar
memeknya. Sulastri benar-benar hilang akal. Dia benar-benar dipuncak segala
nikmat yg selama ini dirindukan.
Rosid hanya memperhatikan perubahan demi perubahan pada tubuh
emaknya. Dia tahu, emaknya baru saja mengalami satu kenikmatan yg terlalu
nikmat. Belakang baju kaos emaknya nampak basah dengan keringat.
“Rosid… terima kasih sayanggg…. Mak sayangg Rosidn… “ Kata
Sulastri sambil menoleh kebelakang melihat Rosid yg masih berdiri gagah.
Rosid hanya tersenyum, tangannya meremas-remas lembut daging
lembut di pinggul emaknya. Lemak-lemak yg menambah kemontokan dan kebesaran
bokong emaknya di usap penuh kasih sayang. Sulastri tahu, Rosid butuh
kenikmatan seperti dirinya. Sulastri melentikkan tubuhnya, sambil menekan
batang penis Rosid agar tenggelam lebih dalam dan menusuk dasar memek.
Bokongnya di gerakkan seperti penari dangdut di klab malam, membuat batang
penis Rosid lebih menikmati gesekan dengan dinding memeknya. Rosid merintih
kecil menahan gelora kenikmatan. Sulastri tau, Rosid menikmati perbuatannya.
“nikmat sayangg….?” Tanya Sulastri manja.
“Uhhh…. Ee.. nikmat mm..makk.. ooohhh…. “ jawab Rosid
tersengal-sengal.
Batang penisnya semakin ditekan dalam. Tubuh emaknya yg padat
berisi itu ditatap penuh nafsu. Sulastri sekali lagi menoleh melihat Rosid yg
sedang bernafsu menatap tubuhnya.
“Mak cantik tak sayangg….? “ Tanya Sulastri menggoda anaknya.
“Oooohhhhh… mak cantikkk…. Mmm…mmakk… Rosid…. Ttt.. tak
tahannn…. “ rintih Rosid tak tahan di goda emaknya.
“Nanti kalau mak mau lagi boleh….? “ Tanya Sulastri penuh
kelembutan dan godaan kepada anaknya yg sudah semakin di ambang puncak
kepuasan.
“Aaaahhhhh…. Makkkk…….. “ Rosid semakin tdk tahan melihat
Sulastri tak henti menggodanya.
Tubuh Sulastri yg menungging di tepi meja itu memberikan
sensasi birahi yg meluap-luap kepada Rosid. Dia benar-benar tdk menygka dirinya
telah menyetubuhi emaknya. Pantat emaknya yg besar itu semakin menaikkan nafsu
Rosid. Dia tdk mampu bertahan lagi. Malah, dia ingin meluapkan perasaannya
kepada emaknya tentang apa yg diinginkannya, demi perasaannya yg benar-benar
ingin menikmati kepuasan yg terlalu sulit untuk diungkapkan itu.
“Ooohhhhh…. Makkk… Pasti makkk… Rosid… ss.. sukaa tubuh
makkk…. “ akhirnya Rosid meluapkan perasaannya yg ingin sekali diluapkan.
“Sayanggg…. Rosid anak makkk…. Rosiid sayangg…… “ Sulastri
juga menikmati perasaan birahi yg sedang melanda Rosid.
“Makkk….. ooooooohhhhh….” Rintih Rosid.
“Croooott….. Croooott!!! Croooott….. “ akhirnya muncratlah
benih jantan anak muda itu ke dalam rahim ibu kandungnya sendiri.
Rosid menikmati betapa nikmatnya melepaskan air mani di dalam
liang kewanitaan emaknya. Air maninya banyak menyemprot keluar dari batang
penisnya di dalam memek. Sulastri memejamkan mata menikmati air mani anaknya yg
hangat memenuhi lubang memeknya. Dasar memeknya terasa disirami air hangat yg
memenuhi segenap rongga kewanitaannya yg sepatutnya hanya untuk suaminya
seorang.
Dalam posisi yg sama Sulastri masih terpejam matanya,
menungging berpegangan di tepi meja makan. Kain batiknya yg diselakkan ke atas
pinggang masih memperlihatkan pantatnya yg sedang dihimpit rapat oleh anaknya,
menikmati keindahan dan kenikmatan menyetubuhi emaknya. Batang penis Rosid
masih terendam di dalam lubuk birahi Sulastri , seolah begitu sayang untuk
melepaskan saat-saat manis itu hilang begitu saja.
Perasaan kasih dan sayang yg selama ini diperuntukan untuk
seorang ibu hilang bersama angin malam, diganti oleh perasaan kasih dan sayang
yg sepatutnya hanya dimiliki oleh seorang kekasih. Sulastri kepuasan, dahaga
batinnya yg selama ini dirindukan akhirnya terurai sudah. Kenikmatan yg dialami
sebentar tadi sama sekali tdk disesali, malah dia benar-benar menghargainya.
Sulastri merelakannya, disetubuhi oleh darah dagingnya
sendiri, demi kepentingan batinnya. Dia tahu, dirinya kini bukan lagi dimiliki
oleh suaminya seorang, malah anaknya sendiri, yg sudah menikmati tubuhnya.
Anaknya kini suaminya, yg didambakan belaian penuh nafsu untuk dinikmati
melebihi dari suaminya. Demi nafsu dan kasih sayang yg semakin membara,
Sulastri kini mencintai suami barunya….. anaknya…
No comments:
Post a Comment